Bernard D. Sutrisno : Nur Hidayat Sardini Yang Saya Kenal

Selasa, 02 Desember 2008 , 09:08:20 WIB
Bernard D. Sutrisno : Nur Hidayat Sardini Yang Saya Kenal
HUMORIS YANG MENGGETARKAN. Tahun 2001 adalah awal saya mengenal Nur Hidayat Sardini, ketika kami masih sama–sama duduk di bangku kuliah S-2 Ilmu Politik UI. Kesan pertama yang ditampilkan oleh seorang mas “Nur” (sapaan akrab teman – teman kuliah) adalah energik dan penuh humor dalam setiap interaksi. Ada yang terasa kurang saat sebelum masuk kuliah tanpa ada gurauan dan humor mas Nur sambil menunggu dosen. Yah….. humor intelektual yang nyantai sebagai bentuk respon atas situasi sosial dan politik ketika itu. Bahkan teman – teman mahasiswa S-2 Ilmu Politik UII angkatan tahun 2001 menjuluki mas Nur sebagai “Humoris Yang Menggetarkan”. Betapa tidak, lewat guyonan intelektual yang nyeleneh itu, mas Nur cukup dikenal melalui tulisan – tulisan kritis di media massa Semarang. Maka tidak heran, hampir setiap tulisannya di koran, menjadi bahan diskusi serius sampai ke meja kuliah. Ujungnya adalah perang dalil teori politik dari para mahasiswa (seringkali juga dosen) untuk membedah guyonan politik sang pria humoris dari Semarang itu. Namun dengan santai sang pelontar wacana, acapkali nyeletuk bahwa tulisannya itu diluar jangkauan teori politik, karena para penemu teori politik belum nyampe ke situ. Gerrrrrr… seisi ruang kelas tertawa. Capee.. deh?!. TAHUN 2003, sang pria unik yang seringkali menggetarkan hati para peminat ilmu politik ini jarang kelihatan di Kampus UI Salemba. Ada apa gerangan…..??? Ternyata mas Nur terlibat sedang sibuk mengurus Pemilu tahun 2004. Beliau dipercaya sebagai Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Tengah. Dia telah menemukan habitatnya, mengekspresikan kegalauan intelektual dalam dunia nyata praktik politik melalui pengawasan pemilu. Banyak yang sedih kehilangan humor segar sebagai obat kekalutan situasi politik ketika itu. Tetapi tidak sedikit para sahabat yang bangga dan berharap banyak mas Nur dapat memberi secercah harapan bagi demokrasi Indonesia. Minimal guyonan menggetarkannya itu menjadi pencair yang menyegarkan bagi kebingungan situasi politik Indonesia. TAHUN 2005, kami bertemu kembali setelah sekian lama tidak ada komunikasi verbal. Namun pertemuan kali ini bukan di ruang kuliah atau seminar, tetapi di arena Muktamar ICMI di Makassar. Kehadiran mas Nur di arena Muktamar ICMI tersebut, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) ICMI, yakni salah satu sayap organisasi ICMI yang mengakomodir kelompok muda.  Sedangkan saya hadir sebagai Deklarator ICMI Muda. Kelompok baru yang lahir dari rahim sejarah ICMI dalam rangka meretas jalan sejarah pembaharuan organisasi ICMI agar lebih responsif terhadap kepemimpinan kaum muda. Secara kasat mata, hadirnya ICMI Muda ketika itu menjadi kelompok yang berseberangan secara ekstrim dengan MASIKA dalam tubuh ICMI. Karena argumentasi sebagian petinggi ICMI bahwa perjuangan ICMI Muda telah direalisasikan dalam eksistensi MASIKA.  Namun pertentangan itu ditanggapi santun oleh mas Nur, bahwa MASIKA dan ICMI Muda memiliki ideologi perjuangan yang sama dalam mendorong kepemimpinan kaum muda di segala lini kehidupan, termasuk dalam tubuh ICMI. Hanya yang sedikit membedakan adalah cara atau gaya menyuarakannya saja. Lagi – lagi pernyataan Ketua MASIKA ini disampaikan dengan gaya guyon tetapi menyentuh substansi. ”Begitulah anak muda, kalau ada maunya pengen cepat – cepat, padahal yang cepat itu ngak enak”, ujar mas Nur.  Hal inilah yang membuat hubungan personal saya dengan mas Nur tetap tidak berubah. Karena dasar persahabatan yang telah dibangun adalah berangkat dari kepercayaan dan ideologi yang sama. TAHUN 2008, lepas dari hiruk pikuk perdebatan ICMI dan ICMI Muda, sosok mas Nur kembali muncul dalam kapasitasnya sebagai Ketua Badan pengawas Pemilu (Bawaslu). Tidak banyak kalangan yang kaget, karena sudah diprediksi sejak awal bahwa mas Nur akan menapaki posisi karir politik di Bawaslu.  Karena selain memiliki pengalaman di bidang pengawasan, juga sang humoris tersebut selalu menggetarkan dunia dengan tiba – tiba. Kali ini menggetarkan para stakeholders pemilu. Lagi – lagi gaya humor, bayolan dan gurauan mas Nur tidak pernah hilang dalam performanya disegala situasi, tempat dan posisi. Bahkan gayanya kali ini, sangat menggetarkan bagi para peserta dan penyelenggara pemilu 2009.  Salah satu gaya humor Ketua Bawaslu ini yang di sampaikan pada suatu kesempatan adalah ”Pengawas tidak boleh berselingkuh dengan peserta dan penyelenggara Pemilu, karena perselingkuhan itu menjadi titik masuk penyelundupan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu”. Bernad Dermawan Sutrisno Sekretaris Jenderal Majelis Pimpinan Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Muda (ICMI Muda) Periode 2005 – 2010.