media : detik.com
tanggal : 03 februari 2009
Jika TNI menampik terlibat dalam politik praktis, beda halnya dengan bukti yang ditemukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu pun membeberkan sejumlah bukti keterlibatan TNI dalam kampanye.
Bukti-bukti ini disampaikan oleh anggota Bawaslu, Agustiani Tio ketika dihubungi wartawan melalui telepon, Selasa (3/2/2009).
Salah satu buktinya adalah adanya personel TNI yang satu kapal bersama gubernur, dan di kapal tersebut terdapat bendera Partai Golkar.
?Itu lagi ada kunjungan gubernur. Gubernur dengan anggota TNI turun dari kapal
perang, naik kapal speedboat. Ternyata di kapal speedboat itu ada bendera
Golkar. Gubernur ini sedang melakukan kunjungan kerja,? ujar Tio
Momen tersebut ternyata dimuat di salah satu koran lokal. Panwaslu Sulbar lalu berkonsultasi dengan Bawaslu. Sayangnya, pelaporan itu sudah terlambat.
?Panwaslu Sulbar tahunya sudah lewat waktu. Kita lihat mungkin kesalahan itu
bukan dari anggota TNI dan gubernur, tapi dari protokolernya,? terangnya.
Kejadian yang serupa tidak hanya di Sulbar, di Papua Barat, seragam TNI
dimanfaatkan sebagai alat peraga caleg. Namun untuk kasus ini, pihak Kodam
Cenderawasih telah mengklarifikasi dan mengatakan bahwa kejadian itu tanpa
sepengetahuan pihak mereka.
?Kejadian tersebut tanpa sepengetahuan TNI,? ujar Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini saat ditemui terpisah di Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Selain pelanggaran di Sulbar dan Papua, saat ini sudah ada 4 laporan tentang keterlibatan personel TNI dalam kampanye.
Sementara itu, Ketua Panwas Jakarta Barat Siti Mariam mengatakan, kejadian
serupa pernah terjadi di Jakarta Barat. Militer pernah dibawa-bawa oleh salah
seorang caleg parpol tertentu yang ditengarai melakukan pelanggaran. Ketika
didekati secara persuasif terkait pelanggaran yang dilakukannya, caleg itu
justru mengancam untuk meminta dukungan dari militer. ?Dia malah akan melibatkan
militer,? ucap Mariam di Kantor Bawaslu.
Pelibatan TNI dan Polri dalam kampanye dilarang secara tegas oleh UU 10/2008
tentang Pemilu, yaki dalam pasal 84 ayat (2) huruf f. Di pasal 270 UU yang sama
diterangkan, pelanggaran atas aturan tersebut diancam dengan pidana penjara 6
hingga 24 bulan dan denda Rp 6-24 juta. ( sho / gun )