Wawancara Koran Jakarta

Senin, 13 April 2009 , 11:11:14 WIB
Wawancara Koran Jakarta
Belum lama ini Koran Jakarta melakukan wawancara dengan kami. Ada beberapa catatan yang rasanya patut diketahui publik. Berikut petikan lengkapnya. Media: Koran Jakarta Minggu, 12 April 2009 NUR HIDAYAT SARDINI wawancara-koran-jakarta Ketua Bawaslu mengungkap tentang wewenang lembaganya yang seperti macan ompong, anak buahnya yang disegani oleh presiden dan menolak diajak main golf. Kelelahan terlihat jelas di wajah Nur Hidayat Sardini pada 10 April lalu. Sudah dua malam dia dan jajarannya di Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) bertahan di kantor sampai subuh. Ketika seluruh pendukung dan peserta pemilu menunggu dengan harap-harap cemas hasil tabulasi penghitungan suara pemilu, Bawaslu justru mengumpulkan tabulasinya sendiri: pelanggaran pemilu. Nur Hidayat menganalogikan lembaganya seperti hakim garis pada pertandingan sepakbola. Tugas mereka mengangkat bendera ketika terjadi pelanggaran. Wasitnya Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Meskipun bendera dikibarkan ribuan kali namun jika pemegang peluitnya tidak tahu atau tidak mau tahu, bisa mati berdiri hakim garisnya,” kata Hidayat. Berikut petikan wawancara Hidayat dengan Rusdi Mathari, Adiyanto, Alfred Ginting dan Agus Triyono yang berlangsung dua kali, pada 8 dan 10 April lalu: Apa yang dilakukan Bawaslu terhadap pelanggaran pemilu? Setiap kasus yang masuk ke Bawaslu, kemudian dikumpulkan alat bukti dan dipilah-pilah serta dikaji. Misalnya tindak pidana pemilu harus dirumuskan terpenuhi tidak unsur-unsur yang ada rumusnya dan dipegang juga oleh penyidik (Kepolisian) dan penuntut (Kejaksaan). Kemudian alat bukti cukup dan unsur terpenuhi meskipun dalam taraf minimal itulah yang disebut bukti permulaan awal. Lalu dimajukan ke penyidik yang akan mempertajam lagi dan berlanjut ke Kejaksaan dan Pengadilan. Untuk pelanggaran administrasi terkait dengan ketataacaraan, persyaratan, teknis penyelenggaraan. Lalu dimajukan ke KPU sesuai dengan jenjang. KPU punya waktu 7 hari untuk menyelesaikannya. Pengalaman selama ini, kami merasa tidak semua pelanggaran dapat ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang tadi dengan sejumlah alasan. Pertama dengan KPU, dalam menangani pelanggaran protapnya jadi tidak jelas dengan terbitnya peraturan KPU nomor 44 yang intinya setiap pelanggaran tidak ada penekanan pada keharusan untuk menjalaninya. Kami sangat kecewa dengan KPU karena tidak secara optimal menggunakan kesempatan penanganan pelanggaran administrasi pemilu secara baik sehingga sering kali KPU lebih pada posisi seolah-olah kompromi. Dalam kasus Ponorogo, dugaan politik uang mandeg, dan kasusnya malah menyeret pelapor? Pelapor (diusut) dalam hal ini tindak pidana umum bukan tindak pidana pemilu. Kami bertugas dalam menangani masalah dan bidang yang berkaitan dengan tindak pidana pemilu. Dari tindak pidana pemilu yang kami proses itu bila berdampak ada pihak yang merasa dirugikan dan ingin mengambil hukum lain di luar tindak pidana pemilu, itu sudah di luar fungsi kami. Saat menjadi ketua Panwaslu di Jawa Tengah pemilu lalu saya menangani kasus kampanye di luar jadwal yang dilakukan oleh sebuah partai politik besar. Karena mereka tidak terima dengan kami, akhirnya kami dilaporkan kepada pihak kepolisian hingga akhirnya kami ditetapkan sebagai tersangka. Kalau saya menindaklanjuti kasus tersebut karena tindak pidana pemilu. Tapi ketika seseorang melaporkan kami ke kepolisian, itu merupakan tindak pidana umum yang prosesnya langsung saja ke polisi. Berkaitan dengan kasus di Ponorogo kami menindaklanjuti laporan masyarakat. Proses yang kami tempuh mengumpulkan bukti, melakukan pengkajian dan kami perlu mencari klarifikasi tambahan sesuai dengan batas waktu yang kami miliki. Pelapor kami panggil kembali dan tidak datang, akhirnya kemudian terjadi… Terjadi apa? Ada aksi lain di luar kerangka yang telah ditetapkan dan saya pikir itu di luar kewenangan kami dan itu jelas. Makanya kami tidak bisa komentar lebih mengenai kenapa pelapor yang kemudian diperkarakan. Klarifikasi tambahan apa yang diperlukan untuk alat bukti ini? Misalkan, ketika ada alat bukti kan harus ada alat bukti lain seperti keterangan pelapor untuk menjelaskan tingkat evidence-nya, untuk memperkuat terjadinya dugaan pelanggaran. Kalau tidak datang bagaimana bisa ditindaklanjuti. Ada batas waktu untuk memproses laporan. Kasus yang dilaporkan tersebut punya waktu maksimal tiga hari untuk masuk ke kami sejak kejadian. Bila lewat kami tidak bisa melakukan tindakan berikutnya, kasusnya dianggap kadaluwarsa. Kalau sudah dilaporkan masih punya waktu tiga hari lagi bagi Panwas untuk membuat laporan, berikut temuan Panwas guna memperkuat isi dari materi laporan. Dari situ kami tahu unsur apa saja yang disinyalir menjadi pelanggaran. Kalau kemudian dilihat kurang alat bukti, kami perlu bukti tambahan. Nah bukti tambahan itulah yang harus kami klarifikasi pada pelapor dan yang bersangkutan. Agar kuat juga mestinya. Cuma (pelapor) yang nggak datang ini yang akhirnya jadi tidak terlalu cukup. Polisi selama ini tidak mau menindaklanjuti jika kasusnya sampai di situ saja. Anda merasa keberadaan Bawaslu sia-sia? Pada akhirnya orang tidak akan merasa ada manfaatnya lembaga ini. Reaksi itu sesungguhnya mencerminkan orang merasa ada manfaat yang bisa dilakukan karena proses-proses tadi. Saya memandang pengawas sebagai pemicu dalam pemilu terutama dalam menangani pelanggaran. Kemudian orang tidak merasa mendapat sesuatu yang berlebih dari pengawas karena kewenangannya terbatas. Andaikan kami diberi kewenangan sebagai eksekutor dalam pelanggaran administrasi itu luar biasa. Untuk bagian lain kami juga harus menekan KPU. dalam hal kami menindaklanjuti atas hal dana kampanye, KPU menindaklanjuti meskipun terkadang tidak serta merta karena surat yang kami majukan harus disertai ancaman dalam bentuk pembuatan Dewan Kehormatan KPU. Harus disertai kata-kata itu baru KPU menindaklanjuti. Berarti KPU harus ditekan untuk bisa menyelesaikan pelanggaran, itu menjadi tidak sehat karena tidak tumbuh kesadaran untuk membersihkan persoalan pemilu dari sejak awal. Apa yang membelenggu kinerja Bawaslu? Undang-undang nomor 10 tentang penyelenggaraan pemilu. Seharusnya memberikan keleluasaan untuk melakukan pra penyidikan untuk memaksa memanggil saksi. Diberi kewenangan mengeksekusi dalam pelanggaran administrasi pemilu. Dua hal itu saja membuat orang gregetan. Paling parahnya lembaga pengawas dari tingkat propinsi ke bawah bersifat sementara sehingga lebih banyak menyita perhatian dalam membentuk kepengurusan itu menjelang pemilu legisatif. Sebuah lembaga ada tiga fase. Pertama adalah fase pembentukan. Kedua fase konsolidasi dan yang terakhir adalah pematangan. Bawaslu dibentuk pada 9 April 2008. Hingga bulan oktober disibukkan pada penyusunan anggaran. Kemudian dipaksa oleh UU untuk membentuk panwaslu kepala daerah dan wakil kepala daerah. Setelah dilantik, kami pernah berkantor di KPU selama 3 bulan, di gedung Joeang 5 bulan dan baru pindah ke sini setelah anggaran keluar. Andaikan Bawaslu dibentuk tepat waktu saja itu sudah sangat bagus. Karena UU no. 22 mengatakan bahwa pengawas pemilu dibentuk selambat-lambatnya 30 hari sebelum tahapan pertama pemilu pada 5 april 2008, saat pemerintah menyerahkan PP4 kepada KPU, sementara Bawaslu baru dilantik tanggal 9 April 2008. Pengawas pemilu adalah semua pengawas di seluruh jenjang mulai dari Bawaslu hingga panwaslu lapangan di setiap desa dan luar negeri. Lalu siapa yang salah? saya kira KPU yang membentuk tim seleksinya. Begitu kami dilantik, pemerintah tidak menyiapkan apapun. Anggaran disusun sendiri, tidak terdukung oleh staf. Bahkan pernah meminta kebaikan pada salah satu agen tiket dengan menggadaikan SK Presiden. Biaya perjalanan hingga 30 juta dan baru dibayar setelah mendapat gaji. Bawaslu seharusnya sangat luar biasa peranan politiknya dalam pemilu. Tapi bila berkaca dari pemilu 2004 tidak ada sanksi yang tegas yang dibuahkan dari kasus yang ditangani Bawaslu? Panwaslu mempunyai peran dalam menindaklanjuti temuan dan laporan masyarakat. Kok cuma itu? Ya karena UU 22 tahun 2007 dan UU no 10 tahun 2008 mengatur itu semua. Fungsi kami kalau mau disebut sebagai wasit sebetulnya tidak juga. Kalau dilihat dalam permainan sepak bola, peran Panwaslu di sini bisa dilihat sebagai pengibar bendera, hakim garis. Meskipun bendera dikibarkan ribuan kali namun jika pemegang peluitnya tidak tahu atau tidak mau tahu, bisa mati berdiri hakim garisnya. Pemegang peluitnya KPU? Ya, KPU. Sementara untuk pelanggaran tindak pidana administrasi pemilu itu ada pada Polri. Saya ingin meluruskan dalam kewenangan kami tetap kuat. Sebagai contoh, pernah pada tahun 2004 ada partai peserta pemilu yang pernah kami rekomendasikan untuk dicoret baik dalam pileg maupun pilpres dan saat itu KPU mentolerir itu. Itu mereka kami ancam-ancam, kalau tidak mau menindaklanjuti laporan awal dana kampanye dan rekening dana kampanye akan kami bawa ke dewan kehormatan KPU. Baru kemudian KPU mengambil langkah. Itu atas rekomendasi Bawaslu. Dan perlu digarisbawahi juga dalam sejarah pemilu di Indonesia baru pertamakalinya ada peserta pemilu yang dicoret. Sesuai dengan levelnya, jadi saya mengatakan tidak benar kalau dinilai kerja Bawaslu tidak efektif. Namun memang kami tidak bisa melampaui peran yang diberikan oleh UU . Kalau itu kami lakukan, kami sendiri yang akan kena. Dalam perkara surat KPU 612 dimana mereka menafsirkan bahwa dana kampanye itu satu miliar itu kan sudah jelas tafsiran yang tidak tepat dan kami mengingatkan pada KPU kalau itu dilakukan karena itu menyalahi Undang- undang, dua hal yang saya kira cukup kuat. Saya kira dan kawan kawan tidk bisa dituntut untuk melakukan sesuatu diluar batas kewenangan. Lebih banyak pelanggaran 2009 atau pada tahun 2004? Dari volume pelanggaran hampir sama pada setiap tahapan. Dengan titik tekan pada tahapan agak gemuk seperti pendaftaran calon legislative. Untuk kampanye tahun ini lebih banyak karena panjangnya waktu kampanye. Untuk pemungutan suara tahun ini lebih carut-marut dari tahun 2004. Dengan instansi penegak hukum, kami berkoordinasi dalam bentuk forum sentra penegakan hukum terpadu dan pola penanganan tindak pidana pemilu untuk menyamakan persepsi antara pengawas, penyidik dan penuntut. Ini karena keterbatasan waktu, dalam hal penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu ditentukan hingga 52 hari. Tetapi kasus yang kami proses ada manfaatnya. Misalnya kasus politik uang bisa berdampak dicoretnya nama peserta pemilu, itu yang tidak bisa dilakukan pada tahun 2004. Politik uang meningkat secara kuantitas dan kualitas. Sudah berapa kali bertemu dan berembug dengan presiden? Secara resmi, dalam artian kami bertatap muka dengan presiden atau presiden memenuhi undangan kami, belum pernah. Padahal kami sudah pernah mengajukan audiensi dengan presiden setelah kami dilantik tapi sampai sekarang tidak ada respon. Cukup penting bagi kerja Bawaslu untuk bertemu dengan presiden? Saya rasa bukan pada posisi penting tidak penting. Pentingnya adalah agar presiden sebagai kepala negara bisa menyelesaikan karena kewenangan presiden untuk membantu memfasilitasi kami terkait kebutuhan waktu itu. Terkait masalah anggaran yang begitu kami datang saja, sama sekali kami tidak di cover dengan anggaran, kami cover sendiri awal lagi, kami membangun rumah, bangun pondasi dulu berupa visi misi, program regulasi, pengawasan, kemudian datang staf. Itupun enam bulan setelah Bawaslu dilantik Berapa gaji yang Anda terima sebulan? Empat belas koma sekian juta rupiah. Hampir sama dengan ketua KPU ya? Ya itu belum dipotong pajak Dengan gaji hanya sebesar itu Anda kok bersedia mengurusi lembaga yang kerjanya seberat ini? Sebelum saya di Bawaslu, pekerjaan saya mendatangkan materi jauh lebih besar. Cuma saya merasa punya kompetensi. Saya aktif di Panwaslu Jawa Tengah 2004. Saya aktif di perkumpulan demokrasi dan saya secara batin ingin mengabdikan diri pada bangsa dan negara ini lewat yang paling mungkin saya lakukan. Saya merasa punya kompetensi di sini lalu saya maju. Kalau soal materi yang dicari, sebelum jadi ketua Bawaslu, harusnya saya sudah punya rumah mewah di Semarang. Sebagai dosen PNS jelas gaji saya kecil. Sekarang kan tidak boleh menerima anggaran ganda maka saya cuti di luar tanggungan negara. Ya sudah lakukan saja. Jadi buat apa dipersoalkan lagi. Mengenai kewenangan terbatas tapi intinya kan harus ada sesuatu yang diubah? Betul kewenangan yang terbatas pun pada akhirnya akan memberi inspirasi. Saya harus beritahu pengawas di daerah itu sangat ditakuti oleh peserta pemilu. Mereka bagaimana tidak terbirit-birit untuk tidak melakukan kampanye diluar jadwal. Begitu melihat panwas pasti tidak akan mereka lakukan. Mentalitas pengawas itu sangat garang di lapangan. Meskipun ada yang lemah dan masuk angin tapi mereka kami segera pecat. Saat final checking persiapan pemilu yang dilakukan oleh KPU pada H-2, kami diterima presiden untuk melaporkan persiapan akhir. Di situ presiden mengatakan, "Saya terus terang saja senang kalau ada pengawas yang melihat saya, meskipun dari semua hal yang dilaporkan terkadang membuat peserta pemilu merasa tidak bisa bergerak dalam melakukan kampanyenya." Saya memandang itu apresiasi bukan posisi beliau sebagai presiden, tapi juga sebagai peserta pemilu. Bagaimana pengawas di lapangan di Sumbar pada waktu RI-2 kampanye ditanya, "Apakah Bapak sudah punya izin cuti?" Kemudian terjadi keributan dengan Paspampres. Padahal sebelumnya sudah kami lakukan koordonasi. Saya bukan menjual kecap saja. Kalau lembaga ini tidak ada akan banyak kekacauan pemilu. Bagaimana KPU kalau tidak ada pengawas? Itu adalah satu- satunya lembaga yang bisa menerjemahkan dan melakukan apapun sehingga pemilu menjadi tidak terkontrol. Idealnya parpol juga bisa menjadi alat penekan yang baik dan juga kelompok masyarakat yang lain, tapi dari segi imperasi kewenangan tidak dizinkan oleh UU, paling tidak untuk pemilu 2009 ini. Anda sepakat bila UU Pemilu harus direvisi? Ya untuk memperkuat kewenangan dan menutupi yang lemah. Misalnya kalau dibentuk tepat waktu saya kira Bawaslu akan cukup membantu untuk performa. Tidak seperti yang sekarang terlihat itu saja. Seperti kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi terhadap staf anggaran tepat waktu . Saya kira itu akan sangat membantu sehingga harapan masyarakat bisa dipenuhi. Kalau lembaga ini tidak fungsional, tentu kami tidak luput dari teror. Bahkan ada anggota kami yang terbunuh di Simalungun (Sumatera Utara). Di Nias Selatan, anggota kami digugat. Di Pekanbaru anggota kami juga diuber-uber orang yang merasa dirugikan. Di Wonosobo kami terpaksa tiga minggu membekukan diri karena mereka yang terbukti ijazahnya palsu setiap pagi sore mengancam. Lalu kemudian di Alor kami menindaklanjuti laporan yang kebetulan dekat dengan kepala daerah setempat. Saat itu barang inventaris Panwas sebagaimana tugas mereka untuk memfasilitasi ditarik. Sampai sekarang yang di Lamongan masih mengirim laporan ke saya mereka masih menghadapi masalah. Tentu kalau kami tidur tidak akan ada hal seperti ini. Anda pernah mendapat ancaman atau teror? Kalau ancman dalam arti yang fisik seperti yang saya alami tahun 2004 tidak ada. kalau teman- teman di lapangan banyak mengalami. Tapi kalau dalam bentuk rayuan, ada. Saya merasakan mulai dipancing. “Sudahlah kita harus akhiri kemiskinan ini,” katanya. Kita harus mulai main golf. Main golf tidak bisa diartikan negatif ya. Tapi saya menghindari. Saya lebih suka bertemu orang di kantor ini, tidak di tempat lain. Apa yang menahan untuk tidak tergiur pada korupsi atau menerima suap, padahal mudah sekali Anda lakukan Dulu saya pernah menerima cek isinya 25 juta rupiah terkait kasus yang kami tangani. Cek itu masih saya simpan dan saya laminating. Sebetulnya saya kaget setengah mati tapi karena sayang dibuang saya laminating. Makanya dulu waktu saya mau mendaftar jadi ketua Bawaslu saya cepat-cepat bikin rumah. Kalau itu saya lakukan setelah jadi di Bawaslu apa kata orang.