Bawaslu Minta Penjelasan Polisi

Kamis, 16 April 2009 , 07:34:51 WIB
Bawaslu Minta Penjelasan Polisi
media    : kompas.com tanggal : 16 April 2009 Jakarta, Kompas - Badan Pengawas Pemilihan Umum akan terus memantau perkembangan di lapangan, agar semua kasus pidana pemilu diproses hukum. Bawaslu meminta Polri tetap menyidik kasus pelanggaran pemilu yang dimajukan jika bukti permulaan memenuhi ketentuan penyidikan. ?Kami ini berprinsip, jika tidak ada, jangan diadakan. Jika ada, jangan ditiadakan. Artinya, asalkan bukti permulaan cukup seperti yang digariskan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, kasus harus dimajukan penyidik,? kata Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini seusai mengadakan pertemuan dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji, Rabu (15/4). Pertemuan yang berlangsung di Kantor Bareskrim Polri itu dihadiri Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga dan ahli hukum pidana, Prof Dr Indriyanto Seno Adji. Dalam pertemuan tersebut, Bawaslu meminta penjelasan mengenai beredarnya telegram dari kepolisian daerah di Provinsi Sulawesi Selatan, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat, yang menginstruksikan jajaran kepolisian untuk menyelesaikan tindak pidana pemilu yang diterima dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) setempat, paling lambat 14 April 2009. ?Pihak Bareskrim menjelaskan bahwa pelaksanaan Pasal 257 UU Nomor 10 Tahun 2008 tidak seperti itu. Setiap kasus yang diterima Panwaslu silakan dilanjutkan ke polisi, seperti awalnya,? ujar Nur. Menanggapi telegram Kepala Polri itu, pengamat hukum tata negara, A Irman Putrasidin, dan Koordinator Divisi Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Arif Nur Alam mengingatkan, telegram Kepala Polri tersebut tidak berkekuatan hukum tetap. Semua pihak diminta kembali mengacu pada Undang-Undang Pemilu. ?Telegram ini tidak mempunyai kekuatan hukum, tidak punya daya ikat. Jadi Bawaslu dan kejaksaan tetap saja memproses pidana pemilu. Acuannya ya UU Pemilu. Seharusnya polisi juga mengacu pada UU Pemilu saja,? kata Irman. Arif mengatakan, telegram Kepala Polri itu sebuah bentuk intervensi negatif dari kepolisian terhadap semangat publik untuk menyelesaikan kasus-kasus pidana pemilu. ?Sangat disayangkan sikap kepolisian seperti ini, yang justru mereka lakukan di tengah karut-marutnya Pemilu 2009. Ini bentuk intervensi negatif kepolisian. Telegram ini juga membuktikan kepolisian belum mereformasi diri dalam menghadapi kasus-kasus tindak pidana pemilu. Sangat disayangkan adanya telegram ini,? tutur Arif. Pengamat hukum Refly Harun juga meminta Polri segera membatalkan telegram tersebut. ?Seakan-akan penutupan laporan itu beralasan. Tetapi, mereka lupa bahwa ketentuan tersebut hanya berlaku untuk perkara pidana yang berhubungan dengan perolehan suara. Untuk pidana pemilu bersifat umum, bisa jalan terus,? ujarnya. Di Makassar, Ketua Panwaslu Sulawesi Selatan Muhammad Alhamid menyatakan, Polda Sulsel dan Barat tidak pernah menolak pelimpahan dugaan pidana pemilu. Hal itu disampaikannya untuk meluruskan berita Kompas (15/4), yang menyatakan bahwa Polda Sulsel dan Barat per 14 April menolak laporan tindak pidana dari Panwaslu. ?Yang benar, Polda Sulselbar mengimbau agar pelimpahan dugaan tindak pidana pemilu dipercepat,? kata Alhamid. Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira mengatakan, masyarakat hanya bisa melaporkan dugaan tindak pidana pemilu hingga Rabu (15/4) ke Panwaslu untuk diteruskan ke polisi hingga ke pengadilan. Hal itu karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPRD, dan DPD, aparat dari setiap institusi dibatasi waktu penanganan perkara.(son/vin/ana/row/SF)