Saat ini semua orang merasa ada persoalan di dalam pelaksanaan pemilu 2009. Sayangnya tidak ada pihak yang paling merasa bertanggungjawab atas karut marutnya pelaksanaan pemilu ini. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam masyarakat. Ini sebenarnya tidak sehat. Apapun pihak penyelenggara pemilu harus bertanggung jawab. Dalam hal ini adalah KPU dan Bawaslu. Sejauh mana pertanggungjawaban itu, tentu sebatas kewenangan yang tertuang dalam Undang-undang No 22 tahun 2007.
Bawaslu, sesuai dengan kewenangannya sebagai pengawas pemilu melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemilu. Kami misalnya terus berkoordinasi dengan Polri berkaitan dengan laporan pelanggaran yang terjadi.
Sedangkan untuk penyelenggaraan pemilu dan proses-proses pentahapannya, tentu adalah kewenangan KPU. KPU yang harus bertanggungjawab.
Semua orang mungkin merasa sudah berupaya keras. Tapi apakah sudah menggunakan kewenangannya secara tepat, itu bisa diperdebatkan.
Peserta pemilu merasa ada masalah. Semua pihak seperti yang terlihat di media massa cetak dan elektronik memperlihatkan ada masalah. Bahkan media Kompas hari ini (17/4/2009) secara eksplisit memuat pernyataan presiden yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu oleh KPU. Ini berarti menunjukkan memang ada masalah. Kembali lagi, kalau para pihak merasa ada bermasalah, berarti ada yang harus bertanggungjawab. Pertanggungjawaban itu sesuai dengan kewenangan yang tertulis dalam Undang-undang No 22 tahun 2007. Begitu juga sesuai dengan konstitusi bahwa siapa yang harus bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pemilu secara umum, lihat saja dalam Undang-undang Dasar 1945.
Menyongsong Pemilu Presiden & Wakil Presiden
Lepas dari masalah pasca pemilu legislatif yang sudah berlangsung, maka kita harus segera berkonsentrasi juga pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan datang. Bila sistem pengelolaan daftar pemilih masih seperti sekarang ini, saya yakin tidak akan mengubah apapun. Tidak akan memberbaiki keadaan apapun.
September 2008 lalu di depan Komisi II DPR RI kami sudah tegaskan, persoalan ini sungguh berat. Persoalan ini akan berbuntut masalah yang besar. Sudah kami ingatkan kepada semua pihak di depan Komisi II pada waktu itu. Tapi KPU kayaknya merasa aman-aman saja. Kalau sekarang menyalahkan pemerintah, misalnya. Dari dulu saya tidak melihat ada
declare apapun atas soal itu pada pemerintah. Baru sekarang.
Persoalan ini seharusnya mendapatkan perhatian sejak awal, namun ditanggapi secara defensif oleh KPU. Sekarang disadari ada masalah. Masalah yang muncul sifatnya bukan parsial. Jadi kalau sistem penanganannya masih akan seperti sekarang ini, akan sangat mungkin terulang lagi masalah-masalah seperti sekarang ini. Padahal pendaftaran pemilih untuk Pemilu Presiden dan wakil Presiden berbasis pada daftar pemilih dari Pemilu Legislatif kemarin.
Tapi memang kompleks situasi pada saat itu; Administrasi keuangan tidak paralel dengan tahapan-tahapan pemilu. Saat itu juga baru musim pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga konsentrasi KPU terpecah. Berikutnya, daftar kependudukan yang disampaikan oleh pemerintah kurang
favorable, sehingga ketika ada kesempatan bagi peserta pemilu untuk memperbaiki dan mengusulkan nama-nama yang memang seharusnya masuk daftar pemilih, harusnya segera dilaporkan tapi tidak dilakukan. Plus, pada saat itu Bawaslu belum terbentuk. Kenapa? Karena tim seleksi yang dibentuk KPU juga terlambat. Jadi, kesalahan ini sebenarnya adalah kesalahan kolektif.