Mabes Polri Tolak Laporan Bawaslu

Sabtu, 18 April 2009 , 12:12:08 WIB
Mabes Polri Tolak Laporan Bawaslu
Friday, 17 April 2009 JAKARTA (SI) ? Markas Besar (Mabes) Polri menolak laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat proses pemungutan suara Pemilu 2009. Penolakan itu didasarkan pada alasan kurangnya bukti-bukti yang dilampirkan dalam laporan. Anggota Bawaslu Wirdyaningsih mengaku, saat menyerahkan laporan itu,pihak kepolisian meminta bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan KPU.Pelanggaran yang dilaporkan Bawaslu terkait dengan tertukarnya surat suara di sejumlah daerah. Yang dimaksud dengan bukti adalah surat suara tertukar tersebut. Namun, ujar Wirdyaningsih, hal itu tidak dapat dilakukan. Bawaslu berpendapat, membuka kotak suara yang tersegel merupakan tindakan pidana. ?Mereka minta bukti suara yang tertukar yang sudah dicontreng.Padahal,membuka kotak suara adalah tindakan pidana. Karena itu,lapo-rannya tampaknya ditolak,?kata Wirdyaningsih di Mabes Polri,Jakarta,kemarin. Dalam laporannya, Bawaslu menyatakan, KPU telah melakukan pelanggaran pidana pemilu. Pelanggaran itu terkait penerbitan Surat Edaran (SE) KPU No 676 dan 684. SE itu muncul akibat tertukarnya surat suara di beberapa daerah. Melalui SE itu, KPU menyatakan bahwa surat suara yang tertukar tetap dianggap sah. Kebijakan KPU itu berdampak pada tidak bernilainya surat suara. Sebab, pilihan masyarakat tidak akan berguna karena banyak pemilih yang tidak terakomodasi suaranya karena tidak tercantumnya calon anggota legislatif (caleg) dalam surat suara tertukar itu.Padahal, UU Pemilu dan konteks pemilu memiliki asas dan prinsip proporsional terbuka. Caleg terpilih ditentukan oleh suara terbanyak. ?Inilah yang kami anggap banyak suara masyarakat yang punya hak pilih dianggap tidak bernilai. Mereka yang awalnya mau memilih caleg tertentu, menjadi tidak diakomodasi karena dimasukkan langsung ke partai,?ungkapnya. Bawaslu menilai SE KPU tersebut bertentangan dengan Pasal 288 UU 10/2008 tentang Pemilu. Pasal itu menyebutkan,bila setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau membuat berkurang perolehan suaranya, maka bisa dipidana penjara paling lama 36 bulan dan denda paling banyak Rp36 juta. Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini menyatakan, pihaknya sudah menyertakan bukti-bukti yang cukup. ?Kami sudah menyerahkan apa yang sudah kami kumpulkan dan alat bukti.Tinggal kita tunggu, tapi kami meyakini sudah memenuhi bukti permulaan awal yang cukup,?ujarnya. Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji membantah pihaknya telah menolak laporan Bawaslu. Menurut dia,laporan itu saat ini masih diproses di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Sesuai prosedur, untuk permasalahan pemilu, pelaporan dari Bawaslu diproses melalui Sentra Gakkumdu. ?Saya mendapat informasi kalau laporan Bawaslu masih dibahas di Sentra Gakkumdu,?ungkapnya. Karena itu, laporan tersebut belum sampai di tangan penyidik. Menurut Susno,penolakan atau tidak suatu laporan pidana pemilu bukan hanya diputuskan di tangan kepolisian semata.Sebab,di Sentra Gakkumdu terdapat instansi lain seperti kejaksaan dan Bawaslu. Jadi yang menentukan apakah pelanggaran pemilu tersebut masuk dalam tindak pidana atau bukan adalah ketiga institusi ini. (helmi syarif)