Bawaslu Upayakan Sidang Kode Etik Terhadap KPU

Rabu, 22 April 2009 , 10:16:18 WIB
Bawaslu Upayakan Sidang Kode Etik Terhadap KPU

Selasa, 21 April 2009 21:52 WIB

Penulis : Dinny Mutiah

JAKARTA--MI: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengupayakan penengakan hukum melalui sidang kode etik setelah dua upaya penegakan hukum lainnya gagal. Saat ini, Bawaslu sedang memperkaya hasanah ilmu kepemiluan untuk memantapkan langkah tersebut.

"Sudah mengerucut ke arah penegakan kode etik. Tindakan administratif sudah kami lakukan, jalur pidana juga sudah dicoba. Bawaslu kan tugas dan kewenangannya adalah penegakan hukum," kata Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fidelina Sitorus kepada Media Indonesia di Jakarta, Selasa (21/4). Saat ini, ujar Tio, Bawaslu sedang mengkaji peluang untuk membawa permasalahan dugaan penghilangan suara pemilih oleh KPU dengan mengundang para pakar pemilu. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman Bawaslu dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Komunikasi dengan Dewan Kehormatan juga terus dilakukan untuk mengupayakan hal tersebut. "Kita lagi mengupayakan pengayaan hasanah kita di bidang kepemiluan. Kita memperkuat pengetahuan di bidang pemilu," lanjutnya. Bawaslu, sambungnya, tidak akan memperpanjang konflik yang terjadi akibat penolakan laporan pengaduan oleh kepolisian. Menurutnya, konflik tersebut sudah cukup dan jika dibiarkan malah menghilangkan substansi permasalahan yang sebenarnya, yakni dugaan tindakan oknum KPU yang dengan sengaja menghilangkan suara pemilih akibat pengeluaran surat edaran Nomor 676/KPU/IV/2009 tersebut. Kini, Bawaslu hanya akan memfokuskan diri untuk menyelamatkan suara pemilih. "Kalau Bawaslu sendiri, kita tidak lagi mau terlibat konflik lebih lama lagi dengan kepolisian dengan perang statement di media. Kita sudah cukuplah," tandasnya. Sebelumnya, Bawaslu mengklarifikasi pernyataan yang dikeluarkan oleh Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duaji beberapa waktu lalu. Bawaslu menegaskan bahwa yang menjadi objek terlapor bukanlah institusi KPU keseluruhan, melainkan oknum KPU yang mengakibatkan penghilangan hak pemilih. Bawaslu juga mengatakan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah surat edarannya, melainkan tindakan oknum tersebut yang membuat pemilih kehilangan hak. "Dikatakan Kabareskrim bahwa kasus itu masuk wilayah PTUN, padahal syaratnya harus bersifat pengaturan, final, konkret, dan individual. Sedangkan, surat edaran itu tidak memenuhi syarat itu dan tidak bisa masuk wilayah PTUN," tandas Tio. Bawaslu, sahutnya, mengharapkan agar lembaga penegak hukum dapat bekerjasama lebih erat dengan Bawaslu, terutama menyangkut penegakan hukum pidana pemilu. "Kita mengimbau agar lembaga penegakan hukum bekerja sama lebih erat," pungkasnya. (DM/OL-03)