Menyongsong Gugatan di Mahkamah Konstitusi
Selasa, 12 Mei 2009 , 02:12:04 WIB
MENYONGSONG GUGATAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI
Berdasarkan pasal 201 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2008 , peserta Pemilu yang berkeberatan terhadap hasil tersebut dapat mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan PHPU 3 x 24 Jam setelah hasil pemilu secara nasional ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). MK memutus perselisihan hasil pemilihan umum selambat-lambatnya 30 hari sejak permohonan dicatat pada Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK).
Dalam kaitan dengnan itu, pada dasarnya MK mempunyai tiga jenis putusan. Pertama, putusan dalam hal permohonan tidak dapat diterima. Putusan ini dijatuhkan apabila memenuhi persyaratan:(a) Legal Standing (kedudukan Pemohon dan Termohon) tidak tepat, (b) Objek perselisihan tidak tepat atau bukan kewenangan MK (kompetensi absolut) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Peraturan MK No.16 Thn 2009: (i) mempengaruhi terpenuhinya ambang batas perolehan suara 2,5% (dua koma lima perseratus), (ii) perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan/ partai politik local di Aceh, (iii) terpilihnya calon anggota DPD, (c) melebihi waktu diperbolehkannya mengajukan perkara, tidak boleh melebih waktu 3x24 jam sejak KPU menetapkan hasil Pemilu secara Nasional. Kedua, Putusan yang mengabulkan permohonan baik Putusan yang mengabulkan seluruh materi permohonan maupun putusan yang mengabulkan sebagian materi permohonan pemohon. Ketiga putusan yang menolak permohonan materi pemohon.
Bila putusan MK mengabulkan suatu permohonan, didasarkan pada hasil pemeriksaan permohonan yang meliputi:
a. Hasil pemeriksaan dan Klarifikasi tentang ada atau tidaknya kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU yang merugikan hak konstitusi peserta Pemilu tertentu. Putusan MK terhadap hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut, ialah putusan penghitungan suara ulang. Contoh putusan MK tentang penghitungan suara ulang terjadi pada pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Jawa Timur. MK memerintahkan Penghitungan suara ulang Pilkada Provinsi Jawa Timur Putaran II di Kabupaten Pamekasan dengan menghitung kembali secara berjenjang surat suara yang sudah dicoblos dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan ini diucapkan. Putusan penghitungan suara ulang tersebut dijatuhkan apabila hasil penghitungan suara tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Suatu penghitungan suara tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dapat diulang menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 apabila terjadi pelanggaran: (i) kerusuhan yang mengakibatkan penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan; (ii) penghitungan suara dilakukan secara tertutup; (iii) penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau yang kurang mendapat penerangan cahaya; (iv) penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas; (v) penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas; (vi) saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas; (vii) penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau (viii) terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
b. Hasil pemeriksaan dan klarifikasi tentang ada atau tidaknya pelanggaran Pemilu yang mengharuskan pembatalan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dan pelanggaran tersebut mempunyai yang hubungan sebab akibat atau hubungan kausal (causal verband) antara kerugian hak konstitusi peserta Pemilu tertentu dan pelanggaran Pemilu yang terjadi. Putusan MK terhadap hasil pemeriksaan dan klarifikasi tersebut, ialah putusan pemungutan suara ulang. Contoh putusan MK tentang pemungutan suara ulang juga terjadi pada Pilkada Jawa Timur. MK memerintahkan Pemungutan suara ulang Pilkada Provinsi Jawa Timur Putaran II di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak Putusan ini diucapkan. Putusan pemungutan suara ulang tersebut diputuskan oleh MK apabila pelanggaran yang terjadi terbukti paling sistematis, terstruktur, dan masif.
Pemungutan suara ulang menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 bisa dilakukan apabila terjadi pelanggaran sebagai berikut: (i) apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan; (ii) pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; (iii) petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan; dan/atau; (iv) petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah.
Sedangkan menurut yurisprudensi MK dalam putusan terkait Pilkada putaran II Provinsi Jawa Timur, selain yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008, pemungutan suara ulang bisa dilakukan apabila terjadi pelanggaran berikut: (i) lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda; dan/atau (ii) lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara di TPS.
Putusan MK baik tidak dapat diterima, mengabulkan, maupun menolak harus menjunjung tinggi hukum dan rasa keadilan Masyarakat. Putusan MK pada akhirnya akan menentukan legitimasi hasil pemilu legislatif. (HH)