Bawaslu dan IMO Desak KPU Tidak Pilih Perusahaan Bermasalah

Kamis, 21 Mei 2009 , 15:53:17 WIB
Bawaslu dan IMO Desak KPU Tidak Pilih Perusahaan Bermasalah

Jakarta, Kami 21 Mei 2009

Bawaslu-Jakarta, Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tinggal 49 hari. Pengadaan logistik Pilpres harus diawasi agar tidak menimbulkan permasalahan yang merugikan hak pilih masyarakat serta mencederai Pilpres.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama Independent Monitoring Organization (IMO) meminta kepada KPU melakukan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan penyedia logistik yang dimenangkan KPU dalam Pemilu Legislatif kemarin. Sebab, perusahaan-perusahaan yang dimenangkan KPU dalam Pemilu Legislatif kemarin terbukti bermasalah karena tidak mampu menyediakan logistik Pemilu sesuai tenggat waktu yang disepakati.

“Agar tidak terjadi keterlambatan logistik Pemilu, KPU diminta untuk tidak menyertakan kembali perusahaan-perusahan bermasalah tersebut dalam lelang pengadaan logistik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,” tegas Agustiani Tio Fredelina Sitorus kepada pers di Kantor Bawaslu Jl. MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat.

Di sisi lain, KPU juga diminta untuk konsisten terhadap peraturan yang dibuat khususnya dalam hal pengadaan logistik Pemilu. Untuk itulah, akses informasi terhadap dokumen lelang harus dibuka seluas-luasnya kepada publik.

Sementara itu Arif Nur Alam dari IMO mengatakan, KPU juga harus segera menetapkan DPT nasional agar ada kejelasan basis pengadaan surat suara. Guna menjamin tidak adanya kebocoran surat suara, maka pengamanan tempat pencetakan juga harus dibuat memadai.

“Kami menilai, dalam Pemilu Legislatif kemarin pengamanan surat suaranya kurang memadai. Hal seperti itu tidak boleh terjadi dalam pengadaan logistik Pilpres nanti,” jelas Arif Nur Alam.

Berdasarkan evaluasi dari Bawaslu dan IMO, tender pengadaan logistik Pemilu Legislatif 2009 lalu menyisakan sejumlah masalah mulai dari proses pelelangan, produksi, pengiriman, serta distribusi.

Dari aspek pelelangan diketahui, adanya perubahan DPT yang membuat basis pelelangan bermasalah terkait data mana yang akan digunakan oleh KPU. Sebelumnya terdapat 2 versi SK. KPU juga tidak melakukan Prakualifikasi Tender untuk menguji kelayakan perusahaan peserta tender padahal ketentuan Prakualifikasi Tender itu diatur dalam Keppres 80/2003. Selain itu dokumen lelang juga sulit diakses publik.

Produksi logistik Pemilu juga bermasalah. Berdasarkan temuan Bawaslu, kualitas dan kuantitas surat suara tidak sesuai. Di berbagai wilayah juga diketahui ada surat suara yang rusak dan jumlahnya kurang. Jenis kerusakan surat suara ini juga beragam.

“Kualitas surat suara yang tidak memadai ini disebabkan pencetakannya disub-kontrakkan. Lalu diketahui juga kapasitas mesin yang digunakan tidak sebanding dengan beban yang harus diproduksi,” jelas Arif Nur Alam.

Guna mencegah adanya keterlambatan pengiriman logistik Pemilu, KPU disarankan untuk melakukan tender pengadaan logistik Pilpres ke perusahaan yang disesuaikan dengan zona distribusinya.

Dari sisi pengiriman, Bawaslu dan IMO menemukan adanya keterlambatan distribusi logistik dari perusahaan ke kab/kota

Sesuai prinsipnya, distribusii logistik Pemilu harus memenuhi unsur tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Namun dalam Pemilu Legislatif lalu, diketahui adanya: - Keterlambatan distribusi dari kab/kota ke struktur di bawahnya (PPK, PPS) - Adanya surat suara yang tertukar - KPU dinilai terlalu permisif kepada perusahaan dalam hal waktu distribusi. Dalam Pemilu Legislatif lalu terjadi 2 kali revisi yakni: Dari H-30 menjadi H-21 dan H-15.

 

Sumber: Humas Bawaslu