Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu

Sabtu, 23 Mei 2009 , 15:26:15 WIB
Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu

 

Seperti diketahui, pelanggaran administrasi pemilu yang diterima pengawas pemilu di seluruh jenjang kepada KPU di seluruh jenjang pula. Berdasarkan hasil evaluasi sementara yang dilakukan Bawaslu terhadap proses penegakan hukum dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009, terungkap sejumlah catatan penting baik yang langsung dihadapi oleh jajaran Pengawas Pemilu maupun para pihak lainnya, dalam menangani pelanggaran-pelanggaran pemilu.

? Terlalu luasnya cakupan serta ketidakjelasan kualifikasi dan sanksi bagi pelanggarnya Pada pasal 248 UU 10 Tahun 2008 ditegaskan bahwa pelanggaran administrasi pemilu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UUU ini yang bukan merupakan di luar ketentuan tindak pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU. Dengan pengertian ini, maka sebenarnya lingkup pelanggaran administrasi pemilu adalah amat luas. Seperti yang bisa dipelajari baik dari ketentuan UU No. 10 Tahun 2008 maupun setiap peraturan KPU, sebagian besar di antaranya tidak ada ketentuan sanksi.

Salah satu contoh saja, pada waktu pengawas pemilu menerima laporan terkait dengan anggota PPS yang tidak mengumumkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan dinyatakan sebagai pelanggaran, namun peneraan sanksinya tidak ada.

Demikian halnya ketika KPU serta sejumlah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melanggar Peraturan KPU No. 20 tahun 2008, yakni tidak mengumumkan DCS anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan mencantumkan pas foto terbaru dari calon bersangkutan hingga tanggal 6 Oktober 2008, pengawas pemilu dibuat hilang elan vitalnya. Demikian pula pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah PPK yang bila tidak memberikan salinan sertifikat rekapitulasi hasil perolehan suara kepada saksi dan/atau Pengawas Pemilu.

Dengan tidak terdapatnya sanksi terhadap pelanggar administrasi pemilu seperti digambarkan di atas, maka acapkali jajaran pengawas pemilu di setiap jenjang “kejar-kejar” sang pelapor, karena mereka mengira bahwa pengawas pemilu tidak atau belum menindaklanjiti pelanggaran yang telah mereka laporkan.

? Acapkali terlambat diterbitkannya pengaturan tahapan pemilu Pada pasal 249 jo pasal 251 UU 10 Tahun 2008 dinyatakan bahwa pelanggaran administrasi Pemilu diselesaikan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota berdasarkan laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya, berdasarkan tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu yang diatur dalam peraturan KPU.

Kendatipun pelanggaran administrasi yang diteruskan oleh jajaran pengawas Pemilu adalah pelanggaran yang secara formal dapat diselesaikan, namun tindak-lanjut penyelesaian di jajaran KPU tidak jelas. Kalaupun ada yang diselesaikan, biasanya Pengawas Pemilu sudah berulang-kali menanyakannya kepada jajaran KPU, baik secara formal melalui surat maupun secara informal dengan cara lisan.

Ketidakjelasan nasib tindak-lanjut penanganan pelanggaran administrasi tersebut memang sangat mudah dipahami. Sebab, meskipun sudah banyak laporan administrasi yang diteruskan kepada jajaran KPU, namun KPU baru menerbitkan Pedoman Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu pada 30 Desember 2008 melalui Peraturan KPU No. 44 Tahun 2008. ? Salah dalam menafsirkan atau mengimplementasikan UU Secara tegas dinyatakan pada pasal 250 UU 10 Tahun 2008 bahwa KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota.

Kurang tepat bila ketentuan diterapkan di lapangan. Selain karena sejak awal KPU terkesan kurang serius menyelesaikan laporan pelanggaran administrasi, juga ternyata KPU tidak tepat dalam menerjemahkan ketentuan pasal 250 UU 10 Tahun 2008 dalam Peraturan KPU 44 Tahun 2008.

Pada pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 dinyatakan bahwa KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memeriksa pelanggaran administrasi Pemilu dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan dari Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

Berikutnya, bahwa pasal 17 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008 dinyatakan bahwa KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota mengambil keputusan hukum terhadap pelanggaran administrasi Pemilu tersebut sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah dokumen pelanggaran diterima dari Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota.

Pada akhirnya KPU memang memperbaiki kekeliruan tersebut, namun langkah ini baru dilakukannya setelah dua setengah bulan kemudian, yaitu pada 18 Maret 2009 melalui Peraturan KPU No. 20 Tahun 2009.

? Kecenderungan abaikan tindak lanjut pelanggaran Sejak awal jajaran penyelenggara Pemilu memang cenderung mengabaikan pelanggaran administrasi pemilu. Salah satu buktinya adalah terlambatnya peraturan tentang tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi diterbitkan dan masalah sebagaimana diuraikan pada huruf b dan c di atas. Sikap mengesampingkan ini masih berlanjut hingga pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Sekadar contoh. Pada saat terjadinya surat suara tertukar pada hari pemungutan dan penghitungan suara, Pengawas Pemilu di Sulawesi Barat, Jawa Tengah, Aceh, Lampung, serta sejumlah pengawas lainnya, akhirnya sesuai tugas dan wewenangnya, pengawas pemilu merekomendasikan kepada jajaran KPU sesuai jenjang untuk melakukan pemungutan suara ulang.

Namun kebanyakan rekomendasi tersebut ditolak secara sepihak oleh KPU dengan alasan teknis yakni keterbatasan logistik serta batasan waktu yang tidak memungkinkannya lagi untuk dilakukan. Sikap KPU di sejumlah daerah ini menggambarkan sikap dan tindakan pengabaian tindak lanjut pelanggaran yang dilakukan penyelenggaran Pemilu. Akibatnya, substansi penyelenggaraan Pemilu, yaitu untuk menyelamatkan dan menjaga kemurnian suara pemilih, diabaikan atau terabaikan.

Secara umum penanganan pelanggaran administratif Pemilu dapat disimpulkan tidak menaati ketentuan pasal 250 UU No. 10 Tahun 2008. Tidak jarang Pengawas Pemilu harus bolak-balik mengkonfirmasi dan menanyakan kepada KPU/D tentang status penanganan pelanggaran administrati yang telah diteruskannya oleh Pengawas Pemilu kepada KPU sesuai jenjang. ***