Wawancara Ketua Bawaslu dengan Koran Jakarta Minggu, 12 Juli 2009

Senin, 13 Juli 2009 , 09:50:26 WIB
Wawancara Ketua Bawaslu dengan Koran Jakarta Minggu, 12 Juli 2009

nhs-koran-jkt-edisi-minggu-7-juli-20091

 

" Nur Hidayat Sardini " Minggu, 12 Juli 2009 00:57 WIB Posting by : ega

Ketua bawaslu mengungkap iklan politik yang jor-joran dengan mudah bisa dilihat tidak sesuai dengan laporan awal dana kampanye dan soal pelanggaran pemilu yang hampir semuanya “masih diproses.”

Ini kedua kalinya kami menampilkan Nur Hidayat Sardini di rubrik ini. Sebelumnya, menjelang pemilihan legislatif lalu kami juga melakukan tanya jawab panjang dengan Hidayat yang bertahan di kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) di Jl Thamrin, Jakarta sampai subuh. Ketika seluruh pendukung dan peserta pilpres harap-harap mengikuti pengumuman quick count, Bawaslu justru mengumpulkan tabulasinya sendiri: pelanggaran pemilu.

Nur Hidayat menganalogikan lembaganya seperti hakim garis pada pertandingan sepakbola. Tugas mereka mengangkat bendera ketika terjadi pelanggaran. Wasitnya Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Meskipun bendera dikibarkan ribuan kali namun jika pemegang peluitnya tidak tahu atau tidak mau tahu, bisa mati berdiri hakim garisnya,” kata Hidayat.

Berikut petikan wawancara Hidayat dengan Teguh Nugroho, Kristian Ginting, Rangga Prakoso dan Agus Triyono pada 10 Juli lalu:

Soal pelanggaran dana kampanye? Itu sedang kita adakan kajiannya.

Banyak pelanggarannya? Saat ini saya tidak akan ungkap. Ada dana asing yang masuk ke orang ini, ini dan ini (off the record).

Berapa banyak? Nanti sajalah. Tidak hanya peserta pemilu. Kami juga menyelidiki indikasi keterlibatan penyelenggara pemilu (off the record). Kami sedang selidiki aliran-aliran itu, ada di sejumlah daerah. Penyelenggara ada dua, pengawas dan KPU. Saya tidak mau menjelaskan yang mana. Tapi kami juga sedang meneliti anggota panwas juga.

Tapi itu pada pemilihan legislatif lalu? Tapi menurut UU No. 20 tidak ada batasan waktu.

Kalau pelanggaran pilpres, berapa hari sebelum pelaksanaan? Nantilah, tiba saatnya akan kami beri tahu. KPU dan Bawaslu punya komitmen, itu bersifat rahasia. Nanti tiba saatnyalah, percaya sama saya.

Disebutkan ada dana asing masuk sampai ratusan juta dollar? Itu kan atas permintaan kami. Memang ada yang diberikan, dan ada juga berdasarkan permintaan kami.

PPATK mengatakan kalau Bawaslu kurang memberikan informasi? Itu kan kemarin kurang detail karena kami harus memberi nomor rekening. Mana ada orang yang mau memberikan nomor rekening kan? Akhirnya dikompromikan: nama, tempat tanggal lahir. Kalau pun ada soal identitas, yang spesifik, itu sudah kami sepakati. Saya ada pertemuan dengan ketua PPATK di sekitar seminggu yang lalu.

Berapa nama yang diminta untuk diawasi oleh PPATK? Kami belum terima datanya. Kan ada prosesnya. Begitu ada nama beserta sumbangannya. Nah kami cari yang aneh dan investigasi bersama ICW.

Yang namanya itu terkait SBY, Mega atau JK? Jangan menuduh. Terlalu cepat untuk ke arah sana dan belum tentu pula kita temukan apa yang kami curigai.

Jadi pengusutannya bagaimana? Kami sedang menyusun rencana audit investigasi dengan ICW terhadap nama-nama yang ditengarai sebagai penyumbang itu. Pada saat pileg lalu itu terlambat. Memang ICW sudah mengeluarkan hasil investigasinya, namun masih sangat umum. ICW kami gandeng karena mereka punya pengalaman. Baik pada waktu tidak ada pemilu, apalagi pada pemilu 2004 mereka bagus. Kami mau ada semacam tim bersama. Kami merencanakan pelatihan bagi pengawas. Tapi ini kan hanya satu putaran, tidak cukup waktu, jadi hanya untuk beberapa provinsi yang potensial terjadi pelanggaran itu. Karena penyumbang kan ribuan. Tentu kami tidak memberi perlakuan yang berbeda, tapi paling tidak dalam segi pengawasan dimungkinkan adanya penemuan dengan cara-cara strategis. Kalau semuanya masih tidak mungkin. Kalau penyumbang yang jelas saya rasa tidak usah diinvestigasi.

Bawaslu kok seperti ikut dalam euforia pemilu sudah selesai dalam satu putaran? Tidak juga. Itu wilayah politik. Saya dan kawan-kawan di sini tidak pernah menyatakan pemilu sudah selesai atau tidak. Tapi kenyataannya juga ini masih berlangsung, ada temuan tetap kami tindak lanjuti. Laporan masuk juga kami tindak lanjuti. Bagi pengawas tidak boleh menyatakan pemilu itu sudah selesai, sebelum selesai tahapan akhir yaitu pengambilan sumpah janji presiden/wapres terpilih. Kalau KPU menyatakan penetapan hasil pemilu itu sudah selesai, kami tinggal ikut saja. Yang berhak untuk menyatakan itu kan KPU. Memang ada pikiran yang berkembang di masyarakat pemilu cuma satu putaran.

Bawaslu benar menghitung belanja peserta pemilu? Artinya dana yang mereka laporkan sangat sedikit dibandingkan kenyataan? Data-datanya kan belum ada. Kami sedang minta ke KPU. Jadi begini saja, iklan yang mereka lakukan setiap hari, setiap saat kan sangat deras. Bahkan iklan produk sampo yang frekuensinya tinggi pun kalah banyak dengan iklan politik peserta pemilu, tapi laporan dana kampanyenya lebih sedikit. Tidak masuk akal. Bisa dihitung dengan sederhana saja, tidak perlu menjadi seorang akuntan. Misalnya satu slot berapa dan berapa banyak iklan itu dalam sehari termasuk penayangan pada prime time. Terlalu sedikit kalau dibandingkan laporan dana kampanye, maka itu kami kejar lagi.

Kalau berbeda apa yang bisa dilakukan oleh Bawaslu? Dari pengalaman yang lalu tidak berdampak apa-apa? Ada dua hal yang mungkin dilakukan. Standar kualifikasi pelanggaran itu kan ada dua, apakah administrasi atau pidananya. Kami lihat dari hasil kajiannya. Memang tergantung keberanian KPU juga. Tinggal uji nyali KPU saja. Buat kami tidak ada niat untuk menjerumuskan orang. Tapi buat kami yang prinsip adalah yang ada jangan ditiadakan dan yang tidak ada jangan diada-adakan.

Jadi tidak berharap pada audit akuntan publik? Bukan begitu. Yang penting begitu tercium, langsung kami investigasi. Saya berharap benar kita punya kejujuran terkait penyelenggaran pemilu. Karena apapun pemilu itu tidak bisa dilepaskan dari kebersihan proses sehingga hasilnya juga bisa dipertanggungjawabkan.

Berkaitan dengan quick count, sebelum hari pemilihan, sudah terjadi upaya mempengaruh dengan menyebut pemenang nomor urut dua? KPI menegur itu. Kami langsung melapor ke KPU dan mengidentifikasi itu sebagai pelanggaran. Quick count tidak termasuk pengecualian dari keputusan MK yang tidak membolehkan pasang iklan, pasang berita di media massa.

Ada kasus di Tangerang, saksi peserta nomor urut dua sudah menandatangani hasil penghitungan suara sebelum mencontreng? Pada waktu itu say langsung telepon ketua Panwas Banten (Taufik). Itu sudah jelas pelanggarannya, baik administrasi maupun pidananya.

Ketika tim SBY melaporkan Mega-Pro, Bawaslu sigap menanggapi. Apakah Bawaslu juga akan sesigap itu menanggapi laporan tim Mega-Pro terhadap SBY? Dan kapan dipanggil? Iya, kami kan punya tiga hari. Sedang didalami kasusnya, alat buktinya sedang dikumpulkan. Cuma itu saja, soal telekonferensi. Tentu nanti penelusurannya pada duduk perkara sebenarnya. Sejauh mana kadar tendensi pelanggarannya, harus dibuktikan dulu. Empat tim kami bekerja secara paralel.

Ketika Bawaslu memanggil, SBY seharusnya datang? Begini, saya bersama kawan-kawan di sini sangat menghargai mereka yang beritikad baik. Karena menganggap perlu untuk klarifikasi agar berimbang dari dua sisi, maka kami mengirimkan undangan untuk dimintai keterangan tambahan. Hal yang sama diharapkan dari pihak yang lain. Dan Bu Mega, bukan satu-satunya figur yang datang ke sini karena banyak juga menteri yang pernah datang, termasuk juga Ketua DPR. Kami tetap memperlakukan mereka sebagai tamu yang kami undang secara protokoler. Ketika kami undang kemudian datang, itu kami nilai sebagai niat baik untuk menegakkan aturan, apapun kondisinya.

Kalau JK sudah ada dilaporkan? Itu saya tidak mau berkomentar. Memang saat ini belum ada laporannya. Tapi kasus Andi Malarangeng yang di Sulawesi sudah dilaporkan ke Kepolisian. Bawaslu hanya lembaga puncak pengawasan saja kan. Di daerah-daerah jalan terus. Misalnya kasus pencontrengan ganda. Itu ada sekitar 27 kasus, sedang dikerjakan oleh Panwas masing-masing daerah.

Undang mengundang, datang atau tidak datang jadi sangat bermakna politis. Tapi kami tetap saja harus mengklarifikasi bila ada laporan. Beda dengan temuan. Untuk laporan dipastikan harus klarifikasi untuk mendapatkan keterangan atau materi yang berimbang. Tidak mungkin kami meniadakan fungsi keseimbangan dari sumber-sumber sehingga bisa kami dudukkan persoalan yang sebenarnya. Syukur-syukur penyidik akan menyerahkan ke kejaksaan dan diteruskan ke pengadilan. Di situlah dibuktikan.

SBY tidak datang? Kami tidak bisa berkomentar lebih jauh. Tetapi polanya sama. Laporan kami kaji untuk memastikan memenuhi unsur atau tidak. Dari situ hasil klarifikasi akan menjelaskan. Itukan salah satu alat bukti. Dan kemudian hasil kajian unsurnya bagaimana.

Apakah benar lembaga pemantau lain mendapat dana dari Bawaslu? Dalam APBN yang sudah disetujui DPR dan pemerintah ada anggaran pengawasan pemilu partisipatif. Partisipatif itu dikonotasi sebagai membuka peluang bagi keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan. Istilah kami adalah kami tempatkan sebagai mitra pengawas pemilu di lapangan. Dalam pileg kami terjunkan 6500 orang. Satu TPS untuk satu orang berarti ada 6500 TPS. Kami minta pada panwas propinsi untuk merekap daerah mana yang rawan dan membutuhkan relawan tadi yang ditempatkan di lapangan. Jumlah TPS pada pilpres 451.182 TPS. Sementara pengawas pemilu lapangan 76.749 orang. Berarti satu orang harus mengawasi rata-rata 6 TPS. Itu angka nasional. Belum tentu sama dengan provinsi. Tugas mereka berat, mengawasi perlengkapan pemilu dan pendistribusiannya. Mengawasi apakah TPS itu sudah terpasang DPT. Mengawasi pergerakan surat suara dari TPS ke PPK.

Biayanya? Bisa ditanyakan ke bagian kesekretariatan. Ada 17 lembaga pemantau seperti IPC, KIPP, Komite Pemilih Indonesia, Migrant Care.

Lembaga itu kan juga di bawah KPU? Oleh sebab itu, mereka kami tempatkan sebagai mitra pengawas di lapangan.

Pengawas banyak tapi banyak juga kekacauan? Kekacauan tidak ada hubungannya dengan soal itu. Kalau TPS dipantau maka mereka akan segan karena mereka merasa diawasi. Sama halnya dengan lalu lintas. Kalau ada polisi di jalan maka pengendara patuh. Sebaliknya kalau polisi tidak nongkrong di situ, pelanggaran bisa saja terjadi.

Apakah pasangan capres/cawapres ini tidak menempatkan saksi di daerah-daerah? Ada sebagian laporan dari pengawas pemilu lapangan (TPS). Sebagian di antaranya tidak mendelegasikan itu kepada saksi di lapangan. Ada sebagian juga umumnya daerah perkotaan ada yang diisi. Tapi kalau daerah yang agak lebih jauh memang banyak yang tidak diisi. Jumlahnya memang sedang kami hitung. Itu memang kewenangan internal pasangan calon, saya kira tidak dihalang-halangi soal saksi ini. Di daerah luar Jawa yang banyak tidak terisi.

Biodata Nama : Nur Hidayat Sardini Tempat, tgl lahir: Pekalongan, 10 Oktober 1969

Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah (MIS) Kertoharjo Buaran Pekalongan (1977-1982) SMP Islam Simbang Wetan Buaran Pekalongan (1983-1986) SMA Negeri 2 Kota Pekalongan 1986-1989 S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Diponegoro (Undip), Semarang 1989-1996 S2 Jurusan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana (PPS) Universitas Indonesia (UI), Jakarta 2001-2004

Pekerjaan Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang (1997) Pendiri dan Sekretaris lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, PERLUDEM (2004) Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu) Provinsi Jawa Tengah (2003-2004) Tenaga Ahli DPR RI (2002-2003) Ketua Bawaslu RI (2007)