Saksi Capres Persoalkan DPT

Kamis, 23 Juli 2009 , 13:02:38 WIB
Saksi Capres Persoalkan DPT

Media: Koran Seputar Indonesia Hari: Kamis, 23 July 2009

Saksi pasangan calon presiden-wakil presiden terus mempersoalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak disosialisasikan kepada peserta pemilu presiden.

Saksi pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla-Wiranto, Chairuman Harahap, mempertanyakan perubahan DPT sampai dua kali.Bahkan, perubahan tersebut dinilai tidak transparan, terutama pada DPT yang dirilis 6 Juli atau dua hari menjelang pencontrengan. ?DPT pilpres Riau berbeda dengan data yang dimiliki pasangan JK-Wiranto,?tandasnya di sela-sela rekap suara di Gedung KPU,Jakarta,kemarin. Dia mengaku mendapatkan soft copyDPT Riau yang jumlahnya 2.577.932.

Namun, berdasarkan DPT dari KPU Riau, jumlahnya 3.647.420. Karena jumlah yang berbeda tersebut, pihaknya mempertanyakan DPT terakhir yang ditetapkan KPU. ?Ternyata ada yang ditetapkan tanggal 6 Juli dan ternyata data tersebut ada yang tidak bisa kita akses, bahkan data soft copy yang diberikan pada 7 Juli adalah DPT per 31 Mei 2009,?ungkapnya. Menurut Chairuman,data yang diberikan KPU saat 6 dan 7 Juli 2009 untuk disisir adalah data lama, yakni DPT per 31 Mei 2009. Menurutnya, hal itu sangat aneh karena DPT sudah diperbarui sampai dua kali.

Abdul Hafiz Anshary pun mengakui bahwa data yang disisir tim Mega-Prabowo dan JKWiranto pada 6 dan 7 Juli adalah DPT per 31 Mei. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan DPT pertama kali ditetapkan pada 31 Mei 2009. Kemudian perubahan pertama dilakukan pada 8 Juni 2009 dan perubahan kedua pada 6 Juli 2009. ?Kami sebenarnya tidak akan mengubah DPT yang ditetapkan 31 Mei, tapi dari masyarakat mengatakan bahwa ada banyak yang tidak terdaftar, bahkan ada yang mengatakan sampai 49 juta,? kata Hafiz.

Dia mengakui perubahan DPT terakhir pada 6 Juli 2009.Namun, dia mengakui KPU melakukan perapian DPT setelah tanggal 6 hingga 8 Juli 2009. ?Malam itu (6 Juli) merampungkan,itu pun baru keputusan,tapi perapian tanggal 7 Juli,?imbuhnya. Anggota KPU Andi Nurpati mengatakan,kewajiban KPU pada saksi adalah memberikan DPT di tingkat tempat pemungutan suara (TPS).?Jadi kewajiban kita hanya menyerahkan DPT pada saksi dan panwas di tingkat TPS,?katanya.

Sebelumnya, permasalahan DPT terus menjadi polemik baik saat pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Saat pemilu legislatif diduga banyak pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak masuk DPT. Bahkan, karena kasus tersebut DPR mengajukan hak angket pada pemerintah terkait dugaan karut-marut DPT pemilu legislatif. Kemudian, saat pemungutan suara pilpres tinggal 3 hari, tim pasangan Mega-Prabowo dan JKWiranto mengaku masih menemukan banyak DPT yang bermasalah.

Akhirnya pada 6 Juli 2009, dua pasangan tersebut mendatangi KPU untuk meminta penjelasan tentang DPT. Akhirnya, pihak KPU bekerja sama dengan dua pasangan tersebut menyisir DPT di pulau Jawa selama 2 hari. Dari penyisiran tersebut ada jutaan pemilih yang diduga kuat ganda. Sebab, masih banyak pemilih yang diduga terdaftar 2 kali. Selain itu, pada 6 Juli 2009,MK juga memutuskan uji materiil UU 42/2008 tentang pilpres yang terkait DPT.

MK memutuskan pemilih yang tidak terdaftar di DPT dapat menggunakan hak pilihnya. Caranya, dengan menunjukkan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengatakan,Bawaslu akan segera menyelidiki perubahan DPT yang dilakukan KPU menjelang pemungutan suara. Sebab, perubahan DPT tersebut diduga tidak diketahui saksi pasangan calon dan Bawaslu. Penyelidikan itu, juga untuk memastikan perubahan DPT itu benar-benar atas rekomendasi dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di daerah.

?Tentu akan kami selidiki untuk memastikan apakah pengubahan DPT yang dilakukan itu sudah benar prosedurnya atau tidak,?kata Ketua Bawaslu di selasela rekapitulasi nasional hasil pilpres di Gedung KPU kemarin. Nur Hidayat mengatakan, pihaknya segera melakukan cek silang ke Panwaslu untuk memastikan adanya rekomendasi ke KPU atas perubahan DPT itu. Alasannya,perubahan DPT pascapenetapan bisa dilakukan sejauh ada rekomendasi dari Panwaslu.

Dia tidak segan untuk membina jajarannya di daerah jika ada yang menyalahi prosedur dalam pemberian rekomendasi ke KPU. Menurut dia , tidak menutup kemungkinan KPU melakukan pelanggaran administratif dalam perubahan DPT itu.Ketika ditanya apakah ada pelanggaran pidana, Nur Hidayat belum bisa memastikan. ?Namun, sudah jelas bahwa pencetakan surat suara yang tidak sesuai DPT merupakan tindak pidana pemilu,?katanya.

Dia menambahkan,perubahan DPT juga erat kaitannya dengan surat suara. Sebab, surat suara harus disediakan berdasarkan jumlah DPT. Sementara itu, anggota KPU Andi Nurpati, mengatakan, setiap ada perubahan DPT setelah adanya penetapan, KPU selalu mendapat rekomendasi dari Panwaslu di daerah.?Contohnya,DPT untuk Provinsi Riau ada perubahan karena kami mendapat rekomendasi dari Panwaslu Siak,? katanya.

Mengenai perubahan DPT yang dilakukan menjelang pemungutan suara, Andi menjelaskan, KPU wajib menindaklanjuti rekomendasi dari Panwaslu. ?Nah, rekomendasi dari Panwaslu itu tidak ditentukan waktunya kapan, jadi bisa dimungkinkan ada rekomendasi yang diterima KPU meski sudah dekat pemungutan suara,? kata Andi menjelaskan. (kholil)