Ketua Bawaslu: Merayakan Lebaran 1430 H, Hari Ke-2 di Kota Pekalongan

Senin, 21 September 2009 , 21:45:21 WIB
Ketua Bawaslu: Merayakan Lebaran 1430 H, Hari Ke-2 di Kota Pekalongan

Semilir angin sejuk dingin menembus tulang. Pagi ini saya rasakan berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Kemarin dan hari-hari yang lalu saya selalu berada di luar kota atau di luar pulau. Tapi pagi kali ini rasanya sangat nyaman. Pagi ini saya bangun di rumah sendiri. Terasa lebih “ayem tentrem”.

Hawa dingin masih terasa di sini. Bahkan terkadang kabut masih turun di Tembalang : tempat saya tinggal kini. Pagi ini kami bersiap silaturahmi ke keluarga besar : di Kesesi Pekalongan. Arisan keluarga yang sudah berumur 24 tahun.

Suatu tradisi baik, yang patut dirayakan serta dilestarikan. Tidaklah mudah mewarisi suatu tradisi yang boleh jadi menjemukan bagi generasi kini. Tapi bagi 300-an anggota bani kami tidak demikian. Warisan leluhur yang baik-baik tetap dijaga. Kami tahu bahwa acara ini tidak boleh hanya sekadar jadi rutinitas. Harus bisa memberi makna dalam hidup kami: Keluarga Besar Bani Tarwan, Pekalongan !

Kebersamaan itu yang ingin kami jaga. Kami anak, cucu, bahkan anaknya cucu, sudah sepakat menjaga dan melanggengkan tradisi itu. Kami tahu bahwa di antara keluarga besar Bani Tarwan tadi belakangan tersegmentasi dalam beragam latar belakang politik, profesi, ekonomi, geografis, dll.

Justru itu yng membuat paguyuban ini harus pintar2 dalam membawa diri. Karena dari latar belakang politik saja merka sebagian di antaranya sebagai tim sukses dalam Pilpres, Pileg, bahkan Pilkades.

Kalau bicara dukung-mendukung di paguyuban ini maka sudah bubar sejak lama. Haram bicara power block di forum ini. Memang harus ada kesadaran tinggi. Dan, warga kami yang kami banggakan itu luar biasa besarnya. Jarang-jarang keluarga dengan anggota sebanyak itu bisa tetap bersua secara rutin !

Berkumpul dengan sanak kadang tentu membawa kegembiraan bagi semuanya. Acara kali ini digelar pada anak tertua keluarga Bani Tarwan. Namanya (sebut saja) YK. Prosesi acara sih biasa saja, khas kampung.

Diawali dengan doa bersama atau tahlilan. Doa ini dimaksudkan sebagai ikhtiar yang ditujukan kepada para leluhur, orang tua atau anggota keluarga kami yang sudah mendahului kami, mendapat kirimn doa. Khusu' terlihat di antara semua yang hadir. Wajah-wajah mereka yang polos. Doa ikhlas orang-orang baik, tanpa kiblat politik. Bersahaja !

| Di antara ratusan anggota keluarga kami, saya yang dinilai "paling sukses". Saya suka sedih bila mereka mengatakan begitu. Ukuran meraka amat sederhana, karena kata mereka, paling sering muncul di televisi.

Mereka rupanya sering melihat saya di layar kaca. Saya jadi grogi, nervous. Tapi menikmati sj. Saya menceritakan kepada mereka, bagaimana saya lari tunggang langgang saat kami keluar dari Gedung KPU di saat terjadigempa Tasikmalaya tempo hari. Mereka mengkhawatirkan saya keselamatan kala itu. Untunglah mereka mendapati saya segar-bugar. Buktinya saya masih berada di tengah-tengah mereka sekarang ini.

Mereka juga melihat saya saat "mempolisikan" sejumlah tokoh dalam kampanye Pilpres yang lalu. Ada yg heran mengapa mereka bisa dipolisikan. Saya jelaskan apa adanya. Paham tidak paham, tugas mengedukasi saya kepada mereka sudah saya tunaikan. Bahwa Bawaslu di mata mereka terlihat garang. Tidak peduli apakah orng besar atau sebaliknya, dugaan kasus pelanggaran tetap diproses. Betapun saya ingin silaturami ini keluar dari urusan-urusan politik. Saya hanya menjawab apa yang mereka tanyakan

Dari semua saudara saya satu inang dari Bapak, dengan anak keturunannya, dilihat dari profesinya, sebagian besar bertani, tani penyewa, atau buruh tani. Musim tanam tahun ini agak kurang menggembirakan.

Mereka lapor ke saya, betapa ganasnya hamatikus. Pupuk pernah mereka ungkapkan setahun yang lalu, yang katanya mahal. Kalaupun ada, belum tentu mereka bisa menjangkau. Karena mahalnya harga.

Kali ini tikus jadi musuh mereka. Berbagai upaya telah mereka lakukan. Dari cara teknikal dibom api ke sarang-sarangnya, dengan memperbanyk predator seperti kucing, sampai ke cara-cara spiritual.

Kucing juga mereka keluhkan karena lebih "manja". Tikus sekarang tidak lagi takut dengan kucing, sebagian malah lari kalau kepergok tikus. Secara spiritual para petani juga sudah lakukan. Cara ini baik dengan berdoa secara syariat, juga dengan cara magic. Musim tanam ini bukan musim panen mereka. Saya terdiam terpaku mendengarkan keluhan mereka. Ketua Bawaslu jadi pendengar yang baik, tapi maaf saya tidak punya jalan keluar cespleng.

Satu-satunya yang saya janjikan, saya akan saya salurkan ke pihak terkait. Moga Menteri Pertanian sempet baca tulisan ini. Mari tunjukkan bahwa negeri adalah agraris. Bagamana Pak Menteri? Tabik ! (tenang Pak, Mba Dio atur supaya Pak Anton Baca website ini)

Bila sebagian besar generasi pertama dan kedua bergerak di bidang pertanian, tidak demikian halnya dengan generasi ketiga dst. Lapisan generasi ini selain sebagai PNS, juga sebagai "mereka yang tidak jelas" dengan pekerjaan mereka.

Kata tidak jelas sengaja saya kutip dari perkataan orang-orang tua mereka. Mereka malah disebut "belum bekerja", karena bekerjanya masih serabutan. Mereka belum punya pegangan, dan istilah-istilah lain sejenis yang sebbnya kurang jelas. Saya tanya, kalau yang jelas itu pekerjaanya sebagai apa? Mereka jawab PNS atau di kantor. Pokoknya sejenis orang kantoran-lah. Oh !

Dari pertemuan keluarga besar, saya ziarah ke makam orang tua di kelurahan Kertoharjo, Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan. Seperti lazimnya tradisi, orang ziarah kubur di musim lebaran dilakukan H-1 atau pada pagi hari selepas sholat Id. Hanya karena pada 18 September hingga 1 Syawal masih berada di Bintan atau sedang dalam perjalanan Bintan-Jakarta-Semarang, akhirnya saya bisa lakukan pada 2 Syawal 1430 H ini.

Tidak mengapa karena demikianlah yang bisa dilakukan. Yang penting semuanya bisa dikerjakan sesuai tradisi yang baik, yang berbasis pada nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Sambil berdoa di makam orang tua, hanya rasa haru yang terkenang di benak. Betapa kalau diingat-ingat, kedua orang tua sayang ke anak-anaknya.

Sebagai pegawai Depag kelas bawah semangat mendoakan dan mendorong anak-anaknya bersekolah. Saya mengenang kebaikan-kebaikan beliau. Saya bermunajad dan berdoa,semoga Allah menempatkan selayak-layaknya di sisi-Nya. Amien !

Selesai silaturahmi dengan sanak sedulur baik di tempat kelahiran Bapak bersama keluarga besar Bani Tarwan serta sanak sedulur di Kota Pekalongan, memberi poin pelajaran. Khusus di kampung kanak-kanak saya, bertemu dengan teman-teman sepermainan semasa kecil. Banyak cerita dengan mereka.

Dengan para tetangga juga demikian. Di tempat kami, tidak sulit menjumpai kawan sepermainan bila sholat jamaah magrib. Di tempat ini pertemuan antarwarga sewaktu-waktu dapat digelar. Di mushola sebelah rumah persis, sudah biasa membicarakan hal-hal terkait dengan apa saja.

Apalagi musim lebaran ini, mereka yang datang dari kota (besar atau kecil) tempat mereka mencari nafkah, tidak sulit didapat. Semuanya mengenang masa kecil. Tidak akan habis-habisnya digali. Semuanya indah. Keasyikan ngobrol di mushola, sampai istri ingatkan saatnya untuk kembali ke Semarang. Besok ada rencana ke Yogya. Insya allah !

(Dio 21/9/09)