Ketua Bawaslu: Merayakan Lebaran 1430H di Kota Kijang, Kepulauan Riau (3)

Senin, 21 September 2009 , 00:32:39 WIB
Ketua Bawaslu: Merayakan Lebaran 1430H di Kota Kijang, Kepulauan Riau (3)

Hari Ahad, 20 September 2009 adalah 1 Syawal 1430 H. Umat muslim di Kota Kijang Bintan ini sama2 berangkat ke masjid. Mereka melaksanakan shalat Idul Fitri. Kami pun sudah siap sejak fajar menyingsing. Istri dan anak, serta keluarga besar istri, sudah bersiap diri sejak subuh. Saya ingat pelajaran waktu di madrasah dulu, disunahkan untuk makan barang sedikit sebelum shalat Ied. Selanjutnya kami naik mobil diantar oleh Bpk. Taher.

Kami menuju masjid "al-Jihad" di Kampung Budi Mulya, Batu 24 Bintan, sekitar satu kilo meter, tempat semalam kami membayar zakat fitrah. Gema takbir tendengar marak di antero kampung-kampung sekitar. Bersahut-sahutan. Langit cerah menambah semarak suasana lebaran kali ini. Sejak tiga hari turun hujan, pagi ini langit tersenyum sumringah memayungi umat muslim di sini berangkat ke masjid. Allah akbar 3x Walillahilham !

Sambil menyimak khatib yang tengah berkhutbah, saya amati jamaah shalat Ied, juga suasana sekeliling dan bentuk masjid. Sebagian jamaah berpakaian khas Melayu. Memakai celana panjang dibalut sarung terlipat separuh, dan berbaju koko. Sebagian besar lainnya berbusana koko dengan sarung atau celana panjang biasa.

Pecinya kebanyakan warna hitam alias songkok. Ragam bentuk masjid di Tanah Melayu ini dapat dijumpai hampir di pesisir pulau2 di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan pulau-pulau di Nusantara. Ada kubah dengan pucuk bulan bintang, undakan tingkat tiga, seterusnya berbentuk bujur sangkar, dengan lengkung-lengking berjumlah empat, lima, atau disesuaikan dengan garis meter tiap sisi masing-masing bujur sangkar tadi. Ini khas prototipe Melayu. Coba bandingkan dg masjid-masjid Jawa, paling kurang Masjid Demak yang menjadi model masjid Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YABMP) gagasan dan marak era 1980-an atau 1990-an !

Khutbah Idul Fitri baru saja usai. Seperti biasa, saya tidak tertarik mendengar orang berkhutbah. Termasuk khotib di pulau ini. Kalau tidak menjadi syarat dan rukun syahnya ritual, seperti yang selalu saya ingat dari ustad waktu di madrasah dulu, tentu saya lebih suka ngobrol dengan Bpk. mertua yang nampak khusu' menyimak khutbah sejak awal.

Saya hanya tertarik dengan khutbah yang pernah dikhotibi oleh Prof Komaruddin Hidayat, pernah pula denger khatibnya Cak Nur (alm), dan beberapa kyai di kampung saya. Usainya khutbah, menandai usainya rangkaian shalat idul fitri tahun ini. Rasanya plong semuanya. Pulang ke rumah, sungkeman dengan mertua, kakak2 ipar, hingga menerima sungkeman dari istri dan anak. Saling bermaaf-maafan begini terasa indah. Semuanya jadi nol dosa. Insya allah !

Selesai bersalam-salaman, kami bersiap menuju ke Pelabuhan Sri Bintan Pura, Bintan. Kami akan kembali ke Jakarta selanjutnya ke Semarang. Pukul sembilan lebih sedikit kami tinggalkan rumah mertua. Rasa haru menyertai kami. Tampak lambaian tangan kakak-kakak ipar serta keponakan ipar membayang di pelupuk mata kami.

Rasa haru sstriku tentu lebih dalam lagi. Karena ia lahir dan besar di rumah ini. Pasti apa yang dirasakannya jauh lebih mendalam dari aku dan anakku. Sesampainya di pelabuhan, langsung saja penunjuk jalan kami (Pak Taher) menuju loket tiket. Kami langsung menuju kapal setelah mendapatkan tiket. Menunggu beberapa saat, kapal cepat Baruna Jaya yang kami tumpangi segera melaju. Saya tidak tahu berapa knot kapal ini memecah ombak. Yang jelas, pukul 11.30 kami sudah merapat di Pelabuhan Punggur, Batam.

Pelabuhan Telaga Punggur riuh oleh para calon penumpang. Mereka hendak menuju Bintan atau tiba dari Bintan seperti kami. Taksi menghadang kami, selanjutnya Kota Batam kami jelajahi. Kota ini ramai sekali. Taksi meluncur ke Bandara Hang Nadim. Setiba di bandara, check in, istirahat sebentar di lounge executive, kami langsung menuju pesawat.

Boarding 12.50 WIB menuju pesawat Garuda No GA153. Kami terbang pukul 13.15 ke Cengkareng Jakarta. Sepanjang perjalanan anak terlelap. Ada kesempatan untuk ngobrol asyik dengan istri. Jarang sekali saya bisa spt itu, berbicara panjang lebar, terutama sejak di Bawaslu. Alhamdulillah, kami landing dengan selamat di Bandara Soekarno-Hatta !

Ada rasa bangga bila mampu menghormati orang tua. Demikian yang dirasakan istri, saat diungkapkannya kepada saya. Sudah 6 tahun dia tak merayakan lebaran bersama orang tua, sanak kadang, dan orang sekampungnya. Dia berterima kasih karena diberi kesempatan untuk melakukannya.

Sambil menitikkan air mata, dia ungkapkan bagaimana hanya ayahanda satu-satunya yang masih ada, menyusul setahun yang lala ibunda wafat mendahului kami. Memang sejak kami menikah, praktis dia bersama suaminya ke mana pergi. Istri saya memang dikenal sangat dekat dengan ayahanda.

Dari empat bersaudara, dia satu-satunya perempuan. Saat kami menikah dulu, dia sangat diharapkan oleh mertua laki-laki untuk bisa tinggal di tempat kelahirannya. Namun ternyata dosennya telah meminangnya sebagai istrinya. Sebagai suami baru (waktu itu) saya diharapkan juga untuk tinggal dan bekerja di sana. Bahkan mertua sanggup mencarikan tempat berkarier yang baik di sekitar Bintan.

Saya menolaknya dengan halus kala itu. Alasan saya karena di Semarang saya sudah punya karier dan pekerjaan. Saya merasa tidak siap hidup di lingkungan yang baru. Diceritakan pula bahwa ayahanda tinggal seorang diri di rumah sejak ibu wafat. Juga sejak adiknya, kini bekerja di Singapura. Kakak-kakaknya yang lain di Batam dan satunya lagi di seberang pulau. Istri memikirkan bagaimana keseharian ayahanda.

Saya menyeka air matanya, sambil siap-siap turun pesawat karena burung besi yang kami tumpangi sudah landing di Cengkareng. "Jangan khawatir, Dik, Kakanda sanggup membahagiakan adik semampu2nya !", kataku sambil pegang tangan istriku, yang juga sedang mengandung adiknya Fairly!

Penerbangan Cengkareng ke Semarang masih harus menunggu lebih 2,5 jam lagi. Ada waktu cukup untnk santai sejenak di Garuda Lounge. Cuma kerena tiket kami kelas ekonomi, sementara yang punya GFF (Garuda Frequent Flyer) cuma aku seorang, akhirnya istri dan anak saya masukkan ke "Mandiri Visa Executive Lounge" dengan kartu kredit.

Kami berpisah menikmati fasilitas masing-masing. Ada yang lebih di Garuda, namun makanan yang enak di Mandiri. Bahkan di Mandiri ada fasilitas lebih banyak seperti area bermain anak-anak. Sangat cocok bagi anak seaktif Fairly, anakku. Kami sepakat pukul 17.15 keluar dari masing-masing lounge. Garuda GA 246 kami flight pukul 18.05 WIB.

Ada kabar buruk bagi perokok. Di Garuda Lounge (GL) bandara Cengkareng, smoking area akan ditiadakan. Tidak akan ada sama sekali smoking area. Saya sudah mengalaminya. Area favoritku adalah tempat merokok itu. Kata seorang staf yg sy kenal, itu memang kebijakan managemen Garuda.

Kebijakan itu serentak dengan renovasi GL yang dimulai sejak bulan-bulan terakhir. Kelak mulai Oktober 2009, pengelolaan GL ini akan ditangani oleh internal management: Aviation Catering Service (ACS). Wah, benar-benar langkah yng akan dipuji antirokok, namun akan dimaki-maki para pecandu rokok.

Lepas dari itu, saya pikir Managemen Garuda juga adil ya. Ada pelanggan loyal seperti saya pemilik GFF Platinum ini juga memiliki hak menikmati suasana "lain dari yang lain". Seharusnya ada area sekecil apapun itu untuk para merokok. Saya tidak tahu apakah saya punya temen dan sependapat dengan diriku? Wallahu'alam. Yang jelas, kalau benar-benar diterapkan program "antipati kepada perokok" di GL Cengkareng, mungkin saya akan memilih mundur dari GL. Ada baiknya management Garuda bersikap proporsional .

Ada kebiasaan yang seharusnya jangan dijadikan kebiasaan. Tadi sewaktu berangkat dari Batam ke Jakarta, juga dari Jakarta ke Semarang, Garuda telat lebih dari 10 menit. Ada juga kebiasaan lain yaitu memindahkan pintu masuk. Seperti kali ini, di boarding pass ditulis F6 tapi belakangan ternyata ke F5 tanpa ada pemberitahuan sebelumya. Ada kebiasaan lain lagi.

Kami alami peristiwa yang kurang nyaman. Ialah penumpang tidak langsung masuk ke pesawat lewat garba rata/belalai gajah, tapi penumpang diarahkan turun ke lorong dulu untuk kemudian masuk ke pesawat dengn tumpangan bus yang disediakan khusus untuk itu.

Tp saya masih mencintai Garuda, betapapun suka bikin jengkel . Buktinya saya adalah pemegang GFF Platinum. Saya masih berharap Garuda akan selalu memperbaiki kinerjanya. Garuda harus menjadi kebanggaan kita. Tiga prinsip dalam mengelola maskapai ini: secure, safety, and service yang prima !