Agenda Ketua Bawaslu Kamis, 10 Oktober 2009
Selasa, 13 Oktober 2009 , 14:27:59 WIB
? Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu 2009 berakhir. Saya memberi sambuatan sekaligus menutup acara yang difasilitasi oleh UNDP tersebut. Acara itu sendiri berlangsung sejak 8 hingga 10 Oktober 2009 di The Grand Bali Hotel, Nusa Dua, Bali.
Sesuai pengaturan jadwal, saya menyampaikan sambutan seusai perwakilan UNDP memberi sambutannya. Beda dengan sambutan dalam pembukaan, kali ini sambutan Perwakilan dari UNDIP diwakili oleh Bu Marisca Mantik. Biasanya UNDP diwakili oleh Fida Nasrallah. Saya menyampaikan sambutan setelah Bu Marisca itu. Begitu pengatur acara Bung Partono mempersilakan saya, langsung saya memulai sambutan saya.
? Apa yang saya sampaikan terkait dengan materi rumusan dan tindak lanjut laporan, yang sebelum acara penutupan disampaikan oleh Bung Ahsanul Minan dari UNDP. Dari materi rumusan dan tindak lanjut atau rekomendasi, dibandingkan dengan FGD gelombang pertama di Novotel Bogor sebulan yang lalu, hasil rumusan dan rekomendasi kali ini lebih banyak, lebih kaya, juga lebih konkret.
Ragam persoalan juga lebih menukik. Pada forum sejenis di Bogor itu, pembahasan tidak sekaya di sini. Bahkan forum di sini memasukkan problematika pengawasan dalam Pilkada. Itu catatan saya yang pertama, yang saya sampaikan, pada sambutan penutupan acara kali ini. Poin ini sekaligus menjawab pertanyaan Bu Marisca dari UNDP pada kesempatan sambutan sebelum saya.
? Saya paham dengan kondisi itu. Beragam dan lebih kayanya materi persoalan yang dihasilkan di Bali dibandingkan dengan Bogor mengingat sejumlah faktor. Ini juga tidak terkait dengan aspek kapasitas di antara peserta keduanya. Juga apakah peserta pertemuan di Bali mempunya kemampuan di atas rata-rata peserta yang di di Bogor? Juga apakah karena pada waktu di Bogor acara digelar di bulan ramadlan sementara di Bali digelar di luar ramadlan?
Itu juga tidak relevan. Persoalan keragaman daerah, latar belakang persoalan pengawasan dan penegakan hukum yang ditangani, dan beberapa di antaranya, menjadi sumber dari keragaman dimaksud. Walaupun demikian, kapasitas per provinsi tetap saja memiliki kontribusi bagi terjadinya keragaman dan pengkayaan hasil-hasil dari kedua forum dimaksud. Itu pun juga tidak terlampau penting untuk disampaikan di sini.
? Laporan yang terungkap dalam forum evaluasi itu menarik. Daftar rumusan dan rekomendasi yang memuat panjang persoalan memperlihatkan betapa Panwaslu ini telah mengawal tahapan Pemilu secara lebih baik. Mereka telah bekerja keras untuk mengawasi seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Meski disadari bahwa pengawasan pendaftaran pemilih tidak maksimal mengingat mereka terbentuk pada saat dan sesudah tahapan itu berlangsung, namun seluruh tahapan setelah tahapan pertama Pemilu legislatif relatif terkawal melalui pengawasan yang dilakukannya.
Saya yakin bila mereka tidak punya pengalaman praktis pengawasan di lapangan, mereka tidak akan bisa menunjukkan kelemahan-kelemahan regulasi, sumber daya manusia yang dimilikinya, dan juga komitmen lembaga-lembaga lain. Karena di mata mereka, ketiga alat analisis mereka selama di Bali ini, mengharuskan mereka memahami benar antara ketiga-tiganya dalam suatu praktik pengawasan selama Pemilu.
Di bagian lain, daftar panjang rekomendasi yang dihasilkan dalam forum ini pun memperlihatkan kerangka konstruktif dari apa yang telah mereka lakukan dalam pengawasan. Mereka juga menunjukkan rekomendasi-rekomendasi yang seharusnya dilakukan. Daftar panjang rekomendasi adalah sebanyaknya kinerja pengawasan yang mesti diperbaiki. Itu rekomendasi bagi Bawaslu untuk segera membenahi kinerja mereka. Terutama kaitannya dalam Pilkada.
Ulang Usia
? Hari ini saya ulang usia. Di saat penutupan tadi, Bu Marisca dari UNDP kasih ucapan selamat ulang usia. Sebelum itu segenap anggota Bawaslu dan Panwaslu yang menjadi peserta diskusi juga memberi ucapakan sejenis. Dari staf Bawaslu juta tak kalah banyaknya.
Belum lagi yang melalui layanan pesan singkat (SMS) di hape saya. Dari kolega lain, eks TTM, anggota DPR, anggota Panwaslu dan KPU daerah, karib saya di ormass, kampus/almamater, sama-sama mengirim ucapan selamat ulang tahun. Mereka sertai dengan doa simpati: moga panjang umur, berkah lahir dan batin. Moga langgeng bersama keluarga. Dari yunior-yunior tak kalah pentingnya.
Tapi ada satu SMS yang bikin keki: “Bos, met ultah ya. Moga panjang umur. Tambah umur seharusnya tambah rezeki. Kalau tambah rezeki berarti ada bagian dari orang dhuafa yang ada di Bos. Kalau demikian, ingatlah sesama orang susah dulu. Kalau ada proposal bisa diterima untuk yunior-yuniornya !” Wus ! Segala macamlah ucapan selamatnya ! Singkat saja ucapan saya: “Terima kasih. Amien !”
? Wah, usia saya beranjak ke angka 40 (empat puluh) orang “seberang laut” bilang: Life begin fourty. Saya tidak mengerti persis apa makna itu. Yang saya tahu, bahwa tambah usia berarti tambah dewasa. Orang Jawa meyakini bahwa usia 40 merupakan fase dewasa paripurna. Orang psikologi bilang bahwa usia 40-an bakal puber kedua. Dalam tradisi Islam, sebenarnya tidak ada yang namanya tambah usia. Justru pengurangan yang sebenarnya terjadi. Karena, misalnya, “alokasi” usia kita yang Allah tetapkan, dari tahun ke tahun berarti akan berkurang.
Pemahaman umum menyatakan, mulai usia 40 kehidupan seseorang seharusnya berubah drastis. Maksudnya semakin bijak (wisdom). Tapi orang kesehatan mengingatkan, mulai usia kepala empat semua jenis penyakit akan akrab dengan keseharian dengan kita. Maka hati-hatilah, jaga kesehatan, jangan lupa olah batin dan olah raga. Asam urat, darah tinggi, gula darah, encok-encok, mulai diwaspadai. Alhmadulillah, saya belum kenal dengan jenis-jenis penyakit sedemikian. Moga tidak akan datang.
? Istri dan anak justru sudah wanti-wanti ke saya. Mereka tak henti-hentinya untuk selalu mengingatkanku. Istriku bilang ke anak: “Papamu sudah tua, Ly ! Sudah empat puluh tahun. Jangan lupa, Pa, jaga kesehatan”. Anak saya menyahuti: “Jangan merokok. Laly tadi lihat papa merokok, Ma ! Biar cepat tua kalau merokok !”.
Dengan istri, selisih usia saya memang terpaut jauh. Dia kelahiran 1982, saya double 10 dengan hitung-hitung sendiri saja. Kami berdiskusi malam itu di kamar 108 Hotel The Grand Bali, Nusa Dua, karena rupanya ada surprise dari anak dan istri. Tanpa mereka kasih tahu sebelumnya, ternyata anak dan istriku sudah berada di kamar itu. Saya dibuat terkejut alang kepalang. Karena begitu selesai sebuah sesi acara di rapat evaluasi, mereka sudah di dalam kamar. Eh… ternyata mereka datang tanpa konfirmasi saya sebelumnya. Ya sudah. Mau marah pun tak mungkin ! ***
(Dio, 13 Okt 2009)