Agenda Ketua Bawaslu Selasa, 8 Oktober 2009

Selasa, 13 Oktober 2009 , 14:21:32 WIB
Agenda Ketua Bawaslu Selasa, 8 Oktober 2009
Rentang Kendali Panjang

 

  • Siang ini kegiatan lokakarya ditutup. Sebelum ditutup sejumlah rumusan materi pembahasan dan tindaklanjut kegiatan berikutnya dibacakan di depan forum penutupan. Saya membacakan dan menutup lokakarya ini. Inti dari rumusan dan tindaklanjut terkait dengan sejumlah hal penting menyangkut hasil pemetaan kapasitas Panwaslu dalam Pilkada. Ternyata lebih dari 80 persen Panwas Pilkada hasil pemetaan masih “layak” untuk dilibatkan dalam pengawasan Pilkada 2010 mendatang.
  • Dari rekomendasi diskusi kelompok, para peserta mengharapkan kepada Bawaslu untuk memperjuangkan butir-butir rekomendasi dimaksud. Bagaimana cara dan mekanisme “memberlangsungkan” Panwaslu yang ada, tergantung pada bagaimana Bawaslu dalam memperjuangkannya. Poin penting lainnya, segenap peserta mengkhawatirkan keberadaan Panwaslu provinsi yang kemungkinan tidak akan lagi menjadi pengawas dalam Pilkada.
  • Kekhawatiran mereka cukup masuk akal, mengingat tidak adanya fungsi “mediocracy” antara Bawaslu dengan Panwaslu kabupaten/kota. Sebutlah pada tahun 2010, akan terdapat Pilkada di sebanyak 239 daerah. Apakah mungkin bila Bawaslu langsung terjun langsung ke kabupaten/kota. Soalnya karena rentang kendali dan jarak geografis yang terlampau panjang. Inilah kekhawatiran mereka yang sedari awal pun kami mendahului mengkhawatirkannya.
Aksi Donor Darah

 

  • Seusai penutupan lokakarya, kami menggelar aksi kemanusiaan donor darah. Dari informasi yang diungkapkan oleh Ketua Panwaslu Sumatera Barat, para korban gempa memerlukan banyak darah. Maklum karena sejumlah korban jatuh, tertimpa bangunan, operasi bedah tulang, dan seterusnya, membutuhkan banyak darah. Ketua Panwaslu Bali, Pak Juana, sudah berkoordinasi sejak kemarin, guna mendatangkan petugas donor darah dari PMI Provinsi Bali.
  • Respon positif dari Panwaslu provinsi diperlihatkan saat mereka bergiliran di Ruang Rose lantai 3 Hotel Aston Kuta, Bali. Terlibat juga staf Bawaslu ikut memberikan sumbangan darahnya. Tak lupa pula saya sendiri ikut di dalamnya. Saya mendapat giliran ke-18 untuk diambil darahnya.
  • Bagi saya, donor darah bukan aksi asing. Sudah lebih dua puluh kali darah saya disedot untuk mereka yang saya sendiri tidak akan tahu siapa orangnya yang akan menerima tetesan darah saya. Yang penting ikhlas. Karena katanya juga setelah darah diambil badan akan jadi sehat. Moga saja darah yang kami sumbangkan dari keluarga besar Pengawas Pemilu di seluruh tanah air ini dapat meringankan musibah yang dialami saudara-saudara kita di Sumbar.
  • Dilaporkan juga ada yang tidak bersedia untuk diambil darahnya. Beragam alasan saya dengar dari mereka langsung. Ada yang karena memang tidak bisa mengingat tensi darahnya meninggi. Kalau yang begitu biasanya satu malam sebelumnya dia begadang atau tidak tidur cukup waktu. Dengan alasan seperti itu bisa dipahami. Ada pula yang sedang menyusui anaknya, konon tidak boleh melakukan donor darah. Akan berbahaya, katanya. Yang tidak logis bila tidak mau lakukan donor darah karena takut dengan jarum suntik.
  • Ini seperti yang dikemukakan oleh Bu Endang Wihdatiningsih, anggota Panwaslu DI Yogyakarta. Dia bilang kalau sudah lihat jarum suntik, badan sudah gemeteran. Setara dengan itu adalah mereka yang begitu melihat darah, langsung mual-mual. Apalagi darahnya sendiri. Ini seperti Mas Edi Pranoto. Kalau lihat darah, katanya, tidak tega. Yang sudah, biarlah semuanya dengan rasa ikhlas. Betapapun begitu, ada yang cukup membanggakan. Seperti yang ditunjukkan oleh Pak Onny Lebelauw. Anggota Panwaslu Papua ini sungguh mulia. Juga amat membanggakan. Sebagai bekas anggota Polri, dia sudah amat sering mendonordarahkan sejak aktif dinas. Pak Onny memang hebat dalam soal-soal seperti itu.

Keliling Bali

 

  • Semua peserta check out dari Aston Kuta, Bali. Termasuk saya, saya tinggalkan kamar 120 yang indah itu. Sebagian besar peserta kembali daerah masing-masing. Mereka sedang ditunggu pekerjaan yang masih tersisa. Sementara sebagian peserta lain bertahan di Bali. Karena nanti malam ada kegiatan lain. Tapi tempatnya tidak lagi di hotel yang sama. Kami harus pindah ke Nusa Dua, tepatnya di Hotel The Grand Bali.
  • Acara ini adalah Evaluasi Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu 2009, difasilitasi oleh UNDP. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di Novotel Bogor sebulan yang lalu—sebagai gelombang pertama. Kali ini gelombang kedua. Diikuti oleh sisa dari peserta gelombang pertama. Peserta yang terlibat adalah dari Panwaslu se-Jawa minus Banten dan Jawa Barat. Juga se-Kalimantan minus Kalimantan Barat.
  • Jadi artinya, kegiatan ini diikuti dari Jawa minus, Kawasan Tengah dan Timur Indonesia. Nah, masih ada waktu bagi siapa saja yang lihat-lihat pemandangan indah Pulau Dewata. Tapi peserta yang seharusnya pulang pun memanfaatkan waktu yang ada untuk ke tempat-tempat yang sudah dikenal oleh seantero dunia. Bali memang objek menarik bagi wisatawan. Tidak saja domestik, tapi lebih-lebih manca negara. Mereka dan kami jadi wisatawan untuk beberapa jam selama di Pulau Bali, utamanya di dekat Kuta dan sekitarnya.

Erlangga dan Sukowati

 

  • Demikian juga saya. Saya diantar Pak Juana keliling separuh Bali. Objek yang saya kunjungi adalah Erlangga. Suatu tempat perbelanjaan barang-barang khas Bali. Dari kaos, barang sovenir seperti patung, lukisan, mainan anak-anak khas Bali, dan juga makanan. Saya membeli secukupnya saja.
  • Tidak banyak, yang penting memberi kesan mendalam dari Bali. Di kawasan ini kami bertemu dengan Bu Marisca dan Fida Nasrullah, pimpinan UNDP dalam program Pemilu 2009—disebut kerangka MDP UNDP. Tak tahunya nongol pula anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina Sitorus.
  • Ketika siang hendak berganti sore, saya diajak Pak Juana pula ke Pasar Seni Sukowati. Ramai sekali tempat ini. Wisatawan nusantara dan manca negara berbaur di tempat itu. Di Sukowati barang sovenir tersedia lebih variatif. Juga lebih murah meriah. Lukisan juga banyak pilihan. Bagus-bagus semua. Demikian juga tersedianya patung-patung. Sungguh banyak dan variatif daripada yang di Erlangga. Saya tertarik dengan patung kuda kencana, terlihat klasik.

Acara Dimulai

 

  • Masih diantar Pak Juana, saya check in di hotel. Saya dapat kamar 108, dengan view yang langsung ke kolam renang. Bahkan dari beranda belakang kamar, akses langsung ke kolam renang. Sungguh indah. Hotel ini hampir mirip Novotel Bogor. Nuansa tradisional agaknya jadi brand concept hotel ini. Hamparan kolam renang, dibelakangi ruang makan setengah terbuka dan terbuka, menambah daya tarik hotel ini.
  • Plafon atau atap terbuat dari ilalang Bali atau mirip rumbia seperti di Papua. Gazebo yang jumlahnya lebih dari hitungan jari dalam satu tangan, menambah keasrian dan nuansa tradisionalitas hotel ini. Wisatawan asing juga betah di sini tampaknya. Mereka hilir mudik di kawasan ini. Sesekali berebahan di balai-balai dekat kolam renang. Siangnya sudah barang pasti bermandi sinar matahari. Mereka berjemur sambil sesekali terjun ke kolam renang.
  • Sore beranjak petang, sebagian besar peserta sudah check ini. Tiba saatnya makan malam di sekitar kolam renang. Saya lihat para peserta evaluasi menikmati makanan yang disajikan. Hanya dengan masuk ke lantai dua, tempat di mana acara rapat evaluasi digelar, cukup peserta masuk melalui akses jalan pada lorong yang terhubung dengan ruang dimaksud; setelah mereka makan malam di lantar bawah. Tak seberapa lama acara dimulai. Setelah Fida Nasrullah menyampaikan sambutan, saya menambahkan kata sambutan sambil dimulainya acara. ***

(Dio, 13 Oktober 2009)