Agenda Ketua Bawaslu Senin, 12 Okt 2009

Jum'at, 16 Oktober 2009 , 10:11:19 WIB
Agenda Ketua Bawaslu Senin, 12 Okt 2009
Cogito ergo sum pikir21

? Berkas surat di meja saya menggunung. Sedang sibuk merampungkan pekerjaan, sejumlah staf datang hendak ucapkan selamat ultah. Rupanya dari Bagian Tata Laksana Pengawasan Pemilu. Mereka hendak mengucapkan selamat ulang tahun ke saya. Diantar Kabag, Kasubag, dan hampir seluruh staf, mereka membawa bungkusan besar.

Tampaknya pigura ukuran sedang. Mereka memberikannya ke saya sebagai tanda ultah saya. Spontan mereka meminta saya untuk membukanya. Eh..rupanya lukisan patung, dengan gambar yang mengasosiasikan patung “cogito ergo sum”—sebuah ungkapan dari filsuf Prancis Rene Descartes. Artinya, saya berpikir maka aku ada.

nhs-frame1

Dari buku-buku teks pelajaran filsafat sewaktu kuliah dulu, saya ingat ada terjemahan bebasnya. Bahwa keberadaan setiap individu, itu tergantung keberadaan orang seorang itu sendiri. Ini bukti dari fakta bahwa dia bisa berpikir sendiri. Dasar pemikiran Descartes berangkat dari suatu pemikiran bahwa pertama-tama kebenaran akan didapat dari keraguan atas objek yang akan dikaji. Dia ragukan keberadaan materi di sekitarnya, bahkan keberadaan dirinya sendiri pun dia juga ragukan.

Dengan cara meragukan terhadap semua materi tadi, maka dia telah bermaksud melepaskan posisi diri di tengah-tengah prejudice sehingga bila dirinya dituntun untuk berbuat salah, maka dirinya akan cepat menyadari bahwa dirinya berada pada posisi yang salah. Descartes berpikir bahwa bisa saja dia berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Betapapun, kata Descartes, bahwa secara sadar posisi pikiran dapat mengarahkan kepada dirinya berbuat salah, namun dia tetaplah berpikir. Kira-kira demikianlah seingatku kuliah dulu.

? Saya tidak usah geer bisa seperti Descartes. Bagi saya, filsuf ini di luar jangkauan. Juga apa kebenaran yang diungkapkannya, saya sama sekali tidak harus disamakan dengannya. Apa yang diberikan oleh staf saya dengan pigura itu, saya hanya ingin menghargai jiwa ekspresi yang baik. Para staf itu mungkin berharap agar saya lebih baik pada waktu-waktu ke depan. Bisa mendudukkan setiap persoalan pada arasnya. Dengan memberi bingkisan ke saya di ultah ini, mereka mungkin ingin agar saya tetap selalu berpijak pada kebenaran.

Soal kebenaran kan universal. Demikian yang saya pahami. Gambar patung tadi saya tempelkan di dinding tempok depan ruang kerja saya. Jadi pertama-tama gambar tersebut memang mengasosiasikan jalan pikiran Descartes, tapi dipermak wajahnya ada pada saya. Gambar patung itu akhirnya berkepala wajah saya yang sedang mendagu. Maksudnya memanggul dagu. Gambar telanjang dengan view yang tak tertampak properti kelaki-lakian saya.

Foto ini menarik karena dibuat dengan pensil saya yang sedang duduk termangu. Entah apa yang saya pikirkan dalam gambar itu. Tebak saja sendiri. Atau mungkin sedang memikirkan persiapan Pilkada yang saban hari memang menggelayuti pikiran-pikiran saya belakangan ini? Atau apalah, yang utama foto itu menarik. Saya berterima kasih kepada staf yang memberiku bingkisan itu.

Ultah Titi Anggraini

? Hari ini, 12 Oktober 2009, ada staf ahli kami yang berulang tahun. Namanya Titi Anggraini. Saya ucapkan selamat ulang tahun, moga panjang usia. Sehat lahir dan batin. Sejak pagi hingga siang, di Gedung Bawaslu sudah bisik-bisik. Siang atau sore seusai rapat pleno, ini atas usul anggota, akan “ngerjain” Titi. Saya manggut-manggut saja tanda setuju atas gagasan itu. Oleh Bu WS dan WN saya diminta untuk memulai ngerjain dia. Saya bingung harus lakukan apa.

Saya tanya Bu WN, apa yang bisa saya lakukan? Beliau jawab, improvisasi sendirilah ! Akhirnya saya benar-benar improvisasi sendiri. Anggota Bawaslu di ruang rapat pura-pura mencecar mBa Titi dengan pertanyaan-pertanyaan kritis. Wah, dasar mBak Titi, kami tidak bisa banyak menggali dia untuk kita kerjain.

Sebenarnya ngerjainnya kami malah jadi bumerang. Dia malah minta bukti-bukti untuk memperkarakan dia. Akhirnya kami katakan ada yang salah dari mBa Titi, bahwa hari ini ultahnya dia tapi kami semua tidak dikasih tahu. Berpelukanlah bagi anggota Bawaslu yang perempuan. Saya ucapkan selamat ultah. Moga panjang usia. Bahagia dunia dan akhirat. Minta maaf kalau selama ini ada silap-silap kata dan tindakan.

? Saya ingin cerita sedikit ikhwal Mba Titi ini. Untuk kali pertama, saya kenal dengan dia sewaktu tahun 2003. Waktu itu, Ketua Panwaslu Prof Komaruddin Hidayat merekomendasikan kunjungan lembaga IFES ke Jawa Tengah. Seingat saya, waktu itu mBa Titik bersama Adhy Aman—sekarang kerja di IDEA Swedia.

Waktu itu orangnya imut-imut. Sempat kami punya foto bersama di kantor Panwaslu Jateng. Saya sendiri kala itu Ketua Panwaslu Jawa Tengah pada Pemilu 2004. Mba Titi sendiri belakangan menjadi staf Panwaslu (Pusat). Dia yang bahkan mengelola sekretariat Panwaslu itu. Apalagi dia itu pernah jadi anggota Panwaslu untuk Pemilu 1999, mewakili kalangan mahasiswa. Dengan kemampuan yang baik, pengalaman yang sudah malang-melintang, dia bisa mengatur urusan perkantoran Panwaslu waktu itu.

Saya sih melihatnya dari jarak jauh: saya di Jateng dia di Panwaslu pusat. Selepas Panwaslu dibubarkan, kami sering bertemu juga. Apalagi dia adalah sekretaris eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Lembaga ini adalah wadah para mantan anggota Pengawas Pemilu 2004.

Kebetulan juga saya dipercaya oleh angggota yang lain sebagai sekretaris Perludem. Tapi praktis yang menakhodai lembaga ini, selain Mas Didik Supriyanto, Mas Topo Santoso, dan sesekali via telpon oleh Rachmi Sosiawati (Ami’) dan Mimah, adalah Mba Titi. Dengan kemampuan serta relasinya yang baik dengan semua pihak, memungkinkan Perludem di bawah kontribusi pengelolaannya oleh mBa Titi, menjadi demikian maju. Kegiatan-kegiatan Perludem pun kredibel berkat tangannya.

? Belakangan Mba Titik bekerja di DRSP, yang banyak membangun kerjasama dengan Perludem. Dengan alat komunikasi dan sesekali bertemu di Jakarta kala ada pekerjaan Perludem, saya tahu dia bekerja di BRR Aceh-Nias. Untuk hampir sekian tahu dia tinggal di Aceh. Dari aktivitas di Aceh selama itu, dia menemukan jodohnya. Namanya Pak Masyudi.

Saya hadir di acara pernikahannya di Masjid Ciputat. Saya ikut berbangga bisa menghormati saat-saat dia bahagia. Karena selain Ami’, kepada Titi pun saya menaruh hormat. Penghormatan bukan apa-apa. Mereka itu sungguh menarik untuk dijadikan sohib. Pintar, menyenangkan, dan punya integritas. Saya memang hanya mau bergaul dengan orang yang bisa menambah wawasan dan pengetahuan. Dari Titi saya juga dapatkan banyak hal.

? Pada waktu Bawaslu dalam usia-usia bayi, secara pribadi saya mengundang Mba Titi untuk bisa membantu Bawaslu. Saya masih ingat pertemuan kali pertama di suatu sore di Balai Sarbini (kalau balai ini saya suka plesetkan menjadi Balai Sardini…), agar dia bisa bantu kami. Kala itu kami belum punya apa-apa. Staf sama sekali belum memungkinkan bagi Bawaslu untuk menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya. Dari Titi (dan Ami), mereka adalah relawan yang memang benar-benar tidak digaji. Saya suka berhutang budi kepada keduanya bila ingat waktu-waktu itu.

Akhirnya oleh keduanya berhasil diletakkan fondasi prosedur penanganan pelanggaran, mekanisme pengawasan, serta lain-lain hal yang pada akhirnya Bawaslu antara lain seperti sekarang ini. Secara pribadi saya ingin tuliskan bahwa tanpa dia saya kira Bawaslu akan tertatih-tatih. Komitmen, dedikasi, integritas, kapasitas, dan kejujurannya, Titik telah mengilhami saya (mungkin juga anggota Bawaslu) untuk serius mengelelola Bawaslu. Selamat ultah, Mba Titi, moga bahagia. Atas apa yang Anda berikan kepada Bawaslu, adalah menjadi ibadah Mba Titi bagi demokrasi di negeri ini. ***

(Dio, 15 Okt 2009)