Menunggu Jurus Gus Dur Patahkan Serangan

Jum'at, 02 Februari 2001 , 09:16:22 WIB
Menunggu Jurus Gus Dur Patahkan Serangan
Dimuat di Media: SUARA MERDEKA Tanggal: Jumat, 2 Februari 2001 Ibarat ?perang tanding?, Presiden Gus Dur sudah kalah satu ronde, begitu sebagian besar fraksi dalam rapat Paripurna DPR kemarin menuduhnya terlibat dalam Buloggate dan Bruneigate. Bahkan, Fraksi PPP mendesak untuk segera digelar siding istimewa. Habiskah riwayat kepresidenan Gus Dur? Namun bagaikan pendekar silat lidah Gus Dur mengaku masih menyimpam ?18 jurus mematikan? yang belum dikeluarkan untuk mematahkan serangan tersebut.     Melalui Sidang Paripurna DPR, Kamis kemarin, hampir seluruh fraksi kecuali PKB menuduh Gus Dur terlibat dalam Buloggate dan melakukan kebohongan public dalam Bruneigate. Sikap fraksi-fraksi itu membuat posisi Gus Dur kian terpojok. Namun yang menjadi pertanyaan, dapatkah Gus Dur dilenggserkan (impeachment) karena skandal Bulog dan Brunei? Benarkah dia sulit keluat dari himpitan siding istimewa dan satu-satunya sosok yang dapat menyelamatkan dirinya hanyalah figure Wapres Megawati?     Banyak scenario yang bisa terjadi atas Presiden kita ini. Misalnya scenario  terburuk, digelar siding istimewa MPR, dengan agenda meminta laporan pertangungjawaban Presiden atas ketiga kasus yang diusulkan DPR itu. Selain Buloggate dan Bruneigate, telah diagendakan pula pula pengajuan hak interpelasi ihkwal pemecatan Yusuf Kalla dan Laksamana Sukardi serta usulan hak angket 151 anggota DPR. Dan, digelarlah siding istimewa tersebut, dengan segera melayangkan memorandum 1 kepada Presiden Gus Dur.     Namun, seperti diduga banyak orang, jawaban Gus Dur lagi-lagi mengecewakan. Dia bakal mengalihkan isu subtansial kearah isu hokum, sampai kemudian jawaban Gus Dur tidak memuaskan di depan MPR. Masih ada kesempatan buat Gus Dur, dalam tiga bulan pertama, untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. SI MPR menghendaki agar Gus Dur menjawab secara benar dan detail tentang pertanyaan serta sejumlah soal yang diajukan kepadanya. Jawaban itu pun lagi-lagi tidak memuaskan segenap anggota MPR. Di luar proses SI MPR, sejumlah massa pendukung Gus Dur terbetik kabar telah melakukan ulah karena junjungannya ?diadili? oleh MPR. Isu yang berkembang, pagelaran SI MPR itu terjadi berkat sponsor Amien Rais bersama kelompok Poros Tengahnya. Demo besar-besaran terjadi dengan menghadap-hadapkan antara massa pro Gus Dur  dan massa yang menghendaki agar ditegakkannya konstitusi di negeri ini tanpa pandang bulu.     Begitulah kronologis bila bila semuanya sesuai dengan aturan,baik UUD 1945, Tatib MPR, maupun Tatib DPR. Kronologis itu, sebut saja sebagai scenario, hanya akan terjadi bila kondisi tidak berubah (ceteris patribus). Artinya, bila alur prosesnya mengikuti sebagaimana mestinya. Bisalah kira-kira scenario  yang sangat boleh terjadi atas apa yang mengiringi dugaan yang menimpa Gus Dur. Itu baru scenario, sah saja bila ada halangan akan realisasinya, namun sekali lagi saya yakini sebagai jalan kronologi jika benar-benar Gus Dur sampai melampaui tahapan ini.     Terhadap skenario itu, ada tiga catatan. Pertama, setelah usulan DPR kepada MPR untuk segera mengelar SI MPR secara meyakinkan menyetujuinya. Bagi sebagian besar anggota MPR menyetujuinya. Bagi sebagian anggota MPR, terutama mereka yang berafiliasi politik dengan Poros Tengah, PDI-P dan Partai Golkar, jelas menyetujui langkah itu. Bagi mereka, sudah cukup waktu memberukan Gus Dur kesempatan untuk memperbaiki diri, terutama setelah Sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Akan tetapi, alih-alih menjadi lebih baik dengan memperbaiki kinerja dirinya, yang namanya KKN jenis baru malah diintroduksi oleh lingkar elite dalam rezim Gus Dur. Di banyak sector, pelaksanaan Keppres 121 Tahun 2000 tidak berjalan efektif bagi Megawati menjalankan tugas-tugas pelimpahannya. Beri Pelajaran     Kedua, di sini peluang nasib Gus Dur sampai memorandum (SI MPR) menemukan aktualisasinya. Proses menuju impeachment, paling-paling sebatas memorandum kedua atau ketiga. Setelah itu, di tubuh MPR suara terbelah menjadi banyak pihak yang intinya menghadap-hadapkan antara yang melanjutkan proses SI MPR atau cukup pada pemberian pelajaran (shock therapy) bagi Presiden ke empat itu. Anggota MPR terdiaspora dalam beragam kepentingan politik masing-masing. Di situlah Anggota MPR terpecah, tercermin dalam pendapat antarfraksi (parpol). Poros Tengah, terutama F-PPP, F-Reformasi, dan F-PBB dan FPD-P akan mulai mengkalkulasi dirinya, terutama demi kepentingan politik jangka panjang. Dengan kelicinan berpolitik yang dimiliki Akbar Tanjung, dia menggunakan kebesaran suaranya untuk bertawar-menawar dengan pihak Gus Dur/PKB, misalnya. Alasan Akbar, Partai Golkar yang dituduh pewaris Orde Baru sebagai kompensasinya, akan dibantu dibersihkan serta dijamin Gus Dur agar tampil prima pada kemudian hari. Jadi semacam ?cuci piring? (Political Laundry) bagi Golkar. Tentu Akbar melihat bintangnya tidaklah sekarang untuk, misalnya, menjadi presiden. Reputasi Golkar di masa lalu, dan Akbar cukup tahu diri untuk itu, belum memungkinkan dalam lima tahun kedepan. Setelah 2004, barulah dia punya ?hak? untuk bicara dalam posisi atau kemungkinan RI-1. Ingat, Akbar sangat senior dalam pemilu dan SU MPR 2005 mendatang, setelah factor Gus Dur dan Amien Rais hilang dari orbit politik nasional. Megawati kian pudar pada pemilu dan SI mendatang.            Malang menimpa suara PDI-P yang akan pecah disana-sini. Tarik ulur antarfraksi ditubuh FPDI-P akan terjadi dengan kencang. Kelompok ?anak kos? yang dimotori Arifin Panigoro dan Meilono Soewondo disatu kubu, serta kelompok Taufik Kemas di kubu lainnya, akan bertarik ulur di depan Ketua Umum Megawati. Sementara kubu ?moderat? misalnya Soetjipto  akan melihat kemana arah angin berembus, atau tergantung pada si ibu (Megawati). Fraksi yang disebut anak kost bakal cenderung mengikuti arah ?kelompok koboi? yang dipelopori Ade Komarudin, Alvin Lie, Didi Supriyanto, yang menempuh terus jalan ke etape terakhir hingga Gus Dur tergusur.            Ketiga, sangat boleh jadi karena pertimbangan banyak  hal, bakal terjadi kejutan-kejutan. Misalnya, kecuali mungkin poros tengah, PDI-P sebagian besar menarik undur hingga tidak sampai impeachment Gus Dur. Dalam prosesi SI MPR, misi PDI-P sekadar memberikan pelajaran buat Gus Dur agar tambah baik dalam mengelola Negara ini. Mereka tidaklah sampai hati melihat Mas Dur (ini istilah Megawati) terjatuh dalam sandungan kedua kasus itu.            Terhadap sikap yang ini, ada beberapa pertimbangan serta factor yang melatarbelakangi, sehingga Megawati menempuh cara seperti itu.            Pertama, asumsi yang masih diyakini oleh Megawati bahwa setelah Gus Dur dapat dijatuhkan oleh terutama poros tengah, maka berikutnya adalah (presiden) Megawati. Asumsi ini akan sangat kencang diembuskan PKB kepada PDI-P dan Megawati. Kedua, factor keterlibatan bisnis suami Megawati, Taufik Kemas,  dalam  banyak sector konglomerat yang bermasalah hingga mengurita belakangan ini mesti menerima proteksi kepada si istri, Megawati. Di samping itu, Mega-Taufiq punya hubungan yang tidak bisa dijelaskan oleh AD/ART sekalipun; sehingga seperti yang sudah-sudah akan terjadi undur diri dari proses menuju impeachment kepada Gus Dur. Pada pendirian Mega, dia tidak ingin tertimpa seperti yang dialami Banazir Bhutto akibat ulah bisnis suaminya, dirinya dipecat parlemen bersama kekuatan militer di Pakistan. Karena itu dibawah pengaruh Taufiq, PDI-P melakukan apa yang disebut sebagai ?politik balik kanan?. Sikap balik kanan ini persis seperti menjelang, selama dan setelah ST MPR lalu, yang Taufiq bersama gengnya punya peranan beasar dalam pembalikan kanan PDI-P dalam ST MPR itu. Ketiga, proses politik menuju konsensi Gus Dur kepada pihak PDI-P dengan jabatan Gubernur BI, misalnya. Asumsinya sebagai pemenang pemilu selama ini hanya PDI-P yang belum memperoleh jabatan di lembaga tinggi dan tertingi Negara. Tinggallah Poros Tengah (PT) sendirian. Itu pun antarfraksi di PT akan kian mengkristal. Dan, gagallah mengusur Gus Dur. Selamat Gus Dur dari proses impeachment MPR.Nasib Gus Dur     ?Indonesia adalah Indonesia, dia bukan Amerika atau Eropa,? demikian Prof Bill Liddle dari Ohio State University, USA, pernah berfatwa terhadap peta politik Indonesia ketika pada akhirnya fenomena politik di sini sering meleset dari prediksi ilmuwan politik. Karena itu, Indonesia adalah ?bahan bacaan macan kertas bagi kalangan ilmuwan politik?. Boleh jadi Liddle benar adanya, karena bukti empiris sering membuktikannya. Sebagai contoh dulu awal decade 1980-an, Presiden Soeharto diramal bakal jatuh karena isu KKN mulai terintroduksi di kalangan birokrasi dan elite penguasa serta militer. Tapi, jangankan jatuh, siapapun orangnya yang hendak menyoal tentang santernya KKN ketika itu, tak satu pun orangnya berani tampil secara gagah berani.     Tentu kita msih ingat akan hangar bingarnya konstealasi politik nasional menjelang ST MPR 2000, kala itu. Begitu kencang elite politik bersuara seolah hendak menjatuhkan Gus Dur. Dalam kenyataannya, semua berjalan lancer serta tanpa Gus Dur lenggser dari singgasananya. Dan sampai hari-hari ini nyatanya Gus Dur masih tetap berkuasa, padahal latar belakang social sama sekali sama dengan suasana menjelang ST MPR itu. Mengapa Indonesia tidak seperti yang Filipina lakukan bersama Presiden Arroyo? Di bawah ini ada 3 (tiga) alasan mengapa Gus Dur tidak bisa dijatuhkan hanya gara-gara kasus Bulog dan yang semacamnya.  Belum Tentu     Pertama, basis pemikiran politik kebanyakan orang awam mengganggap politik adalah barang suci yang harus dikemas atau disimpan pada tempat terhormat. Politik itu mesti berjuang demi rakyat, demi bangsa dan Negara. Sifat religi juga masih kuat dipegang oleh hampir seluruh rakyat serta para politisinya. Di kalangan nahdlyyin, misalnya Gus Dur dianggap punya kemampuan dalam membaca tanda-tanda jaman di depan. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai waliyullah segala.     Kedua, politik di Indonesia itu sering didekati dengan persoalan institusi dan institusionalisasi personal. Artinya sebuah jabatan identik dengan persoalan pribadi. Ketika pada akhirnya orang mengkritik pada figure pucuk lembaga, maka itu akan dianggap sebagai menyerang sang pejabatnya. Sulit memisahkan kepentingan umum dan kepentingan pribadi.      Ketiga, informalitas justru jauh lebih efektif dalam determinisme pengambilan keputusan daripada asas formalitas. Artinya, banuak kasus yang diselesaikan bukan di Gedung Senayan atau tempat seorang anggota DPR bersidang. Pada posisi yang sama, jalur organisasi massa pun jauh lebih efektif daripada organisasi politik, ketika dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya, mengapa pengakuan keberadaan tokoh selalu dikaitkan dengan lembaga yang sejak awal pernah membesarkannya. Mengapa Gus Dur identik dengan NU dank arena alasan bagi pendukung NU untuk bertindak. Amien Rais selalu dipersepsikan mewakili Muhammadiyah. Karena pernah jadi PB HMI, Akbar Tanjung dianggap mewakili HMI.     Katakanlah sidang paripurna DPR telah memutuskan Gus Dur dianggap terlibat dalam Buloggate dan Bruneigate. Tetapi apakah setelah itu dengan serta merta Gus Dur dapat dijatuhkan secara konstitusional? Jawabnya belum tentu, karena ketiga pertimbangan tersebut. Pertimbangan-pertimbangan itu sangatlah rasional dan telah teruji secara empiris dalam sistem kepolitikan kita sejak lama.  Kalau asudah menyangkut itu, pertimbangan masa depan bangsa dan Negara sering jadi alasan untuk menghindari bahaya yang lebih besar. Meskipun kata ?patriotis? ini sangat membahayakan demokrasi itu sendiri. Mengapa? Karena sekali lagi, mesin sistem politik tidak dipakai sebagai proses dan prosedur dalam menguji antarkasus. Ada bahaya bilamana sistem politik itu tidak dikembangkan dalam uji sahih atau kasus-kasus politik yang terjadi. Dan sejarah akan selalu terulang, dengan melihat kasus yang pernah terjadi di masa lalu.     Di sini nasib Gus Dur akan banyak ditentukan sejauh mana dia berhasil melakukan bukan engan jalan kesisteman politik tadi, tetapi oleh ulah factor eksternal seperti yang sudah disebutkan (dengan tiga pertimbangan) tadi. Dalam jangka panjang, lagi-lagi sistem demokrasi dengan basis check and balance akan tergadaikan. Dan, suatu saat akan datang lagi.     Selebihnya adalah permainan papan catur politik. Dilihat dari sisi permainan ini, Gus Dur sangat berpeluang dibawa ke forum SI MPR, meski jalan pemecatan berpeluang kecil baginya. Baca info lengkapnya di sini