Umumkan 140 Anggota MPR/DPR yang Bandel dalam Sidang Paripurna

Sabtu, 10 Agustus 2002 , 19:26:24 WIB
Umumkan 140 Anggota MPR/DPR yang Bandel dalam Sidang Paripurna
Media: Kompas Hari/Tgl: Sabtu, 10 Agustus 2002 Jakarta, Kompas-Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terkena mandatory syndrom sehingga bisa dengan enak dan leluasa melanggar aturan bahkan Ketetapan (Tap) MPR yang mereka buat sendiri. Setelah merasa menerima mandat dari rakyat, MPR menjadi sebuah lembaga yang arogan. Lembaga itu melakukan kritik dan kontrol terhadap lembaga tinggi, sementara melupakan pelanggaran yang dilakukannya sendiri. Ketua MPR Amien Rais seyogianya mengumumkan 140 anggota MPR/DPR yang membandel tersebut dalam Sidang Paripurna MPR.Demikian dikatakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro Nur Hidayat Sardini dan praktisi hukum Benny K Harman secara terpisah di Jakarta, Jumat (9/8), menanggapi sikap 140 anggota MPR/DPR yang belum mengembalikan formulir kekayaan kepada Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Pendaftaran kekayaan penyelenggara negara, termasuk anggota MPR dan DPR itu adalah produk dari Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Sesuai aturan, diberikan waktu 14 hari untuk mengembalikan formulir itu. Sementara, formulir itu sudah satu setengah tahun di tangan anggota MPR dan tidak dikembalikan. Nur Hidayat yang juga Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengemukakan, anggota MPR merasa dirinya paling tinggi dibandingkan anggota masyarakat lain. MPR merasa memiliki mandat dari rakyat dan ia bisa berbuat semaunya, bisa mengangkat presiden, memecat presiden, termasuk bisa pula melanggar Tap MPR yang dibuatnya sendiri. ?Budaya politik seperti itu yang ada di lingkup MPR sekarang ini. Orang yang bermasalah merasa tidak bermasalah,? kata Nur Hidayat. Ia juga mengatakan, budaya politik yang ada di MPR tidak berangkat dari sebuah kesadaran. ?Betapa lemahnya lembaga KPKPN, seharusnya anggota MPR memberikan contoh kepada rakyat tentang perlunya akuntabilitas dan ketaatan akan hukum,? kata Nur Hidayat. Umumkan Benny Harman meminta Ketua MPR Amien Rais untuk mengumumkan nama-nama 140 anggota MPR dan DPR yang belum mengembalikan formulir kekayaannya kepada KPKPN dalam Rapat Paripurna MPR. Tindakan anggota MPR itu jelas telah melanggar Tap MPR yang mereka buat sendiri. Menanggapi usulan Benny, Nur Hidayat meragukan Amien Rais akan berani melakukannya. ?Saya kok tidak yakin Amien Rais berani, pasti akan ewuh pakewuh,? ujar Nur Hidayat. Benny mengemukakan, momen Sidang Tahunan (ST) MPR 2002 seharusnya mengagendakan persoalan penting, yakni pemberantasan KKN di lingkup MPR/DPR. Komisi B yang membahas Tata Tertib (Tatib) MPR seharusnya membahas apakah seorang yang bermasalah secara hukum masih punya legitimasi yang kuat untuk duduk di lembaga tinggi negara tersebut. ?Itu juga harus dibahas,? kata Benny. MPR, menurut Benny, jangan hanya melakukan koreksi terhadap lembaga tinggi negara lainnya, tetapi juga berani mengoreksi dirinya sendiri yang ternyata tidak taat dengan ketetapan yang dibuatnya sendiri. Ke Pengadilan Kecaman terhadap anggota MPR yang belum mengembalikan daftar kekayaannya juga datang dari Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki. Teten menyarankan agar KPKPN dapat mengajukan tuntutan hukum ke pengadilan terhadap anggota DPR dan MPR yang tidak mengembalikan formulir kekayaannya. Dasar hukumnya adalah orang yang mengaku wakil rakyat itu melakukan ?perbuatan melawan hukum? melanggar Tap No XI/ MPR/1998 dan UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Menurut Teten, tidak ada lagi alasan, baik secara akal sehat maupun alasan hukum atas keterlambatan menyerahkan daftar kekayaannya. Apa yang dilakukan anggota MPR/DPR yang membandel adalah pembangkangan terhadap hukum yang berlaku secara sah. ?Untuk melawan sebuah pembangkangan hukum, maka tidak ada lain, dia harus diajukan ke pengadilan. Biar hakim yang menentukan,? kata Teten. Ketua Subkomisi Legislatif KPKPN Abdullah Hehamahua yang dihubungi terpisah mengucapkan terima kasih atas masukan dari Teten. Menurut Abdullah, KPKPN akan mempelajari usulan itu secepatnya dan bila dianggap tepat pasti akan dilakukan. ?Saya setuju dengan usulan itu. Kalau ada usulan lain dari masyarakat kita akan pelajari juga. Jadi, kalau tidak berhasil yang satu bisa kita lakukan langkah lainnya,? kata Hehamahua. Teten mengatakan, pembangkangan yang dilakukan 140 anggota MPR/DPR tersebut setidaknya sudah memenuhi unsur-unsur hukum secara perdata. Untuk ancaman pidana, masih perlu dicari dasar hukumnya. (sah/bdm)