Bawaslu & Komnas HAM Sepakat Menjalin Kerjasama
Sabtu, 13 Maret 2010 , 02:17:04 WIBBadan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) sepakat menjalin kerjasama. Terutama dalam pemenuhan hak dasar warga negara untuk memberikan suara pada penyelenggaraan Pilkada 2010.
Kesepakatan dituangkan dalam penandatanganan nota kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding–MoU) di Gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat 12 Maret 2010. MoU itu ditandatangani Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini dan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Kerjasama ini diperlukan karena masih ada masalah mendasar yang belum terjawab dalam pilkada, terkait hak pilih pemilih yang belum bisa digunakan, ujar Ifdhal Kasim.
Ia mengungkapkan, kerjasama antara Bawaslu dan Komnas HAM ini merupakan yang kedua kalinya, setelah kerjasama mereka pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009 lalu.
Kali ini, MoU ditujukan untuk menjamin pengawasan Pilkada 2010 yang akan diselenggarakan di 224 daerah di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 7 Pilkada Propinsi, 202 Pilkada Kabupaten dan 35 Pilkada Kota.
Berikut adalah isi kesepakatan tersebut: 1. Pilkada merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak politiknya dalam memilih orang yang dianggap layak sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yaitu gubernur, walikota, maupun bupati. 2. Hak memberikan suara merupakan hak dasar setiap warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara, seperti tertuang di dalam konstitusi beserta amandemennya. 3. Selaku penyelenggara pilkada di Indonesia, Bawaslu menggandeng Komnas HAM untuk mengawasi pemenuhan hak dasar warga negara dalam memberikan suara pada Pilkada. 4. Bentuk kerjasama ini terdiri dari pembentukan Tim Pemantauan Bersama, workshop atau seminar, sosialisasi, pelatihan, dan tukar-menukar informasi.
Proses pilkada dipantau supaya aksestabilitas pemilu dan hak-hak warga negara dapat terpenuhi, kata Ifdhal. Selain masalah data pemilih yang masih semrawut, lanjut Ifdhal, terdapat pula warga negara yang terpinggirkan atau termarginalkan dalam penyelenggaraan pemilu. Ia mencontohkan, kaum marginal ini ialah penyandang cacat, penderita gangguan mental, dan indegenous people atau masyarakat adat yang tinggal di pelosok-pelosok.
UU Pemilu yang ada saat ini, tutur Ifdhal, masih belum memfasilitasi atau memberi kemudahan bagi kaum marginal tersebut untuk melaksanakan hak pilihnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu, Nur Hidayat Sardini, menyatakan bahwa Bawaslu menggandeng Komnas HAM karena reputasi Komnas HAM yang baik dan tidak diragukan lagi dalam membela hak-hak azasi manusia.