Bawaslu: Periksa Andi Nurpati
Senin, 21 Juni 2010 , 10:56:18 WIB
Media: Kompas.com
Tanggal: Minggu, 20 Juni 2010
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu merekomendasikan pembentukan dewan kehormatan Komisi Pemilihan Umum untuk memeriksa Andi Nurpati yang diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu terkait pelaksanaan Pemilu Kepala Derah Tolitoli, Sulawesi Tengah.
Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini, di Jakarta, Minggu (20/6/2010), mengatakan rekomendasi pembentukan DK tersebut dituangkan dalam surat Bawaslu No. 429/Bawaslu/VI/2010 tertanggal 19 Juni 2010 yang ditujukan pada Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.
"Disimpulkan bahwa anggota KPU Andi Nurpati dapat diduga telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dalam kaitan dengan proses Pilkada Tolitoli, Sulawesi Tengah," kata Nur Hidayat.
Sebelumnya, Bawaslu telah melakukan serangkaian klarifikasi pada sejumlah pihak yakni Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, anggota KPU Sri Nuryanti, I Gusti Putu Artha, Endang Sulastri, dan Andi Nurpati. Selain itu, Bawaslu juga telah meminta keterangan pada Wakabiro Hukum, Setjen KPU, Sugiharto dan staf dari Andi Nurpati.
Klarifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui duduk perkara sehingga terbit dua surat KPU yang saling bertentangan dalam penyelenggaraan Pilkada Tolitoli. Kedua surat tersebut yakni No. 320/KPU/V/2010 serta surat No. 324/KPU/V/2010 mengenai calon wakil bupati Tolitoli yang meninggal dunia yakni Amiruddin Nua, yang berpasangan dengan calon bupati Aziz Bestari.
Surat pertama, No 320/KPU/V/2010 isinya memperbolehkan calon kepala daerah tetap maju dalam pilkada meskipun wakilnya berhalangan tetap yaitu meninggal dunia.
Padahal, merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 63 ayat 2 jelas menyebutkan bahwa dalam hal salah satu atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat dua pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.
Tidak lama setelah surat pertama dikirimkan, KPU mengeluarkan surat kedua yang isinya membatalkan surat pertama. ndi Nurpati dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap munculnya surat pertama karena yang bersangkutan yang membuat konsep surat KPU.
Diantara anggota KPU sendiri masih terdapat perbedaan pendapat tentang penafsiran pasal 63 ayat 2 UU 32/2004. Namun, Andi tidak melibatkan Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU yang juga Korwil Sulteng, I Gusti Putu Artha dalam diskusi menafsirkan pasal 63 ayat 2. Surat No. 320/KPU/V/2010 tetap dikirimkan, yang kemudian direvisi oleh surat No. 324/KPU/V/2010.
"Pihak yang patut untuk diminta tanggung jawab atas terbitnya Surat KPU No. 320/KPU/V/2010 adalah anggota KPU saudari Andi Nurpati," kata Ketua Bawaslu.
Bawaslu menilai dengan telah diterbitkannya Surat KPU Nomor 320/KPU/V/2010, Andi diduga telah melanggar Pasal 2, Pasal 28, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, serta Pasal 2, Pasal 5, Pasal 6, Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Sumber: Kompas.com, Minggu, 20 Juni 2010