Dukungan Palsu, Bukti Manipulasi oleh Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah

Senin, 13 Oktober 2003 , 19:13:21 WIB
Dukungan Palsu, Bukti Manipulasi oleh Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah
Media: Kompas Hari/Tgl: Senin, 13 Oktober 2003 Semarang, Kompas - Banyaknya dukungan bagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang ?palsu? merupakan bukti kecurangan calon anggota DPD dalam mencari dukungan. Hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk manipulasi dukungan yang bisa berujung pada pelanggaran pidana. Seharusnya hal tersebut dijadikan acuan untuk menentukan lolos tidaknya seorang calon anggota DPD. ?Dukungan palsu itu tidak hanya merupakan pelanggaran etis, tetapi sudah merupakan suatu bentuk pelanggaran yuridis. Tanda tangan dan dukungan seseorang kepada orang lain itu maknanya sangat dalam, sifatnya harus sukarela,? kata Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu Jawa Tengah Nur Hidayat Sardini, di Semarang, Sabtu (11/10). Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari hasil verifikasi faktual terhadap 41.961 dukungan bagi 58 calon anggota DPD Jateng, hanya 20.685 dukungan yang memenuhi syarat. Maksud memenuhi syarat adalah alamat kartu tanda penduduk (KTP) sesuai dan pemiliknya mendukung calon anggota DPD bersangkutan. Sisanya, 21.276 dukungan atau sekitar 50,70 persen tidak memenuhi syarat. Sebagian besar di antara dukungan itu palsu, karena pemilik KTP tidak mendukung, bahkan tidak mengetahui fotokopi KTP-nya dijadikan bukti dukungan. Mengacu Surat Keputusan Panwas Nomor 11 Tahun 2003 tentang Klasifikasi Pelanggaran Pemilihan Umum, menurut Nur Hidayat, dukungan palsu itu merupakan bentuk pemalsuan identitas, karena pencantuman bukti dukungan tanpa sepengetahuan pemilik KTP. Apakah dukungan palsu itu bisa menggugurkan (calon anggota DPD bersangkutan) atau tidak, kata Nur Hidayat, itu merupakan persoalan hukum. Seharusnya otomatis gugur. Panwas Jateng sudah menginstruksikan kepada panwas kabupaten/kota agar dalam melakukan pengawasan penelitian faktual memperhatikan hal tersebut. ?Mengklaim orang lain mendukung, padahal tidak, merupakan tindakan curang. Mengapa masih ditoleransi? Apa produk pemilu ini akan merekrut orang yang terbiasa melanggar hukum? Seharusnya yang dikembangkan dalam demokrasi ini soal kejujuran. Ubin yang kotor kan tidak akan mungkin dibersihkan dengan sapu yang kotor,? kata Nur Hidayat. Lebih lanjut dia meminta KPU memperhatikan dimensi etis tersebut. Jangan hanya dimensi statistik, asal jumlahnya memenuhi persyaratan minimal, maka dinyatakan lolos. Selain mekanisme untuk menentukan lolos tidaknya seorang calon anggota DPD yang masih harus ditinjau kembali, Nur Hidayat juga mempertanyakan mekanisme verifikasi faktual dukungan bagi calon anggota DPD. Beberapa laporan yang diterima Panwas Jateng, mekanisme verifikasi faktual dukungan calon anggota DPD ada yang dilaksanakan tidak semestinya. (IKA)