Wajah Tegang dan Ujian Molor
Kamis, 19 Januari 2012 , 18:54:36 WIB
Ada kejadian menarik pada saat usainya pelaksanaan Tes Tertulis Calon Anggota KPU dan Bawaslu, pada Selasa 17 Januari 2012 lewat. Pada mulanya merisaukan, tapi akhirnya melegakan. Semata-mata bukan kesalahan peserta, ada andil panitia pula. Sebenarnya kejadian itu tak perlu terjadi andaikan lembar jawaban dimasukkan atau satu amplop dengan berkas pertanyaan.
Banyak peserta yang menuliskan jawaban tidak pada lembaran jawaban yang disediakan panitia. Tapi jawaban ditulis langsung di lembar pertanyaan-pertanyaan. Baru disadari ketika lembaran jawaban dibuka pada kertas yang semula dinyana kertas untuk corat-coret, tapi ternyata adalah lembar untuk menandai jawaban.
Permasalahannya mungkin sejak awal. Timsel yang membuat peserta sangat tegang. Begitu masuk lokasi, di ruang Sulawesi Hotel Millennium lantai 3, Tanah Abang, Jakarta. Setiap peserta tak boleh membawa apapun ke ruang ujian. Setiap barang yang dibawa harus dititipkan ke lantai 2 hotel, yang sudah disiapkan panitia. Wah semuanya seperti "dilucuti".
Saya ikuti ketentuan panitia. Saya menyerahkan alat tulis yang saya siapkan dari rumah. Tas jinjing, telpon selular, hingga dan apalagi buku-buku atau bahan bacaan apapun. Yang agak mengagetkan adalah soal telpon selular, yang mesti dititipkan ke panitia. Saya tak tahu mengapa harus sejauh ini. Apa mungkin peserta bisa nyontek via telpon selular. Efeknya memang terasa. Selain mengundang wajah tegang tadi, pula ujian molor dimulai. Dari yang seharusnya dimulai pukul 08.30, molor hingga pukul 09.30 WIB.
Wajah-wajah tegang menjelang ujian tulis. Begitu dimulai. Apalagi ujian dialokasikan waktu hanya 30 menit, sementara jumlah soal sebanyak 40 buah. Pada pikiran peserta, kalau dia mau berhasil, maka dia harus menyelesaikan satu soal dalam waktu 45 detik. Bisa dibayangkan, tak banyak waktu yang tersisa. Tak sempat pula mengerjakan segala sesuatu di luar yang diwajibkan Timsel, termasuk mengoreksi setiap kertas yang ada di atas meja. Maka wajar bila satu lembar kertas yang seharusnya sebagai lembar jawaban tak tersentuh.
Usai ujian, Timsel memberi keterangan di muka forum. Disampaikan sejumlah informasi yang mesti diketahui peserta. Prof Ramlan juga menyampaikan bahwa persoalan peserta yang tak menjawab di lembaran yang seharusnya dapat dimaafkan. Para peserta tepuk tangan. Wajah tegang tak tampak lagi. Saya ikut yang lega karena Timsel menjamin segala sesuatunya tak masalah.
Tanah Betawi, 19 Januari 2011
Banyak peserta yang menuliskan jawaban tidak pada lembaran jawaban yang disediakan panitia. Tapi jawaban ditulis langsung di lembar pertanyaan-pertanyaan. Baru disadari ketika lembaran jawaban dibuka pada kertas yang semula dinyana kertas untuk corat-coret, tapi ternyata adalah lembar untuk menandai jawaban.
Permasalahannya mungkin sejak awal. Timsel yang membuat peserta sangat tegang. Begitu masuk lokasi, di ruang Sulawesi Hotel Millennium lantai 3, Tanah Abang, Jakarta. Setiap peserta tak boleh membawa apapun ke ruang ujian. Setiap barang yang dibawa harus dititipkan ke lantai 2 hotel, yang sudah disiapkan panitia. Wah semuanya seperti "dilucuti".
Saya ikuti ketentuan panitia. Saya menyerahkan alat tulis yang saya siapkan dari rumah. Tas jinjing, telpon selular, hingga dan apalagi buku-buku atau bahan bacaan apapun. Yang agak mengagetkan adalah soal telpon selular, yang mesti dititipkan ke panitia. Saya tak tahu mengapa harus sejauh ini. Apa mungkin peserta bisa nyontek via telpon selular. Efeknya memang terasa. Selain mengundang wajah tegang tadi, pula ujian molor dimulai. Dari yang seharusnya dimulai pukul 08.30, molor hingga pukul 09.30 WIB.
Wajah-wajah tegang menjelang ujian tulis. Begitu dimulai. Apalagi ujian dialokasikan waktu hanya 30 menit, sementara jumlah soal sebanyak 40 buah. Pada pikiran peserta, kalau dia mau berhasil, maka dia harus menyelesaikan satu soal dalam waktu 45 detik. Bisa dibayangkan, tak banyak waktu yang tersisa. Tak sempat pula mengerjakan segala sesuatu di luar yang diwajibkan Timsel, termasuk mengoreksi setiap kertas yang ada di atas meja. Maka wajar bila satu lembar kertas yang seharusnya sebagai lembar jawaban tak tersentuh.
Usai ujian, Timsel memberi keterangan di muka forum. Disampaikan sejumlah informasi yang mesti diketahui peserta. Prof Ramlan juga menyampaikan bahwa persoalan peserta yang tak menjawab di lembaran yang seharusnya dapat dimaafkan. Para peserta tepuk tangan. Wajah tegang tak tampak lagi. Saya ikut yang lega karena Timsel menjamin segala sesuatunya tak masalah.
Tanah Betawi, 19 Januari 2011