Verifikasi Fisik Hambat Proses Pilkada

Minggu, 29 Januari 2012 , 15:14:28 WIB
Verifikasi Fisik Hambat Proses Pilkada
Koran Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2011


JAKARTA - Ketentuan verifikasi dengan menghadirkan pendukung calon perseorangan (independen) hanya akan mempersulit penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta. Mestinya KPU DKI Jakarta merujuk pada daerah lain, yakni verifikasi hanya dilakukan dengan KTP asli pendukung.


"Verifikasi dengan menghadirkan fisik hanya kian mempersulit penyelenggaraan pemilihan. Mestinya penyelenggara (KPU DKI Jakarta) jangan membuat aturan yang memberatkan semua pihak," kata anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Saut Sirait, Kamis (27/10).


KPU DKI Jakarta, kata dia, sebaiknya merujuk atau mengambil pengalaman daerah lain, yakni verifikasi dilakukan hanya dengan KTP asli, bukan orang per orang. Bahkan verifikasi syarat pendukung anggota DPD tak dilakukan dengan cara bukti hadir.


Prinsipnya, kata dia, penyelenggaraan pemilihan itu harus dipermudah tanpa menghilangkan substansinya. "Kalau ada yang lebih mudah, kenapa dipersulit?" katanya.


Ia mengatakan regulasi memang mensyaratkan verifikasi harus faktual, namun bukan berarti orang per orang. Sistem acak masih bisa digunakan.


Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini berpendapat metode bukti hadir memang baik dari sisi akurasi. Akan tetapi, ia tak bisa membayangkan bagaimana tekniknya di lapangan nanti.


Menurut dia, pemberlakuan metode one by one akan mengalami banyak kendala. Kendala pertama soal tempat. Bukti kehadiran secara fisik memerlukan tempat yang kapasitasnya sebanding dengan daya tampung orang. Apalagi, ada sekitar 1,4 juta warga dari pendukung empat pasangan calon independen yang akan maju di pilkada.


Selain itu, harus diperhatikan betul karakter masyarakat. Penyelenggara perlu belajar mengenai karakter masyarakat. "Siang berada di kantor atau tempat kerja. Kondisi lalin di Jakarta yang macet, setiba mereka di rumah, apa yang dilakukannya, ya istirahat," katanya.


Karena itu, menurut dia, ketika keluar rumah untuk sekadar dicacah mengenai persyaratan dukungan, mereka tidak akan antusias. Ia pun membandingkannya dengan pelayanan pembuatan KTP elektronik. "Lihatlah bagaimana pelaksanaan e-KTP yang sedang dilakukan sekarang. Ada beberapa hal sulitnya memobilisasi warga," kata dia.


Soal terbatasnya waktu juga akan menjadi kendala. Misalnya waktu yang disediakan hanya 20 hari. Ia tak terlalu yakin bisa memverifikasi one by one sebanyak mengatur 1,4 juta orang.


Sementara itu, peneliti pada Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Veri Junaedi tak bisa membayangkan bila ada 1,4 juta warga yang mesti diverifikasi satu per satu dengan waktu yang mepet. Menurut dia, hal itu kurang realistis serta akan menyulitkan KPU untuk verifikasi. ags/P-2 Dok/Koran-Jakarta