Media: Kompas
Hari/Tgl: Jumat, 26 Desember 2003
Semarang, Kompas - Panitia Pengawas Pemilihan Umum Jawa Tengah sudah menemukan atau mendapat laporan adanya dugaan pelanggaran pemilu, baik yang dilakukan peserta pemilu maupun pengurus parpol peserta pemilu. Namun, pengungkapan kasus pelanggaran itu tidak mudah, bahkan sering kali gagal, karena terhalang mekanisme hukum yang ada.
?Baru-baru ini kami gagal ketika berusaha mengungkap pelanggaran yang dilakukan seorang kepala daerah. Perbuatan kepala daerah itu jelas merupakan pelanggaran pemilu. Ia mengumpulkan massa dan membagi-bagikan bingkisan. Dalam acara tersebut digunakan simbol partai tertentu. Akan tetapi, kami tak bisa melanjutkan kasus ini ke penyidik, karena waktu kami melapor sudah lewat tujuh hari dari saat kejadian,? kata Ketua Panwas Jateng Nur Hidayat Sardini di Semarang, Selasa (23/12).
Sesuai ketentuan, jelas Nur Hidayat, pelaporan kasus dugaan tindak pidana pemilu dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari sejak kejadian. Padahal, Panwas perlu waktu cukup lama untuk mengumpulkan bukti guna memperkuat laporan. Apalagi, belum tentu masyarakat yang mengetahui dan menyaksikan kejadian tersebut mau dijadikan saksi dalam proses hukum.
?Kami tidak mungkin lapor dulu untuk memenuhi syarat limitasi waktu tersebut, sementara bukti yang ada masih kurang. Sebenarnya kami menyesal kasus tersebut sampai lepas, ketika kami sudah mempunyai bukti yang kuat,? Nur Hidayat.
Untuk mengatasi kendala mekanisme hukum tersebut, jelas Nur Hidayat, beberapa waktu lalu Jaksa Agung MA Rachman, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Jenderal (Pol) Da?i Bachtiar, dan Ketua Panwas Pusat Komaruddin Hidayat membuat keputusan bersama tentang Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilihan Umum secara Terpadu. (IKA)