Tahlilan di Makam [4]

Senin, 06 Februari 2012 , 10:27:29 WIB
Tahlilan di Makam [4]
Tujuan utama saya ke Pekalongan ini untuk memperingati wafatnya kedua orang tua. Sebagaimana tradisi di kampung ini, ada ritual "nujuh hari", "empat puluh hari", "seratus hari", "setahun" atau "nyependak", dan seterusnya. Nah, ini peringatan "limang nyependak" untuk ayah serta "pitung nyependak" untuk ibu. Demi memudahkan ritualitas, maka peringatan keduanya disatukan.

Sebulan lalu saya dikabari adik-adik saya akan adanya peringatan itu. Saya menyanggupinya, karena penting bagi saya untuk selalu "taat kepada orang-tua" (birrul al-walidain). Doa anak, sebagaimana sebuah nash menyatakan, akan dikabulkan Gusti Allah. Dinyatakan dalam nash tadi, ada tiga perkara yang pahalanya akan mengalir secara spesifik, yakni ilmu yang bermanfaat, doa anak kepada orang tuanya, dan amal jariyah. Nah, saya pulang sehari ke tanah leluhur ini dalam rangka itu.

Pada acara dimaksud, kami pergi ke makam orang tua kami. Tak hanya kami, sanak-kadang dan para tetangga kiri-kanan pun turut diundang. Kami bareng-bareng pergi ke makam. Kami tahlilan di depan makam dan berdoa. Tak dipatok waktu pagi, sore, atau malam hari. Tapi lebih sering malam-malam hari tahlilan di rumah duka (shohibul musibah), sementara pagi harinya ke makam si jenazah. Tapi khusus kali ini, dengan sejumlah pertimbangan teknis, kami menggelar acara di sore hari.

Maka sore ini kami sudah siap ke pemakaman. Tetangga satu-satu mulai hadir di rumah, sambil menunggu yang lain, untuk selanjutnya berangkat bersama-sama ke makam dimaksud. Acara ini dimulai sore hari (ba'da ashar), tepatnya usai shalat ashar lekas. Kebetulan saja, karena rumah kami bersebelahan dengan musholla, koordinasinya jadi lebih gampang. Meeting point-nya jelas.

Usai tiba di makam, saya dan adik-adik saya membersihkan makam seperlunya. Dibantu beberapa sanak kadang. Disunahkan sebelum masuk area makam, bacalah uluk salam kepada para penghuni kubur. Membersihkan makam juga dianjurkan Kanjeng Nabi Muhammad, kata Kyai Wahab yang memandu tahlilan sebelum memulai ritual. Saya ingat dengan pelajaran fiqih semasa madrasah dan SMP, sehingga paralel dengan anjuran Pak Kyai Wahab.

Komat-kamit Pak Kyai Taufiq membaca doa iftitah. Al-fatihah dibaca beberapa kali, sebelum akhirnya membaca surat yasin, alif-lam, dan bacaan tahlil. Gemuruh ayat-ayat suci dibaca di antara jemaah yang hadir. Khusu' dan syahdu sekali suasananya. Terhanyut dalam kebesaran Tuhan. Setiap orang akan segera menyusul. Ingat-ingatlah kapan dan di mana pun, itu rahasia Tuhan. Siapapun tak akan mengetahuinya.

Acara selesai, ditutup dengan doa. Setiap yang hadir mengamini atas apa yang dibaca Kyai Taufiq. Doanya panjang, ciri khas masyarakat di kampung leluhur saya. Panjangnya doa memantapkan keyakinan bagi kedamaian si pemangkuan kubur. Kami rombongan menyelesaikan doa kami, sebelum akhirnya kembali ke rumah kami.*

Pekalongan, 4 Februari 2012.