Ngobrol BBM [9]

Jum'at, 23 Maret 2012 , 10:41:53 WIB
Ngobrol BBM [9]

Sebenarnya sebelum kami berpisah, tadi saya dan Laode sempat menyinggung kenaikan harga BBM. Kenapa hingga singgung BBM, karena sepulang dari keliling TPS, kami mendapati antrean panjang di SPBU di Lasusua ini, untuk membeli solar. Kata Laode, yang jauh diperlukan adalah solar untuk melaut.

Katanya, setelah mengikuti perkembangan di media massa, pemerintah benar-benar akan mencabut subsidi alias menaikkan BBM per 1 April 2012 nanti. Tapi apa mereka tak tahu bahwa langkah tersebut akan berdampak pada bertambahnya orang miskin? Apa tak ditangkap bahwa efek kenaikan BBM tersebut memiliki rantai panjang? "Kebijakan kenaikan BBM ditolak di mana-mana. Pemerintah agaknya tutup mata dan telinga", Kata Laode.


Saya menyimak kalimat demi kalimat dari Laode. "Gimana, bos, pendapatnya, soal kenaikan BBM ini?", katanya. Saya tak banyak mengomentari. Soalnya susah bagi saya berlaku seperti itu. Ada kode tertentu yang saya rasanya tak patut melakukannya. Kali ini saya memang memilih dan lebih banyak diam. Praktis jadi pendengar yang budiman.

Di sela-sela kami ngobrol datang aktivis LSM yang selama ini bergerak untuk urusan Pemilu. "Kenaikan BBM kan kepasrahan pemerintah terhadap keadaan. Rasanya tak patut apabila rakyat kecil yang banyak menanggung. Apapun cerita dan latar belakangnya, pemerintah seharusnya kreatif. Jangan hanya mengandalkan keadaan, dimana itu memukul kepatutan rakyat berekonomi", katanya, memulai obrolan tanpa arah tapi agak serius ini.

Saya respon, langkah menaikkan BBM untuk menyelamatkan keuangan negara? Tapi dia sergap jawabanku. "Justru di sinilah awal ketidakmampuan pemerintahan dalam mengolah APBN. Selain itu, mereka dinilai tak mampu menciptakan ketahanan energi kita, yang sebenarnya kaya di perut bumi kita. Apapun alasannya mengapa justru rakyat yang mesti menanggung beban ekonomi biaya tinggi akibat kenaikan harga BBM", imbuhnya, meyakinkan. *



Lasusua, 17 Maret 2012