Tinggi, Potensi Pejabat Salahgunakan Wewenang

Selasa, 13 Januari 2004 , 18:08:53 WIB
Tinggi, Potensi Pejabat Salahgunakan Wewenang
Media: Kompas Hari/Tgl: Selasa, 13 Januari 2004 Jakarta, Kompas - Potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik menjelang dan pada saat Pemilihan Umum 2004 sangat tinggi. Ini terjadi di Provinsi Jawa Tengah, yang Senin kemarin diungkapkan Panitia Pengawas Pemilu. Pemetaan awal yang dilakukan Panwas Jawa Tengah, menemukan tingginya potensi penyalahgunaan wewenang terjadi karena banyaknya pejabat yang juga menjadi ketua atau memegang jabatan strategis pada parpol tertentu, maupun mereka yang menjadi pejabat berkat dukungan parpol. Hal itu disampaikan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Provinsi Jawa Tengah Nur Hidayat Sardini disertai anggota Panwas Jawa Tengah Ahsanul Minan kepada wartawan di gedung Panwas pusat di Jakarta, Senin (12/1). Dalam acara itu, hadir juga Wakil Ketua Panwas Saut Hamonangan Sirait serta anggota Panwas M Rozy Munir, Topo Santoso, dan Didik Supriyanto. Panwas Jawa Tengah memetakan, setidaknya ada 23 bupati/wali kota atau pejabat publik daerah lain di Jawa Tengah yang merangkap sebagai ketua parpol. Sementara, pejabat publik yang memiliki jabatan strategis di parpol mencapai 25 orang. Sebanyak 18 orang bupati/wali kota di Jawa Tengah juga terpetakan bukan afiliator parpol namun menduduki jabatannya berkat dukungan kuat parpol. Konsekuensi eratnya hubungan antara pejabat publik di Jawa Tengah dengan parpol peserta Pemilu 2004 terlihat dengan terjadinya penggunaan fasilitas negara oleh bupati/wali kota sebagai bentuk dukungan untuk aktivitas parpolnya. Penyalahgunaan kekuasaan bisa pula terjadi dengan adanya kebijakan yang menguntungkan kelompok tertentu. Para pejabat publik daerah juga biasa menggunakan forum yang dihadirinya untuk secara langsung maupun tidak langsung menguntungkan partai. Beberapa indikasi penyalahgunaan kekuasaan pejabat publik yang ditemukan Panwas antara lain peredaran kalender, buku tulis, atau seragam guru yang identik dengan simbol parpol tertentu. Konsolidasi internal yang biasa dihadiri pejabat publik, juga dimanfaatkan sebagai penggalangan dukungan untuk parpol tertentu. Nur Hidayat menceritakan, ada bupati yang menjanjikan perbaikan gedung sekolah dasar jika partainya menang. Curi start kampanye Nur Hidayat menyebutkan, para pejabat publik itu bisa dikenakan pasal berlapis. Para bupati/wali kota serta pimpinan DPRD di Jawa Tengah yang mayoritasnya berasal dari parpol, patut diduga menjadi pelaku curi start kampanye. UU No 12/2003 tentang Pemilu jelas menyebutkan bahwa kampanye pemilu dilarang melibatkan pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negara, kepala desa, atau sebutan lain. Pejabat negara dari parpol, yaitu presiden/ wakil presiden/menteri/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota dalam berkampanye juga dilarang menggunakan fasilitas yang terkait jabatannya dan harus mengambil cuti di luar tanggungan negara. Nur Hidayat menyebutkan, Jawa Tengah dengan calon pemilih 22,5 juta jiwa merupakan ?pasar potensial? bagi parpol peserta Pemilu 2004 untuk berebut kursi legislatif. Setidaknya saat ini sudah terlihat tingginya frekuensi kunjungan para pimpinan pusat parpol peserta Pemilu 2004 di wilayah Jawa Tengah. Kunjungan tersebut merangsang terkonsentrasinya massa yang kemudian membentuk arak-arakan yang di mata masyarakat kebanyakan menjadi identik dengan kegiatan kampanye. ?Pada hari Sabtu dan Minggu tensi pelanggaran ketentuan kampanye cenderung meningkat,? kata Nur Hidayat. Menanggapi persoalan itu, anggota Panwas pusat M Rozy Munir menyatakan, jajaran Panwas akan melanjutkan pemetaan pola penyalahgunaan jabatan dan fasilitas para pejabat daerah ini di wilayah lain. Tidak tertutup kemungkinan praktik ini akan berulang sehingga KPU pun mestinya menyiapkan perangkat yang jelas untuk menangani soal itu. Secara persuasif, Panwas juga akan berdialog dengan para pejabat publik di daerah. Kalaupun Panwas bersikap tegas atas penyalahgunaan jabatan, hal itu jangan dilihat sebagai upaya menghalangi proses demokrasi dan sosialisasi peserta Pemilu 2004. (dik)