Polisi Panggil Ketua Panwas
Rabu, 11 Februari 2004 , 09:05:52 WIB
MANAHAN - Kasus laporan pencemaran nama baik yang disampaikan Honda Hendarto dan KP Satryo Hadinagoro atas pernyataan Ketua Panwas Pemilu Jateng Nur Hidayat Sardini berlanjut. Polresta Surakarta melayangkan surat panggilan kedua kepada Ketua Panwas itu agar memenuhi undangan untuk diperiksa, Rabu (11/2) ini.
Pemanggilan kali kedua itu dilakukan, kata Kapolresta AKBP Drs Lutfi Lubihanto, karena tersangka tidak memenuhi panggilan pertama tanggal 4 Februari 2004. Guna mengusut lebih lanjut, kata dia, pihaknya masih menunggu kedatangan Ketua Panwas untuk diperiksa sebagai tersangka. Surat panggilan itu menindaklanjuti surat sebelumnya No Sp.Pgl/45/I/2004/Reskrim.
Dalam surat pertama itu, Nur Hidayat Sardini disebut menjadi tersangka kasus penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 (1) KUHP. ?Pemanggilan itu sebagai tindak lanjut laporan kedua kader PDI-P tanggal 28 Januari 2004,? tandas Kapolresta didampingi Kasat Reskrim AKP Masrur.
Dalam laporan itu, lanjut dia, kedua pelapor menilai, Nur Hidayat Sardini mencemarkan nama PDI-P melalui komentarnya di media massa yang menyebutkan ?karakteristik tersendiri? beberapa waktu lalu. Bila pemanggilan kedua itu tidak dipenuhi, Polresta Surakarta akan melakukan langkah hukum seperlunya. Namun, Kapolresta tidak menegaskan tindakan hukum yang dilakukan sebagai upaya paksa. ?Langkah kami belum sampai ke arah itu. Apalagi belum diketahui apakah Ketua Panwas itu memenuhi panggilan kedua itu atau tidak. Kita tunggu saja pada Rabu besok (hari ini-Red),? tandasnya. Seperti diberitakan (SM, 7/2), Nur Hidayat Sardini siap memenuhi panggilan Polresta Surakarta. Ketua Panwas Pemilu Jateng itu juga mengakui telah menerima panggilan pertama bertanggal 4 Februari 2004. Hanya, karena banyak kesibukan, dia belum memenuhi panggilan Kepolisian Resort Kota Surakarta.
Nur Hidayat Sardini yang didampingi enam pengacara, termasuk Bambang Widjojanto SH LLM, menyatakan, memang dirinya belum memenuhi panggilan kepolisian Solo. Namun, dia mewakilkan Ali Purnomo selaku Wakil Panwas Pemilu Jateng. (G11-86e) ????.. astaga.com.
Hal ini dikemukakan pengamat politik Nur Hidayat Sardini yang sehari-hari menjadi staf pengajar FISIP Universitas Diponegoro Semarang. Lebih lanjut dikemukakan, bila persyaratan itu sampai diakomodasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, akan menghalangi bahkan mematikan calon lain yang memiliki visi bagus namun tidak memiliki dukungan suara di DPR hingga 20 persen.
?Biarlah rakyat yang menentukan sendiri presiden dan wakil presiden tanpa harus dibatasi bahwa seorang calon presiden dan calon wakil presiden harus mendapat dukungan minimal 20 persen,? kata Nur Hidayat Sardini.
Dipaparkan, dukungan 20 persen suara tersebut sangat besar dan belum tentu partai besar seperti Golkar bisa memperoleh dukungan sebesar itu. ?Mungkin hanya PDI-P saja yang masih memperoleh suara di atas 20 persen pada Pemilu 2004,? tuturnya.
Nur Hidayat Sardini memberi contoh, Helmut Schroeder yang akhirnya terpilih menjadi Kanselir Jerman meskipun sebelumnya kurang mendapat dukungan parlemen. Begitu pula dengan Presiden AS John F Kennedy yang populer di mata rakyat AS akhirnya bisa menjadi presiden negeri adidaya kala itu meski sebelumnya kurang mendapat dukungan dari Senat AS.
Kalau persyaratan itu tetap dipaksakan, lanjutnya, tokoh lain seperti KH Hasyim Muzadi, Nurcholish Madjid, Susilo Bambang Yudhoyono dan Amien Rais kemungkinan besar tidak bisa masuk dalam bursa persaingan memperebutkan kursi presiden dan wakil presiden.
Ditegaskan pula bila persyaratan perolehan dukungan di parlemen tetap diperlukan, seharusnya tidak sampai 20 persen, tetapi cukup lima persen saja sebagai pintu masuk (persayaratan formal) bagi calon presiden dan calon wakil presiden yang ingin maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Selain itu dikatakan, partai politik tidak boleh mengatur hak warga terlalu jauh termasuk menentukan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih langsung oleh masyarakat.
Sebab, tambah Nur Hidayat Sardini, parpol sesungguhnya hanya memiliki fungsi komunikator, fasilitator, agregator dan artikulator. Sedangkan dalam hal memilih presiden dan wakil presiden, parpol di parlemen tidak bisa lagi sebagai pemegang mandat dari rakyat. (ANT/hyo)