Baca Buku, Semrawut, Sukhoi, Konsumen Demokrasi [1]
Rabu, 28 Maret 2012 , 14:53:40 WIB![Baca Buku, Semrawut, Sukhoi, Konsumen Demokrasi [1]](http://www.nurhidayatsardini.com/images/view/noimage.png)
Usai pulang kampung sejak Sabtu lalu di Semarang, Senin ini saya terbang ke Pontianak. Saya tak ke kantor karena waktu nanggung sekali. Saya berdiam di Cengkareng sembari menunggu kolega yang akan menyusul ke Bandara Soetta. Sambil menunggu saya mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Membaca buku, sambil pijat refleksi. Rupanya pesawat didelay, tapi hikmahnya bisa menghabiskan seluruh buku. Tadi di Bandara Semarang sudah hampir separoh buku, nah plus dua jam cukup waktu menghabiskan seluruhnya. Lumayan untuk mengkayakan menulis disertasi yang tengah saya susun.
Kami ke Pontianak dalam rangka melakukan fit and proper test kepada calon anggota Panwaslukada Kalimantan Barat. Seperti diketahui, keenam nama yang telah diproses dan dihasilkan oleh Timsel yang sebelumnya dibentuk Bawaslu, telah bekerja. Mereka sudah menghasilkan keenam nama yang siap untuk diuji kepatutan dan kelayakannya. Tugas kami memilih sebanyak tiga nama. Ketiga nama nanti akan ditentukan dalam pleno kami. Tiga nama yang kelak akan ditetapkan sebagai calon terpilih, sementara ketiga nama sisanya masuk dalam daftar tunggu.
Begitu tiba di Bandara Supadio, kami dijemput pengendara yang akan membawa ke penginapan selama kami di ibukota Kalbar ini. Wah, bandara ini sedang direhab di sana-sini. Kondisinya lagi semrawut. Terasa tak nyaman. Sepertinya hendak diperluas. Untuk kali pertama saya pernah ke Pontianak ini pada 1998. Waktu itu bandara ini tak seberapa besar. Pada kesempatan berikutnya saya bisa melihat pesawat Sukhoi yang diparkir di hangar Skuadron I Supadio ini. Saya jadi bertanya, pesawat perang kok bisa diparkir seterbuka itu ya. Apakah ini sengaja atau karena memang tak ada tempat parkiran yang tertutup? Wah, tapi itulah.
Pada tahun 2001 saya pernah ke sini pula. Waktu itu meneliti actor-aktor demokrasi di sini. Saat saya bekerja di sebuah lembaga penelitian berbasis internasional. Usai jatuhnya Pak Harto terjadi demonstrasi besar-besaran di sini. Menuntut kepala daerah untuk turun dari jabatannya. Ada tokoh binaan Orde Baru di balik demonstrasi besar-besaran itu. Tapi alih-alih untuk demokrasi itu sendiri, tapi sebenarnya dia memanfaatkan situasi demonstrasi demi kepentingan diri dan kelompoknya. Itulah muncul pengertian “konsumen demokrasi”, lebih dari itu ada pula “bos demokrasi”. Tumben demokrasi. Buku soal itu sudah terbit beberapa tahun yang lalu. Silakan baca bila berminat. Tapi buku tebal tersebut, di toko buku sudah jarang.
Kami rombongan dibawa ke luar Kota Pontianak. Tour leader kami, Kang Haji Jajang, entah akan membawa ke mana kami. Sebelum matahari tenggelam hingga ini sudah jelang isya, kok belum nyampai juga tempat yang dituju. Makin tak paham. Sangka kami, kami akan dibawa makan malam. Coba saya kontak Haji Jajang, yang semobil dengan Bu Tio. Ah, tak nyambung-nyambung. Ikuti sajalah hendak dibawa ke mana kami pergi. Pasrah untuk kebaikan. He..He..*
Cengkareng, Pontianak, 26 Maret 2012