Cilacap [8]: Team Building
Kamis, 12 April 2012 , 10:28:59 WIBApa yang harus dilakukan agar pengawasan menjadi yang efektif? Pertama-tama harus dimulai Dari Kesadaran Diri Sendiri. Dalam hal ini saya dedah dan merunut kembali guna memperbaiki dan meluruskan motivasi, visi, dan misi, yang saya kaitkan dengan spirit nilai ibadah. Saya juga mengajak kepada peserta untuk mengesampingkan latar belakang masing-masing dari setiap individu anggota Panwaslu, mencoba meluruhkan diri ke dalam lembaga. Yang tak kalah pentingnya, agar setiap anggota Panwaslu itu mengesampingkan ego personal dan ego sentrisme. Agar terbangun kesadaran organisasi, saya minta kepada setiap anggota Panwaslu untuk memahmi karakter kolega, juga cara membangun soliditas, solidaritas, dan komitmen.
Kedua, bagaimana membangun kolektif kolegialitas. Untuk membangun tim kerja yang baik dan efektif, saya menggariskan mengenai format keorganisasian, dimana yang diorientasikan adalah kebangunan organisai, atau dalam istilah lain oreintasi organisasi, membangun koloni bukan soliteriat, yang didahulu dengan membangun kesadaran kolektif-kolegial, dengan menghilangkan motif egoisme.
Seorang pengawas Pemilu harus “membuka baju”, ”out of the box”, dan mengesampingkan peran yang yang tidak mendukung kerja-kerja pengawasan. Penting pula, bahwa Panwaslu harus mulai menyadari akan keberadaan dirinya dalam kaitan tanggung jawab untuk menjalankan tugas, wewenang, dan kewajibannya. Tak kalah pentingnya, dia membangun mutual trust / trusting di antara anggota.
Pada bagian di atas saya detilkan, contoh-contoh kasusnya, juga pada bagian yang disebut perilaku untuk menggantikannya. Saya kemukakan ada perilaku dengan kualitas unggul yang seharusnya dimiliki seorang anggota Panwaslu. Perilaku kualitas unggul tersebut, meliputi antara lain, adalah memiliki karakter itu sendiri, memiliki kharisma, dan komitmen pengawasan yang jelas.
Di samping itu, seorang anggota Panwaslu harus memiliki motivasi yang kuat, inspirator. Mampu membangun jaringan komunikasi, koordinasi, dan sinergi yang baik, karena itu mereka harus memiliki kompetensi yang tinggi. Mereka memiliki keberanian, nyali, dan kepekaan (take risk taker), tajam dalam fokus, tajam pula dalam melakukan pengawasan. Mereka orang yang selalu proaktif, responsif, menganggap dirinya sebagai pelayan dan bukan pembeban. Itulah profesional dari perilaku unggul dari apa yang dilakukannya.
Kemudian saya mengemukakan karakter seseorang dari konsep pemenang dan korban (victor versus victim). Seseorang bisa menempatkan dirinya sebagai seorang pemenang hidup (“victor”), bisa pula sebaliknya sebagai “victim”. Seorang anggota Panwas harus bisa memerankan diri sebagai seorang “victor”, yakni mereka yang mengambil 100% tanggung jawab atas hasil yang didapat, tidak menyerahkan kendali kehidupan pada keadaan, sementara seseorang dengan karakter “victim” menganggap dirinya sebagai korban dari keadaan. Mereka adalah orang yang selalu merasa dirinya sebagai korban dari situasi, keadaan, orang lain, atasan, atau kolega-koleganya.*
Cilacap, 7 April 2012