Terjaganya Hati Seorang Pramugari

Selasa, 05 Juni 2012 , 13:03:11 WIB
Terjaganya Hati Seorang Pramugari
Judul buku: Diary Pramugari Seks, Cinta, & Kehidupan True Story *
Penulis: Agung Webe * Penerbit: Pohon Cahaya * Jumlah: 352 halaman. Tahun terbit: Desember 2011.

Sekali-kali memang perlu membahas yang tidak serius. Istilah saya sejak menjadi aktivis kampus, kita perlu tamasya ideologi. Bacaan pun harus sekali waktu keluar dari yang serius-serius. Itulah saya membaca kisah yang agak santai tapi pula mendalam. Novel ini saya beli di Mal Karawang, pekan yang lalu, saat saya berkesempatan ke tempat sohib yang tengah punya hajatan.

Kisah nyata yang ditulis di buku ini menarik. Catatan harian seorang pramugari, yang mengalami "perang batin". Di punggung hatinya diserang keinginan glamour dunia penerbangan, dengan sisi hatinya yang berteguh memegang tradisi keagamaan yang sangat mendalam. Seorang putri Solo, Jingga namanya, berangkat dari Solo dengan penuh harapan. Di dunia kepramugarian, dia menatap sebagian dunianya yang glamour dan seks bebas,
tapi sebagian besar sisi hidupnya masih terjaga. Luar biasa.

Sejak awal dia menginjakkan kaki di ibukota, dia sudah dihadapkan pada problematika perang batin. Perkenalannya dengan Anya, seprofesinya, Jingga lebih banyak terhenyak. "Jingga, bagiku dosa itu terjadi kalau aku berbuat yang merugikan orang lain. Merusak lingkungan atau sesuatu yang menyebabkan orang lain sengsara", kata Anya kepada Jingga. "Tetapi bukankah agama melarangnya?",  sergah Jingga. "Aku tidak percaya dengan agama!", jawab Anya, rekan sekosnya di Jakarta.

Itu salsh satu sisi dialog Jingga dengan Anya, juga dengan sejumlah kawannya. Tapi si Jingga kukuh dengan keyakinannya. Setiap kali tiba waktu sholat, dia tak lupa memanjatkan doa kepada-Nya. "Ya Allah. Aku meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kulakukan. Juga kesalahan kedua orang tuaku. Jagalah hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan-perbuatanku. Berilah selalu petunjuk-Mu, sehingga tetaplah lurus pada jalan yang Engkau ridloi. Bukan jalan mereka yang tersesat. Amien!", kira-kira begitu, dalam doa Jingga usai menunaikan shalat fardlu dan sholat malamnya. Acap air mata berbulir di sela-sela paras cantiknya, sang putri Solo.

Kejiwaan Jingga terbentuk dari pengalaman yang tak menyedapkan dari ayahnya. Juga kasih ibunya yang luar biasa. Keseharian di tempat kerja serta kolega-koleganya, yang bebas sebebas-bebasnya. Dalam suatu liburan di Puncak, dia pernah akan diperkosa namun selamat karena kawannya, yang menghentikan kebejatan teman serombongan. Di kali waktu, para sohib akrabnya mendahului untuk selamanya: kecelakaan dan overdosis.

Suatu ketika dia mendengar cerita akan siapa dirinya. Dari mBok Kurti dia tahu bahwa bapaknya menikahi ibunya karena ditinggalkan peneliti dari China. Bapaknya yang dulu dibencinya, tak dinyana justru yang menyelamatkan dirinya. Akhirnya bapaknya yang dibencinya selama ini, adalah sosok yang menyelamatkan ibunya, Winarni. Itu demi status jabang bayi yang dikandung. "Bapakmu berhati seluas samudera. Dan jabang bayi itu adalah mBa Jingga sendiri", kata mBok Kurti kepada Jingga.

Tak banyak orang seperti Jingga. Hidup di belantara Jakarta, lalu melalangbuana sebagai pramugari, bisa melakukan apa saja. Seks bebas pada kawan-kawannya, serta kilauan dunia tak bergeming baginya. Orang memegang teguh prinsip, ternyata bukan di aras sosial. Tapi letaknya ada di hati. Kekuatan hati yang terjaga, akhirnya lisan dan perbuatan mengikutinya. Banyak orang punya alasan untuk berbuat apa saja. Dan jingga pun punya alasan yang sama: seks bebas dan gemerlapnya dunia. Tapi tidak bagi Jingga. Sang pramugari, tetap terjaga hati, lisan, dan perbuatannya. *

Jakarta, 1 Juni 2012