Jalan Kaki, Rute dari Kos-Kontrakan ke Simpang Lima, Semarang

Jum'at, 08 Juni 2012 , 12:08:51 WIB
Jalan Kaki, Rute dari Kos-Kontrakan ke Simpang Lima, Semarang

Pagi waktu yang tepat untuk berolah jasmani. Jalan kaki olah raga yang paling aku suka. Selain murah, juga memungkinkan bisa berakrab ria dengan orang sekampung. Bisa bertegur sapa dengan mereka yang kebetulan dijumpai di jalan. Sekalian pula bisa mengajak anak-anak ikut serta. Ini kebiasaan sejak lama, sejak kanak-kanak di kampung kelahiran dulu. Hingga sekarang jalan-jalan masih dilakukan. 

Sewaktu kuliah aku berpindah-pindah tinggal. Dari satu kos ke kos lainnya. Dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Di Semarang ini kali pertama kos di Genuk Karanglo. Sekilo dari Simpang Lima. Jalan kaki dari kos, melintasi jalan Sriwijaya melewati TMP Giri Tunggal dan Mapolda Jateng, lalu Gubernuran di Jalan Pahlawan, putar Simpang Lima Lima kali, sudah keringat mengucur deras.

Tiga tahun kemudian pindah ke Taman Pleburan. Sekos dengan kawan-kawan seorganisasi ekstra kampus. Bila tak ada kegiatan, jalan kaki dilakukan. Hingar-bingar reformasi aku pindah ke kontrakan. Tak jauh dari kos semula. Itu kos punya mantan Rektor UGM Prof. Koesnadi Hardjosoemantri, yang akhirnya aku akrab dengan beliau hingga akhir hayat beliau. Oh, iya, beliau wafat dalam suatu kecelakaan pesawat di Bandara Yogyakarta, beberapa tahun silam.

Kurang setahun aku tinggal di rumah Prof Koesnadi. Untuk sebuah penelitian antropologi, aku diharuskan untuk tinggal dan membaur dengan para penghuni rumah susun. Selama kurang lebih tujuh bulan tiinggallah aku di Rusun Pekunden, Semarang. Olah raga jalan kaki masih sempat aku lakukan. Rutenya tetap kos Simpang Lima. Kalau sebelumnya dari arah selatan atau kampus Undip, kali ini dari arah Barat. Antara Simpang Lima dengan Tugu Muda-Lawang Sewu. Rusun Pekunden di belakang tak jauh dari Lawang Sewu.

Kontrak penelitian usai, aku pindah ke Wonodri, tak jauh dari RSU PKU Muhammadiyah, Roemani. Di sini berbaur dengan anak-anak kos lain. Tempatnya tak ideal, tapi sebagai dosen baru, dengan penghasilan yang cukup untuk kebutuhan seorang bujang, apa boleh buat. Dari 20 Oktober 1998 hingga tahun 2003, aku berada di Wisma Cendrawasih. Berbaur dengan segala jenis manusia. Sepulang dari Tanjung Pinang dengan membawa istri, aku pindah ke Genuk Karanglo kembali, tak jauh dari kos-kosan pertama dulu. Dari sini kebiasaan jalan kaki masih dilakukan. Bila biasanya sendirian, kali ini bersama istri jalan-jalan pagi ke Simpang Lima. Asyik. *

Semarang, 7 Juni 2012