Membangun Generasi

Kamis, 14 Juni 2012 , 13:42:25 WIB
Membangun Generasi
Siang ini aku berkesempatan menjadi pembicara di diskusi "Monas Institute". Tempatnya cukup jauh dari tempatku tinggal: Ngaliyan, Semarang, dekat kampus 3 IAIN Semarang.  Ini atas undangan sohib Mohammad Nasih. Sudah lama sebenarnya aku diminta untuk berbicara di sini. Tapi baru kali ini aku berkesempatan memenuhinya. "Monas" kepanjangan dari Mohammad Nasih. Aktivis muda, pengajar di pasca sarjana ilmu politik UI.

Bung Nasih mendirikan semacam pondok mahasiswa, dengan terapan keislaman, kemasyarakatan, dan keindonesiaan yang inklusif. Yang mengharukan, peserta didik dari kalangan yang tak berpunya. Ada sekitar 100 orang yang dididik di Monas Institute ini. Selain aku, beberapa tokoh pernah berbicara di diskusi di sini. Sebut saja Bu Chusnul Mariyah, Bang Fachry Ali, Bung Ibnu Mahmud, dan seterusnya.

Peserta didik seusia mahasiswa dan mahasiswi. Aku lihat pendalaman agamanya di atas rata-rata. Bahkan beberapa di antaranya sudah hafal al-Quran. Penguasaan ilmu agama tak diragukan lagi. Penguasaan ilmu-ilmu lain, sesuai bidang, pula tak disangsikan. Terlihat dari poin pertanyaan, juga kedalaman pemahaman dari pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan mereka ajukan usai aku menyampaikan setengah jam materi presentasi. Antusiasme tampak dari banyaknya responsi mereka.

Oh, iya, tadi aku menyampaikan persoalan kebangsaan dan keindonesiaan serta keislaman. Lebih banyak bagaimana posisi kita sekarang ini, khususnya umat Islam Indonesia. Aku lebih banyak memberi motivasi untuk mereka maju. Juga bagaimana entitas Islam dipahami umat dewasa ini. Aku katakan, entitas agama tak seharusnya dipersempit sekadar identitas demografis, namun mendorong lahirnya nilai dan ethos ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.

Lanjutku. Dewasa ini belum terbit generasi pemikir Islam Indonesia yang otentik. Siapa tahu dari yang hadir di majelis ini akan lahir para pemikir yang diharapkan mampu menggali jawaban dari pertanyaan ikhwal mengapa negara muslim terbesar ini belum berhasil memajukan dirinya di tengah-tengah pergaulan antarbangsa? Bahwa Amerika bisa maju karena Calvinisme, China gemebyar karena Confusionisme, Jepang karena Shintoisme, India berkat Hinduisme, dan Eropa maju mengingat Yudea-Christiani, tiba saatnya Indonesia maju karena nilai dan ethos keislamannya. Amien. Begitulah. *

Semarang, 9 Juni 2012