Mengurus e-KTP (2)
Kamis, 14 Juni 2012 , 13:44:45 WIB
Sejam menunggu dan ngobrol dengan warga,
namaku dipanggil petugas. Seorang petugas kaget. "Kenapa tidak bilang ke
saya. Kan bisa aku bantu?", katanya. Aku senyum-senyum saja. Mereka
juga tanya, lho nama Nur Hidayat tidak ada Sardini-nya. Namaku resmi di
KTP cukup Nur Hidayat, tak ada Sardini-nya. Itu nama ayah untuk
melengkapi penghormatanku kepada orang tua. "Kalau ada Sardini kan jadi
tahu", tungkas petugas. Sudahlah, yang penting aku sudah datang untuk
mengurus e-KTP ini.
Aku masuk, duduk dideretan sepuluh orang yang akan diproses. Seperti lainnya, aku kemudian duduk di hadapan petugas yang menyebelah dengan posisi duduk diriku. Aku diminta menyodorkan keempat jari pada tangan kanan. Kemudian diminta tanganku dipegang petugas perempuan yang lumayan cantik ini.
Usai difoto, tangan kiriku diraihnya. Aku diminta menyodorkan keempat jari pada tangan sebelah kiri. Usai itu, jempol sebelah kiri, lalu jempol sebelah kanan, dan jempol sebelah kanan. Terakhir jari telunjuk kanan dan kiri. Kesemua jari-jari tadi diminta untuk menempelkan pada sensor yang berada di depanku. Asyik, dipegang-pegang tangan halus petugas perempuan.
Usai itu langsung pendaftaran terakhir. Posisi dudukku bergeser di sebelah petugas lain. Kali ini lelaki, lulusan IPDN. Eh...Pak Nur. Apa kabar? Sapaku. Dia rupanya pernah ke tempatku, sementara aku sendiri lupa. Dia bilang dia yang dulu menguruskan pengaspalan jalan di depan rumahku, tiga tahun yang lalul. Aku baru ingat. Iyalah. Namaku dicari tak ketemu-ketemu. Setelah dicek lagi, eh..rupanya salah kelurahan. Oalah. Kelurahanku kan Bulusan. Dia mencari di daftar warga kelurahan Tembalang.
Prosesnya tak seberapa lama. Aku hitung dari mulai proses perekaman pasfoto, sidik jari pada seluruh tangan, tak lebih tiga menit. Hanya saja, karena banyaknya warga, maka antreannya itu yang lama. Berjam-jam hingga empat-lima jam. Apalagi ini hari libur. Dan sengaja hari libur untuk memberi kesempatan kepada warga yang tak sempat menguruskan e-KTP di hari-hari kerja. Baguslah untuk perkara ini.
Usai semua proses, aku ucapkan terima kasih. Pulang aku dengan jalan kaki. Tapi sempat aku memberi senyum kepada warga yang menyapaku. Di tembok kecamatan, terpampang spanduk ucapan selamat datang dari walikota dan wakil walikota, Pak Marmo dan Bung Hendi, yang keduanya kukenal baik sejak lama. Tak ada nada kampanye, tapi pesannya jelas. Warga telah terbiasa dengan pemandangan seperti itu. *
Semarang, 10 Juni 2012
Aku masuk, duduk dideretan sepuluh orang yang akan diproses. Seperti lainnya, aku kemudian duduk di hadapan petugas yang menyebelah dengan posisi duduk diriku. Aku diminta menyodorkan keempat jari pada tangan kanan. Kemudian diminta tanganku dipegang petugas perempuan yang lumayan cantik ini.
Usai difoto, tangan kiriku diraihnya. Aku diminta menyodorkan keempat jari pada tangan sebelah kiri. Usai itu, jempol sebelah kiri, lalu jempol sebelah kanan, dan jempol sebelah kanan. Terakhir jari telunjuk kanan dan kiri. Kesemua jari-jari tadi diminta untuk menempelkan pada sensor yang berada di depanku. Asyik, dipegang-pegang tangan halus petugas perempuan.
Usai itu langsung pendaftaran terakhir. Posisi dudukku bergeser di sebelah petugas lain. Kali ini lelaki, lulusan IPDN. Eh...Pak Nur. Apa kabar? Sapaku. Dia rupanya pernah ke tempatku, sementara aku sendiri lupa. Dia bilang dia yang dulu menguruskan pengaspalan jalan di depan rumahku, tiga tahun yang lalul. Aku baru ingat. Iyalah. Namaku dicari tak ketemu-ketemu. Setelah dicek lagi, eh..rupanya salah kelurahan. Oalah. Kelurahanku kan Bulusan. Dia mencari di daftar warga kelurahan Tembalang.
Prosesnya tak seberapa lama. Aku hitung dari mulai proses perekaman pasfoto, sidik jari pada seluruh tangan, tak lebih tiga menit. Hanya saja, karena banyaknya warga, maka antreannya itu yang lama. Berjam-jam hingga empat-lima jam. Apalagi ini hari libur. Dan sengaja hari libur untuk memberi kesempatan kepada warga yang tak sempat menguruskan e-KTP di hari-hari kerja. Baguslah untuk perkara ini.
Usai semua proses, aku ucapkan terima kasih. Pulang aku dengan jalan kaki. Tapi sempat aku memberi senyum kepada warga yang menyapaku. Di tembok kecamatan, terpampang spanduk ucapan selamat datang dari walikota dan wakil walikota, Pak Marmo dan Bung Hendi, yang keduanya kukenal baik sejak lama. Tak ada nada kampanye, tapi pesannya jelas. Warga telah terbiasa dengan pemandangan seperti itu. *
Semarang, 10 Juni 2012