Manusia Bercat di Jalanan Bandung

Selasa, 19 Juni 2012 , 14:54:55 WIB
Manusia Bercat di Jalanan Bandung
Barangkali bukan suatu pemandangan aneh. Karena ia acap kita jumpai di banyak kota di Indonesia ini, khususnya di Tanah Jawa. Paling kurang menurut pengalamanku. Kerap kita jumpai para peminta-minta di jalanan kota. Ada yang dengan gaya memelas, ada pula dengan benar-benar meminta untuk sekadar cari sesuap nasi dengan mengandalkan kebaikan orang. Ini konsep sodaqoh, mungkin. Namun pula, lazim dengan gaya bergitar. Penawar jasa membersihkan bodi mobil dan dengan itu orang akan memberinya. Model-model semacam itu suka kita dapati di pemberhentian lampu merah, di sekitar kota kita.

Namun yang aku lihat agak berbeda. Mungkin saja selama ini aku luput memerhatikannya, padahal sudah puluhan kali aku ke kota kembang ini. Tapi hari ini (Sabtu, 16/6), di Kota Bandung, aku menyaksikan beberapa orang, di sejumlah ruas jalan khususnya di pemberhentian lampu merah di kota Bandung, yang sekujur tubuhnya, dari ujung kaki hingga ujung rambut, dicat warna keputihan buram atau keperakan. Sepertinya tak seinci pun pada tubuhnya yang luput dari goresan pewarnaan dari cat tersebut.

Sejurus kemudian "manusia berwarna" tersebut mendekati mobil tumpanganku. Aku membaca tulisan di kotak kardus tersebut. Antara lain bertuliskan "Bantuan Untuk Pembangunan X, Y, Z", ada pula "Yayasan Anu, Inu, atau Anu Lagi", dan seterusnya. Aku buka jendela mobil, aku sodorkan lembaran rupiah, sama seperti pengendara mobil di depanku melakukan hal yang sama. Aku sama sekali tak memiliki pretensi apapun. Spontan saja, sama seperti kala tertentu aku melakukannya di tempat lain atau sewaktu orang sejenis mengetuk pintu di rumahku.

Apakah ini bagian dari kreativitas? Wallahu'alam bishawab. Mungkin saja iya, karena dengan itu orang akan memandang perhatian. Mungkin perhatian kepada penting, sehingga orang akan menatap dan suka rela merogoh dompet atau kantong lalu mengeluarkan sekoin atau selembar dua lembar kepadanya. Tapi bagiku, yang jelas, apa tidak mengorbankan kesehatan badannya. Ini mengingat cat itu kan terbuat dari bahan kimia. Kalau bahan kimia membalut kulit manusia tentu berisiko pada kesehatan kulitnya. Apa tidak mereka pikirkan efek dari itu semua. Wah, terlalu jauh aku berpikir. 

Baiknya memang otoritas pemerintah perlu mengaturnya. Aku bilang bukan menertibkannya. Tapi kata yang kupilih adalah mengatur. Sesuai konstitusi, "fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara". Sebagai "satgas negara", pemerintah berkewajiban untuk melakukan itu. Sebagai warga negara yang memiliki hati nurani untuk berbagi, jangan salahkan apabila orang memberi sesuatu kepada peminta-minta. *

Bandung, 16 Juni 2012.