Problem Mendasar Rekap Perolehan Suara Pemilu Legislatif

Senin, 04 Mei 2009 , 07:22:01 WIB
Problem Mendasar Rekap Perolehan Suara Pemilu Legislatif
Pers Release Bawaslu Minggu, 03 Mei 2009

Tahapan rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional yang kini sedang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 26 April 2009 kelak digunakan untuk menetapkan hasil pemilu, merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan pemilu. Pada tahap inilah, hasil rekapitulasi suara pemilih akan dikonversi menjadi perolehan kursi dari peserta pemilu.

Proses rekapitulasi tersebut di ternyata diwarnai carut-marut. “Kekacarut-marutan”, “kekacauan dan kekisruhan” dimaksud dapat dilihat dari banyaknya keberatan yang diajukan para saksi peserta pemilih, ketidakakuratan dalam dalam perbedaan data hasil rekapitulasi, cukup banyak soal di daerah yang sedang direkapitulasi sehingga belum dapat diselesaikan serta masih banyak provinsi yang belum selesai dilakukan rekapitulasi, dan bahkan ada kabupaten/kota dan kecamatan yang masih belum selesai melakukan rekapitulasi.

Keseluruhan masalah tersebut sangat potensial menjadi pemicu munculnya permasalahan yang lebih serius. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa KPU tidak akan dapat menetapkan hasil pemilu secara nasional pada tanggal 9 Mei sesuai ketentuan UU nomor 10 tahun 2009.

Berdasarkan pengawasan yang dilakukan Bawaslu atas proses rekapitulasi perolehan suara oleh KPU sejak 26 April 2006, Bawaslu memandang perlu untuk mengemukakan hasil pengawasannya dengan mengkategorisasi permasalahan krusial tersebut, yaitu sebagai berikut:

Permasalahan Umum:

1. Ada intensi yang memperlihatkan bahwa KPU mempunyai kecenderungan untuk mempercepat proses rekapitulasi perolehan suara tetapi dengan cara mengabaikan kecermatan, akurasi serta mengabaikan berbagai keberatan saksi sehingga melanggar prosedur rekapitulasi, sekedar hanya untuk kepentingan pemenuhan tenggat waktu penetapan hasil pemilu secara nasional belaka; yang paad akhirnya mengesampingkan penegakan peraturan perundang-undangan.

2. Tindakan KPU yang mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan keberatan saksi disertai dengan sikap dan alasan agar peserta pemilu tersebut mengajukan keberatannya di dalam permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi. Tindakan ini diduga sudah menjadi kebijakan internal KPU di seluruh tingkatan yang dengan sengaja mengesampingkan keberatan saksi selama proses rekapitulasi di tingkatan kecamatan dan kabupaten/kota.

3. KPU telah berkecendrungan melemparkan tanggung jawab pelanggaran prosedur pemungutan dan penghitungan suara untuk diselesaikan MK. Tindakan sedemikian mempunyai potensi yang dapat menimbulkan dampak berupa lonjakan jumlah gugatan di MK. Jika hal tersebut terjadi, MK akan menghadapi masalah berkaitan adanya keterbatasan waktu dan jumlah SDM di Mahkamah sehingga tidak mustahil akan menyebabkan banyak kasus sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh MK. Apabila hal ini terjadi, maka tunggakan kasus ini akan menyebabkan krisis konstitusional.

Permasalahan Kasuistis:

1. Ada cukup banyak data hasil rekapitulasi di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota yang tidak akurat, dimana jumlah total perolehan suara berbeda dengan jumlah surat suara sah, jumlah surat suara yang dipergunakan, jumlah surat suara yang tidak dipergunakan dan lain sebagainya. Modus ini banyak terjadi di daerah yang telah menyelesaikan proses rekapitulasi. Ketidakakuratan data ini mengindikasikan adanya kemungkinan manipulasi yang bersifat sistematis dan masif yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

2. Adanya salinan berita acara rekapitulasi perolehan suara yang berbeda-beda antara yang diperoleh saksi dengan salinan yang dikirimkan kepada KPU di tingkat yang lebih tinggi. Perbedaan data salinan berita acara ini dapat menjadi indikasi terjadinya manipulasi perolehan suara. Modus ini banyak terjadi di berbagai daerah. Perbedaan dokumen ini mengaburkan derajat keabsahan masing-masing dokumen, sehingga akan menimbulkan masalah dalam proses pembuktian di MK.

Berdasarkan atas seluruh permasalahan-permasalahan tersebut, maka proses rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan KPU menjadi tidak akurat dan potensial dipersoalkan oleh para peserta pemilu dan bahkan dinyatakan sebagai tidak memiliki legitimasi.

Oleh karena itu, Bawaslu mendorong kepada KPU agar secara sungguh-sungguh memastikan dan menjamin rekapitulasi perolehan suara dilakukan secara obyektif dan profesional serta mengambil langkah-langkah antisipatif dan kuratif untuk memperbaiki proses dan hasil rekapitulasi suara guna menyelamatkan suara rakyat dan meneguhkan integritas hasil pemilu.

Bawaslu akan mengawasi proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat KPU dan akan mengajukan gagasan serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan proses pemilu yang sudah dilaksanakan.