Bawaslu: Banyak Penyelenggara Tak Netral

Selasa, 14 Juli 2009 , 17:02:37 WIB
Bawaslu: Banyak Penyelenggara Tak Netral

Media: Koran TEMPO Hari: Selasa, 14 Juli 2009

JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai banyak petugas penyelenggara pemilihan di daerah tak netral. Anggota Bawaslu, Wahidah Suaib, mengatakan ketidaknetralan petugas itu terlihat dari banyaknya kasus pelanggaran yang menguntungkan calon tertentu. "Banyak kasus menunjukkan penyelenggara pemilihan tak netral," kata Wahidah dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, kemarin.

Wahidah mencontohkan, di Mimika, ada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara menandai surat suara yang tak terpakai untuk menguntungkan calon tertentu. Kondisi ini, kata dia, juga terjadi di daerah lain.

Ada surat suara yang sudah ditandai sebelumnya. "Ada yang ditandai untuk pasangan nomor satu, dua, dan tiga," katanya. Selain penyelenggara, dia melanjutkan, pejabat pemerintahan terkesan tak netral. Seorang kepala desa di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, misalnya, ketahuan menandai 52 surat suara untuk memilih pasangan nomor urut dua.

Menurut Wahidah, tak mungkin netralitas itu tak dipengaruhi oleh pasangan calon atau tim kampanye pasangan calon. Bisa dipastikan, kata dia, petugas tak netral karena tekanan atau bujukan dari tim kampanye calon di daerah. "Kami minta Panitia Pengawas di daerah menindaklanjuti kasus ini," katanya.

Badan Pengawas mencatat ada 539 laporan pelanggaran dari 26 Panitia Pengawas provinsi. Dari jumlah itu, 401 kasus merupakan pelanggaran administrasi dan 67 kasus pidana. Sisanya adalah pelanggaran lain-lain.

Kasus terbanyak terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dengan 81 kasus, terdiri atas 77 kasus administrasi, 2 kasus pidana, dan sisanya pelanggaran lain. Terbanyak kedua terjadi di Jawa Tengah dengan 73 kasus, terdiri atas 54 kasus administrasi, 4 pidana, dan sisanya kasus lain-lain.

Tim kampanye Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto menilai International Foundation for Electoral Systems (IFES) tak berhak membantu hitung cepat Komisi Pemilihan Umum. "Bantuan itu mengakibatkan Komisi Pemilihan tak mampu menjaga sifatnya yang nasional, tetap, dan mandiri," kata Koordinator Teknologi Informasi, Tabulasi, dan Relasi Komisi Pemilihan tim kampanye Megawati-Prabowo, Arif Wibowo.

Menurut Arif, Komisi Pemilihan juga tak bisa bekerja sama dengan lembaga asing, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan. Pihak yang dapat bekerja sama dengan Komisi Pemilihan, kata dia, hanya pemerintah dan pemerintah daerah. Arif mendesak Badan Pengawas Pemilihan Umum menindaklanjuti kasus ini. "Komisi Pemilihan jelas telah melanggar kode etik," katanya.

Wahidah mengatakan lembaganya akan segera memanggil pihak IFES. Bawaslu akan melihat sejauh mana posisi Komisi Pemilihan dan IFES dalam hitung cepat. "Komisi Pemilihan seharusnya cermat dalam memilih bantuan dari pihak luar," katanya.

Anggota Komisi Pemilihan, Andi Nurpati Baharuddin, mengatakan lembaganya sama sekali tak menerima bantuan dana dari IFES. Tapi Komisi hanya menerima hibah peralatan hitung cepat. "Badan Pengawas juga menerima bantuan dari IFES," katanya. Komisioner yang bertanggung jawab terhadap hitung cepat, Abdul Aziz, mengatakan IFES sama sekali tak mencampuri hasil penghitungan. PRAMONO