Sidang Gugatan Pilpres Hakim: MK Seperti Keranjang Sampah

Rabu, 05 Agustus 2009 , 16:32:08 WIB
Sidang Gugatan Pilpres  Hakim: MK Seperti Keranjang Sampah

Media: DetikPemilu

Rabu, 05/08/2009 11:52 WIB

Sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) terjadi karena perselisihan di level bawah tidak diselesaikan. Ini sama artinya MK menjadi keranjang sampah pemilu presiden.

"Semua perselisihan dibawa ke sini karena di level bawah tidak diselesaikan. MK ini seperti keranjang sampah. Sampah-sampah yang seharusnya sudah diolah di bawah dibawa ke sini. Sebagai penjaga konstitusi ya terpaksa kita olah. Nanti jadinya seperti apa nggak tahu," kata hakim MK Abdul Mukhtie Fadjar.

Hal itu dikatakan Mukhtie dalam sidang gugatah hasil pilpres di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (5/8/2009).

Mukhtie menyinggung peran dan kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran-pelanggaran pilpres. Menurut dia, Bawaslu saat ini jauh lebih kuat posisinya dibanding Panwaslu 2004. Dengan kewnangan itu seharusnya peran Bawaslu lebih maksimal.

Karena itu dia mempertanyakan ketika Bawaslu mengaku kesulitan mendapatkan informasi dari KPU terkait proses pilpres. Mukhtie pun bertanya ke Bawaslu tentang bagaimana sebaiknya Bawaslu ke depan.

"Apakah dibubarkan saja atau perlu empowering (penguatan)?" kata Mukhtie.

Mukhtie khawatir, jika tidak dilakukan perubahan pada diri Bawaslu, perannya akan tidak maksimal sehingga keberadaannya jadi tidak bermakna. "Nggak tahu nanti Pak Hidayat (Ketua Bawaslu) tetap bisa duduk di kursinya atau tidak," kata Mukhtie sedikit berseloroh.

Menanggapi selorohan Mukti ini, Nur Hidayat Sardini menjawab dengan santai. "Apakah kami masih di sini atau tidak, Tuhan yang memberi rezeki," ucap Hidayat.

Dia menambahkan, fungsi Bawaslu di pemilu ibarat hakim garis, bukan wasit. Karena itu yang bisa dilakukan Bawaslu hanyalah memberikan tanda. Misalnya ada pelanggaran, Bawaslu hanya bisa melaporkan dan memberikan rekomendasi.

Namun keputusan sepenuhnya ada di tangan wasit. Untuk pelanggaran administratif, tindak lanjut ada di tangan KPU. Untuk pidana, tindak lanjut di kepolisian dan kejaksaan.

"Jadi kami hanya hakim garis. Masih lumayan hakim konstitusi," seloroh Hidayat yang disambut tawa hadirin.