SENGKETA PEMILU KPU Dicecar soal Daftar Pemilih Tetap

Kamis, 06 Agustus 2009 , 22:13:47 WIB
SENGKETA PEMILU KPU Dicecar soal Daftar Pemilih Tetap

Media: Kompas Hari: Kamis, 6 Agustus 2009 | 03:25 WIB

Komisi Pemilihan Umum dicecar sederet pertanyaan terkait daftar pemilih tetap oleh hakim konstitusi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Rabu (5/8). KPU diminta menjelaskan proses pemutakhiran data, adanya perubahan daftar pemilih tetap sampai tiga kali, dan penghilangan 69.918 tempat pemungutan suara yang diduga mengakibatkan hilangnya hak pilih sekitar 34.000 pemilih. Hakim konstitusi Akil Mochtar mempertanyakan kapan sebenarnya daftar pemilih tetap (DPT) benar-benar menjadi DPT. KPU melakukan perubahan hingga tiga kali, bahkan hingga dua hari menjelang pemilu presiden-wakil presiden. ?Apa statusnya sementara terus, tetap sementara,? katanya.

Ia mengutip Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden/Wapres, yang mengharuskan penetapan DPT selambat-lambatnya 30 hari sebelum pemungutan suara. Pasal 209 UU itu bahkan memberikan ancaman pidana bagi siapa pun yang mengubah DPT.

Anggota KPU, Endang Sulastri, mengakui, yang dilakukan KPU hanya perubahan rekapitulasi DPT. DPT yang sebenarnya (riil) ada di lapangan, dibawa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam bentuk cetak (hard copy). Endang mengakui, KPU tidak memiliki data dalam bentuk cetak itu. KPU hanya memiliki data elektronik (soft copy) yang mungkin berbeda dengan DPT yang dipegang petugas KPPS.

KPU mengubah DPT hingga tiga kali, yakni pada 31 Mei 2009 dengan jumlah 176.367.056 pemilih, pada 8 Juni berjumlah 176.365.015 orang, dan pada 6 Juli ada 176.441.434 orang. Perubahan DPT pada 6 Juli 2009 atau dua hari menjelang pemilu presiden-wapres, Endang menjelaskan, hal itu dilakukan untuk mengakomodasi aspirasi KPU daerah. ?Ternyata pada proses rekap ada kesalahan. Misalnya 450, direkap 400. Padahal, daftar rekap menentukan jumlah surat suara yang kami kirim,? ujarnya. Endang mengakui, kesalahan rekap murni kesalahan manusia.

Hakim konstitusi Arsyad Sanusi menanyai KPU tentang hilangnya 69.918 tempat pemungutan suara (TPS). Ke mana pemilih, sekitar 34 juta, yang semula di TPS itu dialihkan. Endang membantah menghilangkan hak pilih sekitar 34 jutaan warga. Penghilangan TPS dilakukan atas dasar UU No 42/2008 yang menyebutkan satu TPS dapat diisi 800 pemilih. Ketentuan ini berbeda dengan UU No 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur setiap TPS maksimal 500 pemilih.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meminta KPU membuktikan adanya perpindahan TPS itu. ?Buktikan pemilih disalurkan ke TPS lain. Jika tidak, itu bisa melanggar hak pilih pemilih. Ini 69.918 TPS, kalau satu TPS 500 orang, seluruhnya bisa mencapai 30 juta itu,? ujarnya.

Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini menilai, persoalan pendaftaran pemilih terjadi karena KPU tak memiliki cetak biru dalam setiap tahapan pemilu. Akibatnya, KPU berimprovisasi dalam berbagai persoalan yang dihadapi. Perubahan tiga kali atas DPT, kata Sardini, juga menjadi bukti ketidakprofesionalan KPU. Hal ini adalah masalah berat. (ana)