Bawaslu Masih Layak Dipertahankan

Kamis, 27 Agustus 2009 , 15:03:29 WIB
Bawaslu Masih Layak Dipertahankan

Bawaslu-Jakarta, Keberadaan lembaga pengawas Pemilu di Indonesia seperti Bawaslu masih diperlukan. Sebagai bagian dari penyelenggara Pemilu yang bersama-sama menjalankan tugasnya dengan KPU, keberadaan Bawaslu dinilai akan memperkuat legitimasi hasil Pemilu yang diselenggarakan dengan asas LUBER serta JURDIL. Inilah yang menjadikan positioning Bawaslu masih kuat, terlebih lembaga ini dibentuk berdasarkan undang-undang. Demikian benang merah focus group discussion yang digelar Bawaslu bersama dengan sejumlah pemantau Pemilu dan pengamat politik pada Selasa (26/08/2009) di Hotel Aryaduta Jakarta.

Sesuai standar penyelenggaraan Pemilu internasional, setiap penyelenggara Pemilu dituntut untuk menerapkan prinsip bebas dan adil dalam setiap pelaksanaan Pemilu. Di sinilah peran lembaga atau badan pengawas Pemilu sangat diperlukan untuk menjamin diterapkannya prinsip bebas dan adil.

“Kalau kita melihat praktik Pemilu di negara-negara Eropa, di sana ada proses pengawasan. Karena itulah, secara teoretis dan yuridis keberadaan Bawaslu cukup kuat. Kalau Bawaslu ingin dipertahankan keberadaannya, maka harus digali lebih dalam lagi apa saja yang dibutuhkan oleh Bawaslu guna memperkuat kewenangannya,” tegas pemantau Pemilu dari Komisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Yulianto.

Yulianto menambahkan, jika nantinya Bawaslu dibubarkan maka pembubaran tersebut harus tetap mengacu pada asas-asas Pemilu yang demokratis. “Nah, terkait dengan proses pengawasan ini,adakah yang bisa mengawasi secara lebih baik ketimbang Bawaslu jika lembaga ini dibubarkan?” ujarnya. Yulianto berpendapat, Bawaslu sebaiknya tetap dipertahankan dengan catatan harus ada penambahan kewenangan khususnya dalam hal penanganan pelanggaran. “Kalau bubar, maka proses pengawasan dikembalikan kepada penegak hukum,” urainya.

Namun pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif CETRO, Hadar Nafis Gumay meragukan efektivitas penanganan dugaan pelanggaran Pemilu jika nantinya langsung diserahkan kepada penegak hukum kepolisian. “Saya belum percaya sepenuhnya penanganan dugaan pelanggaran Pemilu jika nantinya ditangani secara langsung oleh penegak hukum,” ujar Hadar.

Terkait dengan empowering atau penguatan fungsi Bawaslu, Hadar mengatakan bahwa langkah tersebut membutuhkan evaluasi secara mendetail, terstruktur, serta sistematis. Dari evaluasi itulah nantinya akan diketahui apa yang perlu diperlukan Bawaslu di masa mendatang. Hadar menilai, salah satu kelemahan yang dimiliki Bawaslu adalah sempitnya waktu penanganan dugaan pelanggaran Pemilu. “Menurut saya, Sentra-Gakkumdu tidak berjalan baik. Sementara itu ruang dan waktu penyelesaian pelanggaran bagi Bawaslu juga harus diperpanjang.”

Adanya kritik terhadap Bawaslu, lanjut Hadar, karena Bawaslu dinilai kurang mampu menjelaskan kepada publik tentang fungsi lembaga ini. “Publik beranggapan Bawaslu dan Panwaslu punya kewenangan sampai menjatuhkan sanksi. Nah, saya berharap fungsi ini bisa dijelaskan.”

Menurut Hadar, selama ini publik kurang memahami bahwa penuntasan penanganan pelanggaran Pemilu oleh Bawaslu sangat ditentukan oleh pihak lain yakni kepolisian. Bawaslu sudah bekerja untuk menangani dugaan pelanggaran. Namun hasil kerjanya kurang terekspos ke publik.

Dalam sistem pemilu di Indonesia, keberadaan Bawaslu memang tergolong baru. Bawaslu merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Dalam pemilu sebelumnya, pengawasan pemilu dilakukan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang bersifat ad hoc atau sementara. Sementara itu, Bawaslu merupakan lembaga negara yang memiliki tugas mirip dengan Panwaslu, tetapi bersifat permanen. Sebagai lembaga baru, Bawaslu tidak hanya berjibaku dengan hal teknis pengawasan pemilu. Bawaslu juga dipaksa mengurusi segala hal untuk membangun lembaga dan organisasi Bawaslu.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Arya Bima Sugiarto menambahkan, penilaian tentang lemahnya kinerja pengawasan Pemilu yang dilakukan Bawaslu tidak bisa semata-mata diarahkan kepada Bawaslu. Dari kewenangan, kata Bima, Bawaslu memiliki keterbatasan. Hal tersebut juga ditambah dengan budaya publik yang masih malas melaporkan dugaan pelanggaran dalam setiap tahapan Pemilu. “Kalau mengacu kepada kultur publik, mungkin sosialisasi yang dilakukan Bawaslu belum maksimal. Tapi saya kira, kita masih perlu Bawaslu dengan penambahan kewenangan. Salah satu kewenangan yang mungkin bisa dimiliki Bawaslu adalah kewenangan melakukan investigasi yang dijamin secara hukum,” ujarnya.

 

Wildan Hakim

Staf Humas Bawaslu