Pembentukan Panwaslu [3]

Jum'at, 03 Februari 2012 , 15:54:01 WIB
Pembentukan Panwaslu [3]

Saat kami bertemu dengan Pimpinan Dewan serta Ketua dan segenap anggota Komisi A DPRD Kab Probolinggo Jawa Timur, seperti yang saya singgung pada tulisan sebelum ini, saya jelaskan perihal pembentukan Panwaslu mutakhir. Saya katakan bahwa kedatangan saya bersama tim untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada calon anggota Panwaslu. Kesempatan ini kami manfaatkan pula untuk memperjuangkan kelangsungan lembaga Panwas yang hendak dibentuk.

Kepada para wakil rakyat saya jelaskan, bahwa enam nama calon anggota Panwaslu sudah tersedia. Keenam nama itu hasil rekruitmen yang sudah dihasilkan Tim Seleksi (Timsel) yang dibentuk Bawaslu. Mereka sudah di tangan kami, dan usainya pertemuan saat itu akan segera dilakukan babak berikutnya, yakni fit and proper test dimaksud. Dari keenam nama yang diuji, nantinya akan ditentukan tiga nama untuk di antara untuk ditetapkan, melalui pleno Bawaslu.

Saya ungkapkan pula, sekarang ini pembentukan Panwaslu di tingkat kab/kota menjadi kewenangan mutlak Bawaslu. Ini Putusan MK atas uji materi yang diajukan Bawaslu pada 2010 lampau. Putusan ini sekaligus memotong kewenangan KPU di seluruh jenjang, berdasarkan UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Dengan demikian, lanjut saya, kewenangan mutlak berada di Bawaslu.

Memenuhi keterangan kami, Pimpinan dan segenap anggota Komisi A DPRD Probolinggo meresponnya dengan antusias. Mereka mengungkapkan kesanggupan untuk mengingatkan kepada pihak eksekutif. Mereka juga akan segera mengagendakan pertemuan dengan jajaran terkait dengan urusan Pemilu. Terkait anggaran, mereka telah mengalokasikan anggaran untuk Panwaslu Kada Probolinggo.

Pembicaraan tak berhenti di situ. Mereka mengajukan sejumlah pertanyaan menyangkut postur lembaga pengawas Pemilu. Mereka menyoroti banyaknya perkara-perkara Pemilukada yang berujung di MK. Saya menjawab, tak perlu ada yang dicemaskan berlebihan dengan perkara Pemilukada yang akhirnya dimohonkan ke MK. Itu pertanda baik, karena dengan demikian para peserta Pemilu yang merasa tak-puas, tak memanivestasikan rasa ketidakpuasannya dalam bentuk-bentuk destruktif. Walau begitu memang gejala ini jadi bahan evaluasi khususnya bagi penyelenggara Pemilu.

Tapi mesti diingat, dari 300-an perkara yang dimohonkan di MK sepanjang Pemilukada 2009-2012 ini, sebenarnya hanya 36 perkara yang dikabulkan MK. Angka yang dikabulkan ini lebih sedikit dari yang dikabulkan. Persoalan ini terkait dengan kualifikasi materi yang dimohonkan ke MK. Jangan sampai bukti material tak cukup tapi "dipaksakan" untuk mengajukan permohonan kerangka Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Selanjutnya saya jelaskan, mereka yang tak puas mengangkat hanya satu-dua kasus pelanggaran tapi sertamerta ditarik dalam suatu simpulan "telah terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan massif (TSM)". Ini kan peloncatan simpulan yang terlalu jauh. Begitu antara lain yang saya sampaikan kepada para wakil rakyat yang terhormat.

Krasakan, 31 Januari 2012.