Basis Kahar Muzakkar [20]

Minggu, 25 Maret 2012 , 16:38:08 WIB
Basis Kahar Muzakkar [20]

Di sela-sela makan siang tadi, saya berkenalan dengan ayahanda Masnaini, Ketua Panwascam Lambai, sang tuan rumah jamuan makan siang tadi. Dia saksi sejarah gerakan Abdul Kahar Muzakkar di Kolaka Utara khususnya serta Sultra umumnya. Perlu diketahui, gerakan DI/TII Kahar memiliki kekuatan cukup kuat di Sulawesi, utamanya di Sulsel dan Sultra.

Diungkapkannya, basis gerakan Kahar sangat besar di sini. Di mata rakyat di sini, Kahar adalah pejuang kharismatik, memiliki kedalaman ilmu umum dan agama. Tapi di mata pemerintah Jakarta pada waktu itu Kahar adalah pemberontak. Sekitar pegunungan Tamboraki merupakan basis gerakan perjuangannya.

Memang terkadang sibaca relatif antara kata "perjuangan" dengan "pemberontakan". Itu tergantung dari sisi mana kita melihatnya, atau sedang berada di mana kita. Bagi pemerintahan Jakarta, Kahar adalah pemberontak atau pembangkang, karena dia menentang kebijakan pembubaran kesatuan-kesatuan perjuangan, yang hendak dileburkan dalam suatu kebijakan "Rera" (restrukturisasi dan rasionalisasi). 

Akibat kebijakan itu, Kahar yang berpangkat terakhir Letnan Kolonel, adalah perwira tanpa pasukan. Menurut keyakinan kebanyakan orang di sini, Kahar adalah pejuang. Karena sejak mudanya pun dia memiliki keberanian menentang Kerajaan Luwu yang dianggap pro Jepang, sehingga dia dikenakan sanksi adat "Ri Paoppangi Tana", sanksi pengusiran yang memaksanya keluar dari tanah leluhur.

Pada zaman perang kemerdekaan, Kahar mendirikan Lasykar Komandan Groep Seberang, motor perlawanan secara militer di Sulawesi Selatan kepada penjajahan Belanda. Perjuangannya total, guna mencapai kemerdekaan Indonesia. Kahar berhasil membebaskan 800-an pemuda di suatu malam di Nusakambangan, Desember 1945. Terbetik sumber, bahwa dia pernah mendirikan Partai Pantjasila Indonesia. Hanya saja tak terdengar nasibnya lebih lanjut.

Akan tetapi pada 7 Agustus 1953, Kahar mendeklarasikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari NII. Proklamasi a la Kahar ini mengundang simpati rakyat, termasuk tentara pejuang untuk bergabung. Tapi Jakarta bertindak. Dikirimnya pasukan "Divisi Siliwangi 330". Kahar dikabarkan gugur pada 1965 di Lasalo, tapi tak pernah diperlihatkan pusaranya. Ada yang bilang jenazahnya hilang.*