Dialog Pancasila, Rabu 30 Mei 2012:

Rabu, 30 Mei 2012 , 17:19:56 WIB
Dialog Pancasila, Rabu 30 Mei 2012:
Apa yang salah dari Pancasila?

Pada Rabu 30 Mei 2012 pagi, saya diminta sebagai nara sumber dalam dialog udara Radio Republik Indonesia (RRI) yang disiarkan secara live. Tema yang diangkat tentang relevansi nilai-nilai Pancasila. Saya kemukakan bahwa Pancasila itu sebagai dasar dan ideologi negara. Ia merupakan konsensus nasional yang sudah tak diragukan lagi. Pancasila juga titik temu di antara aspek-aspek primordialisme bangsa seperti suku, agama, ras, antargolongan, daerah, dan seterunya.

Sulit dibayangkan apabila kita sebagai bangsa dan negara tidak ada titik temu di antar setiap potensi bangsa. Titik temu ini sekaligus sebagai pengikat di antara semuanya. Mempelajari bangsa-bangsa lain, mereka saling bertikai satu sama lain karena tak ada yang namanya pengikat atau integralistiknya itu. Mereka bercerai-berai. Terpuing-puing dalam sekat-sekat primordial, hingga bangsa itu tak bisa melaksanakan pembangunan nasionalnya. Pelajaran penting dari adanya Pancasila adalah bahwa kita diikat oleh satu-kesatuan.

Usai saya menyudahi pengantar, tak selang beberapa detik kemudian para penanya berhamburan masuk ke studio. Saya dengarkan setiap pertanyaan yang diajukan. Umumnya mereka menyangsikan sejumlah kalangan yang tak komit dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Buktinya, korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Itu semua, kata seorang penanya dari Tanjung Pinang, karena tidak menaati nilai-nilai Pancasila tersebut. Penanya lain menyayangkan sekarang ini tidak ada lagi pelajaran semacam Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau Penataran P4. Bagaimana kita bisa melaksanakan Pancasila kalau demikian?

Wah pertanyaan-pertanyaan yang sungguh menantang. Saya berusaha meladeni setiap pertanyaan yang diajukan pendengar dalam telewicara interaktif RRI ini. Untuk yang pertama, bahwa Pancasila itu baru nilai-nilai dasar, seperti nilai-nilai dari ideologi besar dunia lainnya. Bahkan dapat saja disebut sebagai "cek kosong" yang belum memiliki makna apabila kita tidak berusaha untuk menjalankannya. Bahwa merebaknya praktik KKN di negeri ini, itu sama sekali tak karena Pancasilanya. Oleh karena Pancasila sebenarnya membutuhkan "kata kerja" bukan melihat Pancasila sebagai "kata benda".

Perihal tak lagi adanya Pelajaran semacam PMP atau Penataran P4, coba ditanyakan kepada pihak yang berkompeten, dalam hal ini Mendiknas. Tapi tanpa keduanya pun kita bisa memulai dari diri sendiri dan waktunya sekarang. Kita tak perlu memaki-maki keadaan mengingat kitalah yang sebenarnya bisa menentukan hitam putihnya negeri ini. Contoh, kalau tidak merasa terwakili oleh mereka yang terpilih dari Pemilu, ya jangan pilih lagi mereka pada Pemilu yang akan datang. Di samping itu, yang kurang dari kita adalah suri teladan. Berbuatlah yang baik dan mulailah sekarang juga dari diri kita. Biarkanlah orang lain, kalau pada akhirnya tidak mau memperbaiki dirinya. *